Kamis, 27 Jumadil Awwal 1446 H / 21 Mei 2020 09:34 wib
3.903 views
Mudik Saat Pandemi, Ibarat Memakan Buah Simalakama
Oleh:
Alimah Izaura
BEBERAPA hari lagi umat muslim akan merayakan Hari Raya Idul Fitri. Sudah menjadi tradisi, Idul Fitri dirayakan bersama sanak saudara di kampung halaman. Mudik merupakan kegiatan tahunan yang sulit dipisahkan dari budaya muslim Indonesia.
Akan tetapi pada tahun ini, msyarakat dilarang mudik. Padahal setiap tahunnya hampir 10 juta penduduk Indonesia mudik untuk bersilaturahmi. Demi menjaga keamanan dari penyebaran virus Covid maka larangan mudik harus dipatuhi. Semula yang dilarang hanya ASN, pada akhirnya seluruh warga negara. Larangan ini tentu membuat shock negeri dengan mayoritas muslim ini.
Yang paling merasakan dampak larangan mudik adalah para mahasiswa, pelajar dan pekerja lepas. Mereka hanya menetap di kos-kosan tanpa tau harus kemana. Rasa rindu pada keluarga besar harus di tahan.
Lebih menyedihkan lagi nasibpekerja rantauan yang datang mengadu untund di ibukota. Pekerjaan diliburkan, tidak ada pendapatan. Kantor ditutup, sehingga tidak ada penumpang yang diangkut. Sementara perut terus meronta dan sewa kontrakan harus dibayar. Tak ayal, trotoarpun jadi tempat merebahkan badan.
Sedih, kecewa dan berbagai rasa jadi satu. Biasanya Ramadhan dan lebaran adalah momen yang paling nikmat bagi seluruh muslim Indonesia. Sangat terasa, Ramadhan kali ini sangat berbeda.
Akhirnya, menelang lebaran banyak pemudik yang nekat menerobos berbagai halangan. Naik truk, melewati jalan tikus, naik angkutan barang. Berbagai cara. Daripada kami melakukan tindakan kriminal di rantau baiklah kami pulang. Begitu alasannya.
Akan tetapi mudik tentu membahayakan pagi pemudik dan keluarga di kampung. Karena migrasi orang mengakibatkan migrasi virus. Bisa jadi virusnya 'nemu di jalan tapi tidak diketahui karena tidak ada gejala. Akibatnya keluarga di kampung yang imunitasnya rendah akan terdampak. Dan zona merah tidak lagi hanya Jakarta dan pulau Jawa, tapi merata di seluruh Indonesia
Larangan mudik sepertinya mulai kedodoran. Transportassi kembali diaktifkan. Antusias masyarakat untuk mudik ibarat gayung bersambut. Penguasa dan rakyat sama-sama tampak menyerah. Petugas kesehatan menjerit di rumah sakit dan berujar : Indonesia terserahlah! Suka-suka kalianlah!
Mudik membawa virus, tidak mudik menahan lapar dan rindu. Ibarat memakan buah simalakama, di makan bapak mati, tidka di makan ibu mati.
Akan tetapi bagi yang masih punya pertahanan untuk tidak mudik, bersabarlah. Gunakan kecanggihan teknologi untuk tetap bisa tersambung dengan keluarga. Semoga wabah ini segera berlalu. Jaga diri, jaga keluarga dan jaga bangsa kita dari penyebaran wabah Corona. Bersama kita bisa!*
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!