Sabtu, 13 Jumadil Awwal 1446 H / 7 Oktober 2023 04:57 wib
29.819 views
BBM Naik, Bukti Negara Tak Berdaulat dalam Energi
Penulis: Elis Rahmawati
PT Pertamina (Persero) resmi mengubah harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis non subsidi per 1 Oktober 2023. Setidaknya terdapat empat jenis BBM yang mengalami kenaikan harga diantaranya yakni Pertamax, Pertamax Turbo, Dexlite dan Pertamina Dex. (CNBC Indonesia, 30 September 2023)
Kenaikan harga BBM disinyalir karena dalam beberapa bulan terakhir harga minyak mentah dunia terus mengalami kenaikan hingga diatas 9 dolar AS per barel. Hal ini menjadi suatu keniscayaan karena BBM Indonesia sebagian besar merupakan hasil impor. Keberadaan BBM subsidi maupun non subsidi keduanya sama-sama penting untuk industri dan kebutuhan domestik. Namun, jika BBM tersebut terus menerus mengalami kenaikan yang akan dirasakan oleh semua pihak karena BBM non subsidi digunakan oleh industri. Akibatnya akan terjadi kenaikan biaya produksi dan kenaikan harga barang, sehingga daya beli masyarakat akan menurun. Hal itu bisa memicu terjadinya inflasi.
Sumber migas dalam negeri begitu melimpah ruah. Namun, sumber daya alam tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan rakyatnya sendiri. Untuk cadangan migas saja, Indonesia memiliki cadangan minyak sebanyak 4,2 miliar barel. Mirisnya potensi yang luar biasa ini tidak diiringi dengan pembangunan infrastruktur migas yang memadai. Selain menjadi eksportir migas, negeri ini juga menjadi importir migas yang sudah dikelola dari pihak luar. Sebagai contoh, Indonesia membeli minyak dari Singapura yang bahan baku minyak mentahnya berasal dari Indonesia. Alasannya karena Singapura memiliki kilang minyak yang besar dan mampu mengolah minyak bumi yang diimpor dari Asia Tenggara dan Timur Tengah untuk diolah menjadi siap ekspor. Hal ini tak akan terjadi jika negara mandiri dalam menyediakan BBM dan akan mendapatkan keuntungan yang tinggi jika terjadi kenaikan harga minyak dunia.
Kondisi seperti inilah yang membuat negeri yang sumber daya alam migas melimpah namun tetap jadi importir migas. Semua ini tidak lepas dari penerapan sistem kapitalis di negeri-negeri kaya sumber daya alam yang dikuasai oleh swasta. Disisi lain kapitalisme memposisikan negara sebagai regulator semata, tidak boleh ikut campur dalam mekanisme pasar bebas. Akibatnya investasi maupun KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) dalam pengelolaan migas tidak bisa dihindari. Oleh karena itu, umat membutuhkan sistem kepemimpinan yang shahih dalam mengelola sumber daya alam migas, sehingga hasilnya dapat memberikan kesejahteraan bagi rakyat dan kekuatan bagi negara. Islam sebuah sistem pemerintahan yang berlandaskan hukum syariat.
Islam paham bahwa migas merupakan sumber penting untuk industrialisasi kebutuhan domestik, maka ada beberapa kebijakan yang diterapkan. Islam memiliki politik ekonomi yang mendorong negara maju dan berdaulat termasuk dalam menyediakan kebutuhan energi. Islam juga menetapkan pengelolaan SDA secara mandiri yang akan membawa hasil yang lebih tinggi dan mampu mensejahterakan rakyat. Sebab kekayaan umum jenis ini tidak dapat dengan mudah dimanfaatkan secara langsung oleh setiap individu masyarakat karena membutuhkan keahlian, teknologi tinggi serta biaya yang besar, sehingga negara akan mengesplorasi bahan tersebut. Hasilnya akan dimasukkan kedalam baitul mal pos kepemilikan umum. Lalu hasil pengelolaan bisa diberikan secara langsung kepada rakyat berupa subsidi BBM, listrik kepada rumah tangga atau bisa menjualnya untuk konsumsi rumah tangga dengan syarat bukan mencari untung. Harga jual kepada rakyat sebatas biaya produksi. Negara akan mengalokasikan minyak bumi dan gas untuk pemakaian industri manufaktur, pertanian dan petrokimia. Sehingga industrialisasi negara bisa tetap berjalan tanpa kekurangan bahan bakar. Wallahu’alam bishawab. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!