Sabtu, 27 Jumadil Akhir 1446 H / 28 Desember 2024 21:24 wib
1.484 views
Jaminan Kesehatan dalam Kepemimpinan Islam
Oleh: Naila Dhofarina Noor S.Pd
Fakta Kesehatan Saat Ini
Sehat itu mahal. Ungkapan ini sering didengar di tengah masyarakat. Layanan kesehatan gratis tidak semua dapat mendapatkannya. Termasuk dengan adanya BPJS. Yang ada adalah tagihan bulanan kesehatan, tidak gratis. Di fasilitas kesehatan, layanan BPJS selalu ditawarkan. Selain warga tetap bayar dalam bingkai sistem 'jaminan kesehatan', ternyata dalam tubuh BPJS sendiri ada masalah keuangan. Sebagaimana disampaikan Kepala Humas BPJS, rasio beban jaminan kesehatan terhadap penerimaan iuran JKN sampai Oktober 2024 mencapai 109,62%, yang berarti beban yang dibayarkan lebih tinggi dari iuran yang didapat. BPJS Kesehatan mencatat penerimaan iuran sebesar Rp133,45 triliun, sedangkan beban jaminan kesehatan sebesar Rp146,28 triliun.
Permasalahan sistem kesehatan lainnya, adalah penyediaan tenaga kesehatan yang kurang dan tidak merata. Di Provinsi Kalimantan Tengah saat ini kebutuhan dokter masih banyak. Dengan penduduk Kalimantan Tengah berjumlah sekitar 2,7 juta jiwa, sehingga memerlukan 2.700 dokter. Namun saat ini, jumlah dokter hanya ada 800 orang, sehingga masih memerlukan sekitar 1.900 dokter lagi untuk mencapai ideal. Lulusan dari Fakultas Kedokteran di Universitas Palangka Raya, rata-rata dalam satu tahun sebanyak 50 atau paling banyak misalnya 100 orang, artinya Kalteng membutuhkan 18 tahun lagi untuk bisa mencapai jumlah dokter sesuai dengan angka ideal tersebut.
Dengan keterbatasan sistem kesehatan ini maka banyak masyarakat yang melakukan self-medication. Mengobati sendiri sebelum tahu diagnosa penyakit dari tenaga kesehatan. Fenomena mengobati sendiri ini cenderung banyak terjadi di wilayah perdesaan dibanding perkotaan. Pada tahun 2021 sekitar 80% penduduk yang melakukan self-medication ini.
Langkah pemerintah baru-baru ini melalui LAM-PTKes melakukan penandatanganan kesepakatan Kerjasama dalam Forum Asia Africa Quality Assurance for Higher Education in Health (AAQAHEH) 2024. Kerjasama tersebut berisikan komitmen bersama untuk meningkatkan upaya peningkatan mutu pendidikan tenaga Kesehatan dalam rangka mendukung strategi ketenagaan Kesehatan WHO melalui Mutual Recognition Agreement (MRA). Dengan ini memungkinkan adanya pertukaran tenaga kesehatan antar-negara. Indonesia sendiri menargetkan standar internasional untuk pendidikan dan ketenagakerjaan profesi kesehatan, utamanya untuk keperawatan dan kedokteran gigi.
Adapun Menkes menyampaikan butuh penguatan promotif dan preventif agar masyarakat yang lebih sehat tanpa membebani anggaran negara secara berlebihan. Mengenai biaya kesehatan, Global Director for Health, Nutrition, and Population and the Global Financing Facility, World Bank Juan Pablo Uribe mengatakan seluruh investasi dilakukan oleh pemerintah Indonesia bersama dengan dukungan Bank Dunia dan Global Financing Facility (GFF).
Sistem Kesehatan dalam Islam
Problem Kesehatan yang dipaparkan diatas merupakan dampak dari kebijakan kapitalistik. Fasilitas kesehatan yang dikomersialisasi mengakibatkan tidak semua bisa meraih fasilitas kesehatan yang sama baik juga tidak meratanya fasilitas dan tenaga kesehatan.
Kepemimpinan sekuler menjadikan penguasa abai terhadap perannya sebagai raa’in. Negara hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator.
Kesehatan justru dikapitalisasi atau menjadi industri. Bisa dipastikan narasi pemerintah soal anggaran kesehatan yang diprioritaskan dan upaya peningkatan standarisasi profesi kesehatan sejatinya bukan untuk rakyat, melainkan demi melayani kepentingan korporasi.
Islam memandang kesehatan adalah kebutuhan dasar publik yang wajib disediakan negara. Jaminan kesehatan diberikan bagi seluruh rakyat tidak dalam bungkus asuransi. Ini hanya mungkin terwujud dalam sistem kepemimpinan Islam yang mana pemimpin (Khalifah) berperan sebagai raa'in. Khalifah menjamin terpenuhinya layanan kesehatan hingga pelosok, dengan fasilitas yang memadai, berkualitas, dan gratis.
Pada zaman Pertengahan, hampir semua kota besar Khilafah memiliki rumah sakit. Di Cairo, rumah sakit Qalaqun dapat menampung hingga 8000 pasien. Rumah sakit ini juga sudah digunakan untuk pendidikan universitas serta untuk riset. Rumah Sakit ini juga tidak hanya untuk yang sakit fisik, namun juga sakit jiwa. Di Eropa, rumah sakit semacam ini baru didirikan oleh veteran Perang Salib yang menyaksikan kehebatan sistem kesehatan di Timur Tengah. Sebelumnya pasien jiwa hanya diisolir dan paling jauh dicoba diterapi dengan ruqyah.
Semua rumah sakit di Dunia Islam dilengkapi dengan tes-tes kompetensi bagi setiap dokter dan perawatnya, aturan kemurnian obat, kebersihan dan kesegaran udara, sampai pemisahan pasien penyakit-penyakit tertentu.
Rumah-rumah sakit ini bahkan menjadi favorit para pelancong asing yang ingin mencicipi sedikit kemewahan tanpa biaya, karena seluruh rumah sakit di Daulah Khilafah bebas biaya. Namun, pada hari keempat, bila terbukti mereka tidak sakit, mereka akan disuruh pergi, karena kewajiban menjamu musafir hanya tiga hari.
Banyak individu yang ingin berkontribusi dalam amal ini. Negara memfasilitasi dengan membentuk lembaga wakaf (charitable trust) yang menjadikan makin banyak madrasah dan fasilitas kesehatan bebas biaya. Model ini pada saat itu adalah yang pertama di dunia.
Demikianlah Islam memandang kesehatan dan telah terbukti bagaimana Islam mengatur tentang kesehatan bagi masyarakatnya. Tidak pandang muslim non muslim, ataupun warna kulit, apalagi tingkat kekayaan. Semua diberikan layanan kesehatan terbaik dengan gratis. Sistem kesehatan dengan pendanaan semacam ini tentu tidak berdiri sendiri, tapi juga disokong dengan sistem ekonomi Islam, juga sub sistem lainnnya. Semoga segera terwujud sistem layanan kesehatan yang berlandaskan Islam. Wallahu alam. (rf/voa-islam.com)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!