Jum'at, 24 Jumadil Awwal 1446 H / 30 April 2021 23:25 wib
4.682 views
Munarman Ditangkap, Kriminalisasi?
Oleh: M Rizal Fadillah (Pemerhati Politik dan Kebangsaan)
Penangkapan Munarman yang dikaitkan dengan terorisme, dan itu terjadi tahun 2015, adalah aneh. Orang dengan mudah nyeletuk mestinya tangkap tahun itu kan ada bukti acara FPI Makassar dan lainnya. Munarman berulang melakukan klarifikasi soal acara tersebut.
Persoalan sebenarnya adalah bahwa keperluan penangkapan memang saat ini. Di tengah kasus HRS yang dalam proses pengadilan dimana Munarman menjadi salah satu pembelanya. HRS, FPI, dan Munarman adalah target politik dengan alat hukum.
Penangkapan Munarman oleh Densus 88 menimbulkan pro dan kontra. Fadli Zon menyebut mengada-ada. Menyeret dari rumah kediamannya dinilai melanggar HAM karena untuk memakai sandal saja tidak diberi kesempatan. Sebagai advokat tentu perlakuan seperti itu di luar batas. Advokat yang semestinya diperlakukan dengan hormat. Melalui proses pemanggilan hukum tentu Munarman akan memenuhi.
Jika kriminalisasi menjadi target ya apapun bisa dilakukan. Asas praduga tak bersalah sangat mudah diabaikan. Barang bukti dapat diolah, bubuk deterjen pembersih di markas Petamburan bisa menjadi narkoba atau bahan peledak. Untuk meledakkan cecunguk atau tikus. Buku do'a dapat menjadi panduan syahid. Dengan tuduhan terorisme maka semua prosedur hukum dapat dilewati.
Sejak jaman Adnan Buyung Nasution dahulu Munarman sudah menjadi advokat LBH yang gigih membela klien korban pelanggaran HAM. Pembelaan dalam kasus HRS menunjukkan kualitasnya yang faham hukum, cerdas, dan berani. Wajar jika selalu menjadi subyek dan obyek berita. Ketika kini dikaitkan keterlibatan dengan terorisme yang jelas melanggar hukum, maka tentu jauh dari karakter dan kapasitas Munarman. Ia memiliki prinsip kehati-hatian hukum dalam rangka penegakkan hukum.
Ya proses politik sedang berjalan HRS, FPI, dan Munarman memang menjadi target. Dari kacamata ini kita dapat melihatnya, sebab jika konteksnya penegakkan hukum dan keadilan, maka peristiwa HRS, FPI, dan Munarman tentu tidak akan terjadi. Menjadi pertanyaan umum di kalangan publik, kita ini sedang menjalankan prinsip negara hukum atau negara kekuasaan ? Jika yang kedua, maka kriminalisasi bisa saja adalah biasa.
Hanya masalahnya apakah masyarakat, rakyat, dan umat haruskah pasrah berada dibawah bendera negara kekuasaan? Sudah tidak ada lagi kah pejuang kebenaran dari kalangan ulama, cendekiawan, politisi, pengacara, TNI-Polri, mahasiswa, buruh dan elemen strategis lainnya?
Tentu masih banyak aktivis perjuangan yang memiliki kepedulian. Kasus Munarman yang juga diyakini bukanlah teroris, namun kepentingan politik begitu mudah mengaitkan dengan terorisme. Perlu dikawal proses yang dijalankan.
Semoga asas praduga tak bersalah tetap diberlakukan.
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!