Selasa, 19 Jumadil Akhir 1446 H / 14 Juni 2011 15:27 wib
14.582 views
Pengikut Syiah Bikin Gaduh Tabligh Akbar di Depok
Depok (voa-islam) –Tabligh Akbar “Ahlussunnah Bersatu Menolak Syi’ah” di Masjid Al-Furqan DDII, Jalan Kramat Raya 45 Jakarta Pusat, Jum’at (10/6/2011) yang diwarnai insiden kecil dengan disusupinya pengikut Syi’ah, kini giliran Masjid Baitul Kamal, Depok yang Ahad (12 Juni 2011) lalu menggelar Tabligh Akbar ”Mengenal Hakikat Syi’ah”. Kali ini Tabligh Akbar diselenggarakan oleh HASMI Depok.
Jika di DDII, para penyusup lebih bersikap taqiyyah alias sembunyi-sembunyi, sedangkan di Masjid Baitul Kamal Depok, mereka datang secara terang-terangan, menunjukkan jatidirinya sebagai penganut Syi’ah. Bahkan jumlah mereka tidak sedikit.
Dari pantauan voa-islam, mereka datang bergerombol, baik laki-laki maupun perempuan, lalu berupaya membuat gaduh suasana, terutama saat sesi tanya jawab dan usai acara. Kegaduhan mulai terasa ketika, beberapa pengikut Syi’ah bersholawat, sambil memprotes terhadap jalannya kegiatan ini yang dinilainya tidak ilmiah dan cenderung menghakimi.
Di saat Tabligh Akbar berlangsung, sebuah selebaran gelap yang mengatasnamakan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, kembali disebar di tengah jamaah. Tentu saja Fatwa MUI buatan Syi’ah ini palsu, karena tak disertai dengan logo MUI, stempel maupun tanda tangan pengurus MUI. Di samping itu, Fatwa MUI Palsu ini bertentangan dengan Fatwa MUI yang asli pada bulan Jumadil Akhir 1404 H./Maret 1984 M yang menyatakan bahwa faham Syi’ah berbeda dengan akidah Islam Ahlus Sunnah Wal Jama’ah yang dianut oleh Umat Islam Indonesia.
Berkat kesigapan panitia, selebaran tersebut bisa diamankan. Secara bersamaan, HASMI kembali memberikan pernyataan sikap terhadap hasil kesepakatan sejumlah ormas Islam yang diadakan di Masjid Al Furqon DDII, beberapa waktu lalu (Jum’at, 10 Juni 2011), yakni menolak paham Syi’ah dan menuntut pembubaran Syi’ah. Dalam Tabligh Akbar itu hadir sebagai pembicara: KH. Ahmad Dimyati Badruzzaman (Ketua MUI Depok) dan Ustadz Ibrohim Bafadhol Lc (pengamat paham Syiah).
Beda Aswaja dengan Syiah
Dalam kesempatan itu, KH. Dimyati Badruzzaman menjelaskan beberapa perbedaan pokok paham Ahli Sunnah Wal Jamaah (Aswaja) dengan paham Syi’ah. Dijelaskan, paham Syi’ah dalam menerima hadits dari Nabi Muhammad Saw dibatasi, dan perawinya hanya dari ahlul bait saja. Sedangkan, Aswaja, tidak hanya para Ahlul Bait, tapi juga diluar Ahlul Bait, asalkan hadits tersebut memenuhi syaratnya.
“Seseorang tak mungkin dikatakan disebut pakar hadits, jika tidak mengkaji kitab hadits yang enam ini, yakni Imam Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi,Nasai, dan Ibnu Majah. Kalau hanya terbatas Ahlulbait saja, berarti banyak hadits Rasulullah yang menyangkut akidah, ibadah, akhlak dan muamalah yang terbuang,” ujar Kiai.
Perbedaan lainnya adalah Syiah memandang imam itu maksum atau orang suci, sedangkan Aswaja memandang imam itu sebagai manusia biasa yang tidak luput dari kealpaan dan kesalahan.
Kemudian, Syi’ah tidak mengakui ijma ulama dan harus mengikuti Imam, tapi kalau Aswaja mengakui ijma ulama tanpa ikut sertanya imam. Bagi Syi’ah, menegakkan kepemimpinan (imamah) itu termasuk sebagai salah satu dari rukun agama, sedangkan Aswaja, bertujuan untuk dakwah dan menjamin kepentingan umat Islam itu sendiri.
Syi’ah pada umumnya tidak mengakui kekhalifahan Abu Bakar As Shiddiq, Umar bin Khaththab, dan Utsman bin Affan ra. Sedangkan Aswaja mengakui Khalifaur rasyidin. Syi’ah menganggap khalifah selain Ali tidak sah. Karena itu, MUI mengimbau kepada seluruh umat Islam Indonesia yang berpaham Aswaja, agar meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan masuknya paham yang didasarkan ajaran Syi’ah.
“Maka, jangan sampai terpesona dengan paham yang menyimpang itu, terutama para mahasiswa yang sedang belajar memahami ajaran syiah, mengingat mereka mulai tertarik untuk melakukan nikah mut'ah.”
Sementara itu dikatakan Ustadz Umar Bafadol, perbedaan Syiah dengan Aswaja, bukan hanya pada tatanan fiqih (furu') atau yang cabang saja, tapi sampai pada hal yang pokok atau prinsip. Dalam Aswaja, sumber hukum yang dijadikan syariat meliputi: Al Quran, Hadits, Ijma (kesepakatan ulama), dan Qiyash, sebagai sumber hukum yg tepat. Aswaja juga tidak pernah membenci atau mencela sahabat Rasulullah. Aswaja sangat berlapang dada terhadap seluruh ahlul bait dan sahabat Nabi Saw.
Jika umat Islam meyakini Rukun Islam ada lima, sedangkan paham Syiah menambahkan, Imamah sebgai bagian dari Rukun Islam. Ahli sunnah tidak meyakini kemaksuman seorang Ali, kecuali Nabi saw. Sedangkan Syi’ah menganggap Ali itu maksum. Bagi Syi’ah, taqiyyah terhadap sesama kaum muslimin itu menjadi keharusan dalam beragama. Sedangkan Aswaja menghukuminya sebagai sesuatu yang haram.
“Taqiyyah yang dilakukan Ammar bin Yasir untuk menyembunyikan akidahnya tatkala diancam oleh kaum kafir Quraish, adalah sesuatu yang diperbolehkan.Tapi tidak boleh dengan sesama kaum Muslimin."
Selanjutnya, Al Quran yang ada di tangan kaum muslimin, menurut Syi’ah, dianggap tidak asli dan sudah diubah-ubah. Yang asli, katanya, hanya ada pada Imam. Dalam menafsirkan Quran, Syi’ah memiliki tafsir sendiri. Syi’ah juga tidak menerima hadits, kecuali dari ahlul bait.
Syiah punya rujukan hadits sendiri yang ditulis oleh ulama Syi’ah. Oleh Syi’ah, Abu Hurairah, Annas bin Malik, dan Aisyah disangsikan kejujurannya, bahkan sahabat nabi itu dianggap fasik yang tidak diterima periwayatannya.
Ahlul Bait, yang diyakini Syiah itu hanya 14 orang saja, yakni: Rasulullah, Ali bin Abi Thalib, Fatimah, Hasan, Husein dan 9 keturunan Husein. Adapun keturunan Hasan tidak dianggap ahlul bait. Bahkan istri-istri Nabi, seperti Aisyah dan Hafsah serta istri nabi lainnya pun tidak dianggap ahlul bait. Kaum Syiah begitu membenci, kasar dan penuh caci maki, melaknat thd Abu Bakar, Umar, Utsman, Zubair, Tholhah, sahabat trs dianggap munafik, khianat, setelah wafatnya Rasulullah saw.
Menurut Syi’ah, khalifah yang tiga itu (Abu Bakar, Utsman dan Ali) dianggap merampas kekuasaan dan hak Ali. Yang menyetujui atau ridho kepada Kekhalifahan Umar, Utsman dan Ali dianggap khianat bahkan kafir. Bumi hanya milik Imam, Ali dianggap sebagai pemisah penghuni surga dan neraka. Dengan kata lain, Ali yang menentukan seseorang masuk Neraka atau Surga. Inilah bukti penyimpangan paham Syiah. Karena itu, umat Islam jangan terkecoh dengan mereka yang menyebarkan paham tersebut. Desastian
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!