Selasa, 17 Jumadil Akhir 1446 H / 16 Juni 2020 20:09 wib
3.937 views
Jangan Sampai Pelajar Dijadikan 'Tumbal' Kebijakan New Normal
PADA awal pandemi Covid-19, anak-anak disebut sebagai kelompok usia yang relatif tidak rentan terkena virus corona ini. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengemukakan fakta bahwa tingkat penularan virus corona pada anak-anak di Indonesia tergolong cukup tinggi sehingga harus membuat orangtua waspada.
Pemprov Jawa Barat masih menunggu arahan dari pemerintah pusat terkait rencana kebijakan pembukaan kembali sekolah di tengah pandemi virus Corona atau COVID-19. Rencana pembukaan kembali sekolah mulai ramai diperbincangkan menyusul beredarnya kabar terkait rencana pemulihan aktivitas masyarakat berdasarkan kajian awal Kementerian Koordinator Perekonomian. Dalam kajian awal tersebut disebutkan sejumlah fase pemulihan aktivitas masyarakat, salah satunya rencana pembukaan kembali kegiatan pendidikan di sekolah dengan sistem shift 15 Juni 2020.(jabar.sindonews.com 26/05/2020)
Kendati begitu, wacana pembukaan kembali sekolah ini tak mendapat respon baik. Beberapa kalangan menilai, situasi di Indonesia masih sangat tak kondusif untuk pembukaan lagi aktivitas belajar mengajar secara langsung.
Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah menilai pemerintah pusat perlu untuk menunda normal baru atau new normal pada lembaga pendidikan. Ia meminta hal tersebut setelah Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) secara resmi mengumumkan ada 800 anak Indonesia terpapar Covid-19 hingga akhir Mei 2020.
Kemudian Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda meminta pemerintah benar-benar mempertimbangkan secara matang rencana pembukaan sekolah di tahun ajaran baru mendatang. Jika perlu sebelum sekolah dibuka dilakukan simulasi penerapan protokol kesehatan sehingga meminimalisir potensi penularan wabah corona (Covid-19) di kalangan siswa. Dia menjelaskan pembukaan sekolah di masa pandemi merupakan sebuah pertaruhan besar. Apalagi hingga saat ini laju penularan Covid-19 di tanah air kian meningkat dan belum menunjukkan tanda-tanda penurunan.(nasional.tempo.co 2/6/2020)
Berdasarkan rilis resmi IDAI per 18 Mei 2020, tak kurang dari 584 anak dinyatakan positif mengidap Covid-19 dan 14 anak di antaranya meninggal dunia. Sementara itu, jumlah anak yang meninggal dunia dengan berstatus pasien dalam pengawasan (PDP) Covid-19 berjumlah 129 orang dari 3.324 anak yang dinyatakan sebagai PDP tersebut.(kumparan.com, 1/6/2020)
Bak gajah berjuang sama gajah, pelanduk mati di tengah. Pemerintah yang abai maka membawa petaka, apalagi di masa pandemi Covid-19 saat ini. Dikarenakan pemerintah belum mampu untuk mengendalikan penyebaran Covid-19, yang mana kurva positif virus ini pun belum melandai, bahkan masih menunjukkan tren kenaikan.
Pada praktiknya, Belajar Dari Rumah (BDR) banyak kesulitan yang didapatkan serta tak sedikit orang tua dan siswa yang mengeluhkan kerepotan dalam kegiatan ini. Mulai dari kurangnya komunikasi, internet yang belum memadai, serta tugas yang terlalu banyak. Sampai Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima aduan terkait anak-anak yang stres akibat diberi banyak tugas secara online.
Kemudian, akankah semua tenaga pendidik dan kependidikan sanggup mendisiplinkan siswa untuk rajin cuci tangan, pakai masker dan jaga jarak? Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengatakan penerapan protokol new normal di sekolah akan terkendala, karena akan sulit memantau anak-anak untuk tidak berkerumun atau untuk tertib memakai masker. Dengan begitu, keselamatan nyawa anak-anak sekolah dipertaruhkan.
Tidak dapat dipungkiri, semua permasalahan bermuara dari diterapkannya Sistem Kapitalisme. Pendidikan dalam sistem kapitalisme tidak ditujukan untuk membentuk kepribadian. Justru dijadikan penopang mesin kapitalisme dengan diarahkan untuk menyediakan tenaga kerja yang memiliki pengetahuan dan keahlian. Akibatnya kurikulum ditata dengan menekankan pada pengetahuan dan keahlian tetapi kosong dari nilai-nilai agama dan moral. Pada akhirnya hanya melahirkan manusia robotik, pintar dan terampil tapi tidak religius dan bermoral buruk. Maka dari itu, pandemi Covid-19 menunjukan bahwa di Tanah Air membutuhkan konsep pendidikan yang baru.
Dalam sistem pendidikan islam, aqidah dijadikan sebagai landasan utama. Aqidah Islam berkonsekuensi atas ketaatan pada syari’at Islam. Ini berarti tujuan, pelaksanaan, dan evaluasi pelaksanaan kurikulum harus terikat dengan ketaatan pada syari’at Islam.
Kurikulum pendidikan dalam Islam kepada peserta didik terdalat 3 hal yang harus dipenuhi. Pertama, berkepribadian Islam. Yaitu pola pikir (‘aqliyyah) dan pola sikap (nafsiyyah) yang berpijak pada aqidah Islam. Kedua, menguasai tsaqafah Islam. Yaitu ilmu-ilmu yang menambah pengetahuan tentang islam seperti; konsepsi, ide, dan hukum-hukum Islam. Ketiga, menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Menguasai IPTEK diperlukan agar umat Islam mampu mencapai kemajuan material sehingga dapat menjalankan fungsinya sebagai khalifah Allah di muka bumi dengan baik, seperti ilmu kedokteran, fisika, kimia, biologi, pertanian, pertenakan, dan lain-lain.
Negara sebagai penjaga dan pemelihara, yang menerapkan Islam secara menyeluruh. Khusus dalam bidang pendidikan, maka saat wabah belum terjadi, Islam telah mempersiapkan. Dan saat wabah terjadi, Islam telah menyediakan fasilitas pendidikan yang memadai, menggaji tenaga pendidik dan kependidikan secara layak, menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Sehingga pada saat wabah terjadi, pendidikan tidak terbengkalai. Rasulullah bersabda, "Siapa yang diserahi oleh Allah untuk mengatur urusan kaum Muslim, lalu dia tidak mempedulikan kebutuhan dan kepentingan mereka, maka Allah tidak akan mempedulikan kebutuhan dan kepentingannya (pada hari kiamat)" (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi). Wallaahu a'lam bish-shawwab.*
Fitria Zakiyatul Fauziyah Ch || Cimalaka, Sumedang
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!