Selasa, 13 Jumadil Awwal 1446 H / 13 Maret 2012 12:14 wib
13.288 views
Capres Syariah: Muqaddimah dari Revolusi! Siapa Mau Ikut?!!
JAKARTA (VoA-Islam) – Tak dipungkiri, ada sebagaian masyarakat muslim Indonesia yang merindukan tegaknya hukum syariah di negeri ini. Untuk mewujudkan itu, tentu saja harus memiliki pemimpin bersyariah, yang dari track recordnya giat mensosialisasikan dan memperjuangkan tegaknya syariah selama ini.
“Sebagian Umat Islam memang merindukan tegaknya syariah di Indonesia, tapi terhalang oleh sistem atau peraturan perundang-undangan. Sebagai contoh, ada upaya yang mencabut Perda Anti Miras, dengan dalih ada peraturan yang lebih tinggi, yakni Keppres,” kata Ketua FPI bidang amar maruf nahi munkar, Munarman saat menjadi pembicara dalam talkshow “Saatnya Memimpin Indonesia dengan Syariah”, Senin (12/3) sore, di Ruang Anggrek, Istora Senayan, Islamic Book Fair 2012.
Hadir sebagai pembicara, yakni: Munarman (menggantikan Habib Rizieq yang sedang safari dakwah ke Kalimantan), KH. Muhammad al-Khaththath (Sekjen FUI), dan Ustadz Abu Jibril (MMI). Terlihat antusias pengunjung Islamic Book Fair yang hadir dalam talkshow tersebut. Dibanding talkshow-talkshow sebelumnya, kabarnya, inilah jumlah peserta talkshow terbesar dalam IBF tahun ini.
Seperti diketahui, penggagas Capres Syariah ini adalah KH. Muhammad Al Khaththath dan kawan-kawan di Forum Umat Islam (FUI). Ada tiga nama yang diusung umat Islam untuk memilih pemimpin bersyariah,yakni: Habib Muhammad Rizieq Syihab (Ketua Umum FPI), Ustadz Abu Bakar Baasyir (Amir JAT), dan Ustadz Abu Jibril (Ketua MMI).
Kenapa hanya tiga nama yang diusung sebagai Capres Syariah? Menurut Al Khaththath, selama ini kita tahu bahwa Habib Rizieq Syihab adalah musuh bebuyatannya kaum liberal, sedangkan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir dikenal sebagai musuhnya Amerika Serikat, dan merupaka sosok yang paling vulgar mendambakan daulah dan khilafah Islamiyah. Adapun Ustadz Abu Jibril juga dikenal sebagai figur yang selama ini menginginkan tegaknya syariah di Indonesia.
“Ketiga calon presiden tersebut, telah memenuhi syarat. Mereka muslim banget, laki-laki banget, dan merdeka. Jika orang sering mengakatakan NKRI harga mati, maka begitu juga NKRI Bersyariah pun harga mati,” kata Al Khaththath dengan suara serak.
Al Khaththath mengatakan, gagasan Capres Syariah telah terinspirasi dengan metode Ary Ginanjar dari MQ yang out of the box ketika ingin mewujudkan sesuatu. Karena itu kita harus berani melakukan terobosan.
“Kita tidak bisa serta merta menilai demokrasi adalah sistem kufur, tapi tetap menggunakan KTP. Jika umat Islam terkungkung karena menilai demokrasi sistem kufur, akibatnya umat Islam tidak punya visi ke depan, dan kita tidak bisa bertemu dengan berbagai kelompok Islam yang ada. Jika terkungkung, akhirnya, kita hanya menjadi kelompok kecil saja,” tandas Al Khaththath, Pemimpin Umum Tabloid Suara Islam.
Edukasi Umat Islam
Dikatakan Munarman, pernah di tahun 1999, sebuah ormas Islam bernama GARIS yang dipimpin oleh Chep Darmawan, menggagas pertemuan dengan para ulama di Jawa Barat. GARIS menggagas untuk merevisi KUHP konvensional dengan KUHP yang bersyariah dan dilandasi oleh semangat Piagam Jakarta. Setelah divoting, ternyata hanya 15% yang menyetujui.
KH. Abdul Qadir Jaelanni juga pernah melakukan survey kecil-kecilan tentang Indonesia Bersyariah. Jika sebelumnya pernah menunjukkan angka 47,9%, lalu menurun menjadi 13%. Ini artinya, makin banyak umat Islam yang tidak melek syariah.
Dalam sistem sekuler, untuk bisa memenuhi kesepakatan, setidaknya harus mencapai 50% suara. Maka, hal ini menjadi penghalang untuk memuluskan wacana Capres bersyariah. “Ada kesombongan mereka yang duduk di parlemen. Mereka memvoting hukum Allah, apakah cocok dengan manusia atau tidak. Yang pasti, kerinduan umat Islam untuk memiliki pemimpin yang menegakkan hukum syariah di negeri tak bisa terbantahkan,” ungkap Munarman.
Gagasan Kontroversial?
Diakui al Khaththath, banyak di kalangan umat Islam di Indonesia sendiri yang menganggap gagasan ini sebagai sesuatu yang mustahil dan kontroversial, tapi menarik. Hanya dengan revolusi cita-cita tegaknya syariah itu akan terwujud. Padahal, Capres Syariah adalah Muqaddimah dari Revolusi. “Sekaliber Muhammad Natsir sendiri belum pernah mengajukan nama pemimpin bersyariah ketika itu. Yang menarik, Prof Nasarudin Umar dari Kemenag RI menyambut baik gagasan Capres syariah.”
Melihat konstalasi politik, untuk mewujudkan kekhalifahan Islam tergantung pada masyarakat di tingkat grassroot. Realita yang sering dihadapi saat berlangsung pemilihan pemimpin, baik di tingkat nasional maupu daerah, adalah adanya factor kecurangan, dan rekayasa mesin penghitung suara.
Menurut Al-Khaththath, harus diakui, hingga saat ini, umat Islam belum teredukasi (terdidik), terutama kesadaran untuk memilih pemimpin yang memperjuangkan syariah. “Saat ini masih ikut-ikutan saja,” ujar Sekjen FUI.
Kerinduan tegaknya syariah di Indonesia, dapat dilihat dari kebijakan pemerintah daerah setempat yang telah memberlakukan sejumlah Perda tentang anti miras dan pelacuran. Ini menunjukkan, aspirasi umat Islam telah ditangkap dan ditanggapi oleh partai Islam, bahkan partai sekuler sekalipun.
“Sudah saatnya kita mencari formulasi untuk memuluskan pemilihan capres bersyariah. Tugas kita adalah menghimpun sebanyak-banyaknya relawan-relawan untuk mensosialisasikan jalannya pemilihan capres bersyariah,” kata Munarman yang diamini oleh al-Khaththath. Desastian
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!