Jum'at, 24 Jumadil Awwal 1446 H / 10 September 2021 11:41 wib
5.504 views
Insentif untuk Pejabat, Uang Darah dari Kematian Korban Covid19?
Oleh: Ririn Wijayanti
Adanya Surat Keputusan (SK) No 188.45/107/1.12/2021 yang ditandatangani oleh Bupati Jember, Hendy Siswanto, pada 30 Maret 2021 lalu menimbulkan polemik. Menurut Hendy, SK ini adalah kelanjutan dari SK dari Bupati sebelumnya, Faida, 16 Maret 2020 silam.
Hendy berpendapat bahwa dari setiap pemakaman pasien dengan protokol Covid-19, pejabat yang melakukan monev menerima honor Rp100 ribu. Honor yang mencapai Rp70,5 juta itu terjadi di rentang waktu Juni hingga Juli 2021. Saat itu, kasus kematian akibat Covid-19 sedang melonjak. "Tetapi kita tidak berharap jumlahnya banyak. Karena kalau kayak gitu, berarti kan banyak yang meninggal. Kita tidak ingin seperti itu. Saya juga baru sekali terima itu dan langsung saya sumbangkan. Ya semoga pandemi segera berakhir dengan kita sama-sama menaati prokes yang ada," pungkas Hendy (merdeka, 27/08/2021).
Dana sebesar 282 juta rupiah yang telah diberikan kepada 4 pejabat, diantaranya bupati, Sekretaris Daerah (Sekda), Plt Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jember hingga Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistisk BPBD, kini telah dikembalikan ke kas daerah di tengah polemik.
Miris, mengingat petugas lapangan mendapatkan fee terlambat, berdasarkan wawancara yang diliput KompasTV (27/08/2021). Ketidaktelitian terhadap regulasi ini diakui oleh Itqon Syauqi, Ketua DPRD Jember. DPRD fokus mengawal relawan, ungkapnya.
Terlepas dari pengembalian dana yang telah dilakukan oleh pejabat pemerintahan Jember, patut menjadi perhatian bersama, mengingat hal ini telah dilegalkan dalam Surat Keputusan dan telah disahkan dari awal CoVid mulai masuk di Indonesia. Pengawasan yang tidak kuat terhadap pengawalan Surat Keputusan dengan menjadikan parameter jumlah kematian pasien CoVid dalam bentuk pemakaman terhadap tambahan insentif yang diberikan.
Pengaturan Islam dalam Kepengaturan suatu Wilayah
Dalam Islam, wewenang suatu wilayah diberikan Khalifah (pemimpin negara) kepada Wali. Pengawasan secara ketat dilakukan secara langsung oleh Khalifah atau melalui mu’awin tafwidh. Wali ini mendapat wewenang untuk mengelola wilayahnya (amir) dan memutuskan persengketaan. Rasulullah memilih Wali, di masanya dari orang-orang yang memiliki kelayakan (kecakapan dan kemampuan) untuk memegang urusan pemerintahan, yang memiliki ilmu, dan yang dikenal ketakwaannya. Rasulullah memilih dari kalangan orang-orang yang dapat melaksanakan tugas dengan baik dalam urusan yang menjadi kewenangannya dan yang dapat mengairi hati rakyat dengan keimanan dan keagungan (kemulian) Negara.
“Rasulullah SAW mengangkat seorang amir pasukan atau detasemen, senantiasa berpesan,khusunya kepada mereka, agar bertakwa kepada Allah,dan kepada kaum Muslimyang ikut bersamanya agar berbuat baik” (H.R. Muslim)
Wali bekerja bersama Majelis Wilayah dalam menjalankan tugasnya. Majelis Wilayah ini dipilih dari penduduk wilayah tersebut. Dalam iklim CoVid saat ini, fungsi Majelis Wilayah adalah:
Pertama adalah membantu Wali dalam menggambarkan fakta di lapangan, terutama penanganan CoVid. Dalam hal ini Wali dapat meminta bantuan terhadap Majelis Wilayah sehingga Wali dapat mendeskripsikan kebutuhan detil wilayah yang ditanganinya dan membentuk gugus kelompok penanganan yang relevan.
Kedua, sharing pendapat terhadap keputusan yang diambil Wali, jika harus dilakukan. Dalam persoalan Surat Keputusan di atas, maka Wali berhak dan mempunyai kewajiban untuk melakukan sharing pendapat sebelum ditetapkan atau dilaksanakan keputusan tersebut.
Hal ini jika dilakukan, dapat meminimalisir kesalahan keputusan yang diambil oleh Wali. Namun, jika ternyata terjadi ketidaktepatan dalam pelaksanaan tugasnya, maka Majelis Wilayah dapat langsung melakukan pengaduan terhadap Khalifah, sehingga Wali dapat langsung diberhentikan.
Dalam hal pemberian insentif adalah wewenang Khalifah. Adapun karena amanah kepemimpinan (amir) seperti yang disebutkan dalam hadits di atas, maka fokus penanganan wabah CoVid ini adalah yang paling utama hingga tuntas, karena amanat menuntaskan dalam suatu wilayah adalah kewajiban dari Wali.
Belajar dari Sejarah Islam dalam Menangani Pandemi
Sejarah mencatat, Rasulullah akan melakukan penyelidikan langsung kondisi mereka, mendengarkan berita tentang mereka yang disampaikan kepada Rasulullah serta meminta pertanggungjawaban Wali. Rasulullah pernah memberhentikan Muadz bin Jabal di Yaman, tanpa sebab apa pun. Beliau juga pernah memberhentikan Sa’ad bin Abi Waqash karena rakyat mengadukannya.
Rasulullah bersabda: “Aku tidak memberhentikannya karena suatu ketidakmampuan dan tidak pula karena suatu pengkhianatan.” Sa’ad bin Abi Waqash adalah sahabat Nabi yang dijamin masuk surga dan doanya pasti dikabulkan Allah. Apa yang dilakukan Sa’ad waktu itu adalah membangun bangunan yang terkesan membatasi dirinya (Wali) dengan rakyat yang berada di pasar.
Begitu juga yang dilakukan Umar bin Khatab ra. Beliau memberhentikan seorang Wali atau amil karena suatu kesamaran yang tidak didukung bukti. Beliau menunjuk Muhammad bin Maslamah untuk menyelidiki kondisi Wali dan mengaudit mereka. Beliau mengumpulakan para Wali pada musim haji untuk melihat apa yang telah mereka lakukan, mendengarkan keluhan rakyat, mengingatkan Wali akan urusan kepemimpinan, dan untuk mengetahui kondisi para Wali.
Umar ra pernah bertanya kepada orang di sekitarnya ”Bagaimana pendapat kalian jika aku mengangkat amil bagi kalian dari orang yang terbaik yang aku ketahui, lalu aku perintahkan ia berlaku adil, apakah aku telah menunaikan beban yang telah dibebankan padaku?” Mereka menjawab, “Benar”. Umar berkata, “ Tidak hingga aku melihat aktivitas-aktivitas mereka, apakah mereka melakukan sesuai yang aku perintahkan atau tidak.”
Dengan demikian, penanganan CoVid merupakan tugas utama Khalifah yang penanganan secara professional dibantu oleh tim medis, epidemiologi, mitigasi bencana, ilmuwan, atau tim ahli terkait dan penanganan secara pemerintahan dibantu pengawasan oleh mu’awin tafwidz dan penanganan wilayah oleh Wali di bawah kontrol langsung Khalifah. Dengan kekuatan ketakwaan kepada Allah disertai kemampuan kepemimpinan, insyaAllah kepercayaan publik akan sosok pemimpin, mudah diberikan. Wallahu alam. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!