Ahad, 26 Jumadil Awwal 1446 H / 2 Agutus 2020 21:32 wib
3.479 views
Idul Adha: Refleksi Pengorbanan dan Ketaatan Berbuah Keridhaan
Oleh:
Dwi Indah Lestari, S.TP || Aktivis Muslimah
IDUL ADHA telah tiba. Kembali umat Islam diingatkan sebuah kisah penuh makna yang menjadi latar sejarah hari raya kaum muslimin ini. Yaitu tentang pengorbanan nabi Ibrahim untuk memenuhi titah Robbnya.
Saat turun perintah Allah kepada nabi Ibrahim untuk menyembelih putra kesayangannya, Ismail, sungguh batinnya dipenuhi kecamuk. Anak yang disayangi yang kehadirannya telah dinantikan bertahun-tahun harus dikorbankannya. Namun begitu, kecintaan pada Sang Pencipta ternyata lebih menggelora di dada sang nabi. Hingga ia tetap teguh melaksanakan perintah suci.
Sang putra Ismail ternyata memiliki keteguhan seperti ayahandanya. Saat ia mengetahui titah Tuhannya itu, tak terbersit dalam dirinya penghibaan agar sang ayah mengurungkan niatnya. Dengan kemantapan hati ia yakinkan nabi Ibrahim agar tak ragu melaksanakan apa yang telah diperintahkan. Hatinya dipenuhi kecintaan yang sama kepada Allah dan yakin pengorbanannya tak akan sia-sia.
Dua hamba yang dipenuhi rasa cinta pada Robb Sang Pencipta alam semesta. Mereka adalah hamba-hamba terpilih karena keyakinannya yang utuh dan sempurna pada Allah ta’ala. Dorongan tauhid telah menghantarkan mereka menjadi ketaatan yang sempurna. Dan Allahpun membalas dengan keridhoaan atas keduanya. Ismail selamat diganti dengan ternak kambing sembelihan. Sedangkan Nabi Ibrahim lulus dari ujian. Sebuah kisah luar biasa yang menggambarkan pengorbanan yang hakiki.
Berhari Raya di tengah Pandemi
Hari ini, umat Islam berhari raya kurban dengan kondisi yang isimewa berupa ujian pandemi corona. Wabah yang telah berlangsung sekian lama, hinggga kini belum bisa diprediksi kapan akan berakhir. Hampir semua umat Islam dimanapun merasakan suasana prihatin yang sama.
Pandemi yang masih berkecamuk nyatanya telah memberi dampak luar biasa bagi kehidupan umat manusia saat ini. Bukan hanya sektor kesehatan, ekonomi dan sosial pun merasakan imbas dari hantaman pandemi. Bahkan hingga kini kurva covid 19 terus meroket naik.
Upaya penanganan wabah diwarnai dengan berbagai persoalan seperti banyaknya tenaga kesehatan baik dokter maupun perawat yang gugur karena covid 19, kisruh vaksin, tak terpenuhinya kebutuhan fasilitas kesehatan yang memadai dan masih banyak lagi. Sementara di sektor ekonomi, masyarakat banyak yang harus menelan pil pahit PHK, pengangguran melonjak, daya beli melemah, aktivitas jual beli mandeg, angka kemiskinan yang semakin bertambah hingga ancaman resesi.
Sektor sosialpun tak jauh berbeda. Dimulai dari dunia pendidikan yang carut marut. Anak-anak harus sekolah daring namun dibumbui dengan berbagai kendala seperti susah sinyal tak mampu beli HP pintar, hingga kesulitan membeli kuota. Problem ini masih pula diambah dengan kebijakan moderasi yang mengamputasi materi keIslaman yang seharusnya disampaikan utuh kepada generasi Islam.
Masalah kerusakan moral juga tak mau ketinggalan. Angka pezinaan kalangan remaja melonjak. Masih pula ditambah dengan kasus kehamilan di luar nikah dan pemerkosaan. Belum lagi dari kerusakan generasi akibat narkoba serta maraknya kekerasan yang menimpa anak Indonesia.
Semua bermuara pada kerusakan yang sebenarnya dituai akibat ulah tangan manusia sendiri. Pola hidup yang rusak telah menggerogoti sendi-sendi kehidupan masyarakat sehingga hanya melahirkan sakit yang semakin akut.
Pandemi yang hari ini melanda seakan membongkar borok sistem hidup yang selama ini menaungi umat. Buah dari penerapan sistem kapitalisme saat ini dirasakan berupa kerusakan-kerusakan yang menghadirkan nestapa demi nestapa.
Semua ini semestinya menghantarkan pada kesadaran, bahwa umat membutuhkan solusi yang shohih untuk menyembuhkan seluruh sakit yang diidapnya. Dan ini hanya bisa terwujud dengan mengganti sistem kapitalisme yang bobrok dengan satu-satunya sistem hidup yang benar, yaitu Islam.
Kembali pada Syariat, Wujud Ketaatan
Bercermin pada kisah nabi Ibrahim, kita bisa melihat ketaatan yang dilandasi oleh keimanan yang sempurna. Dengan landasan aqidah inilah, beliau dan putranya nabi Ismail tak pernah ragu untuk menjalankan serta mengorbankan apapun dalam menjalankan perintah Allah ta’ala. Meskipun mereka harus melepaskan sesuatu yang sangat dicintainya bahkan nyawanya sendiri.
Saat ini umat memerlukan Islam sebagai obat dari segala sakitnya. Dan hanya dengan Islam sajalah yang mampu menyembuhkannya. Tentunya bukan hanya Islam sebagai aqidah ruhiyah semata, namun dengan menerapkan Islam untuk mengatur seluruh aspek kehidupan. Sebab Islam adalah aturan hidup yang lahir dari Allah, Sang Maha Pencipta alam semesta beserta isinya.
Keyakinan bahwa aqidah Islam adalah satu-satunya aqidah yang benar semestinya juga diikuti dengan keyakinan pada seluruh aturan yang terpancar di atasnya, bahwa aturan ini akan memberikan kemaslahatan untuk manusia baik di dunia dan di akhirat kelak. Oleh karena itu, umat semestinya bergegas kembali mengambilnya agar seluruh persoalan kehidupan yang saat ini kacau balau dapat ditata dalam bingkai syariah.
Ini juga menunjukkan ketaatan yang sebenar-benarnya. Taat untuk bersegera melaksanakan seluruh perintah dan menjauhi segala laranganNya. Ketaatan yang melahirkan sosok-sosok yang rela memberikan pengorbanan terbaiknya untuk tertegakkannya kalimat Allah di muka bumi. Sebab ia yakin Islam dengan seluruh syariatnya adalah solusi hakiki yang Allah turunkan untuk berbagai persoalan kehidupan. Dan dengannya pula akan menghantarkan pada keridhoanNya di dunia dan di akhirat. Inilah kebahagiaan tertinggi yang ingin diraih setiap muslim. Wallahu’alam bisshowab.*
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!