Sabtu, 27 Jumadil Awwal 1446 H / 16 Mei 2020 08:10 wib
3.627 views
Dilema Emak: Wacana Juli Anak Kembali Sekolah
"Kakak ayo Nak belajar!", seruan emak dengan frekuensi suara riuh rendah menghiasi hari-hari semenjak kegiatan belajar mengajar beralih ke rumah. Imbas penanganan pandemi global covid19 selain lesunya sektor perekonomian. Emak-emakpun tak luput dari sasaran.
Tiga bulan sudah anak-anak full berkegiatan di rumah. Semenjak pemerintah resmi membuat kebijakan belajar di rumah pada tanggal 16 Maret 2020. Bagi emak, ini ujian emosional. Selain mendadak menjadi guru di rumah. Tak jarang emak kerap disuguhkan beragam aksi penolakan anak-anak untuk belajar. Banyak emak yang kebingungan, dilema hingga dilanda stres.
Belum lagi urusan bapak yang kena PHK masal. Beras di rumah habis, terkadang adanya lauk nasi mengandalkan keliling cari pinjaman dahulu, tutup lubang gali lubang, untuk sekedar makan. Omzet hasil berjualan pun terjun drastis. Banyak pedagang yang mengeluhkan hasil pendapatannya bahkan banyak juga yang gulung tikar. Tak bisa dipungkiri, begitulah potret sebagian besar masyarakat kebawah.
Dilansir dari portal online CNN Indonesia, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berencana membuka kembali sekolah pada pertengahan Juli 2020.
"Kita merencanakan membuka sekolah mulai awal tahun pelajaran baru, sekitar pertengahan Juli," ujar Plt. Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud Muhammad Hamid kepada CNNIndonesia.com melalui pesan singkat, Sabtu (9/5).
Tentu saja ini membawa angin segar. Hanya saja ini juga yang membuat para emak mengerenyitkan dahi. Ini memang kabar baik akan tetapi sekaligus kabar buruk. Kabar baiknya anak-anak bisa kembali bersekolah. Emak tak lagi kebingungan membantu anak-anak mengerjakan soal-soal yang rumit. Tapi, kabar buruknya adalah tidak adanya kepastian dan jaminan virus covid19 tidak lagi menyebar dan mereka yang terinfeksi sudah dilakukan penanganan.
Faktanya, untuk mendeteksi seseorang terinveksi atau tidak harus dilakukan skrining medis. Akan tetapi, tes masal pendeteksi untuk mengetahui sebaran virus covid19 melalui metode Polymerase Chain Reaction (PCR) belum lagi dilakukan. Alasan klasik yang mengemuka adalah keterbatasan alat, sarana dan prasarana. Fakta ini dilansir dari CNN Indonesia, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) akan menggalakkan pemeriksaan atau tes swab melalui mesin polymerase chain reaction (PCR) untuk mengetahui sebaran kasus virus corona (Covid-19) secara lebih luas.
Pelaksana tugas Deputi II Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Dody Ruswandi melalui forum rapat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VIII DPR RI yang berlangsung secara daring pada Selasa (12/5), mengatakan target pemeriksaan 10 ribu tes Polymerase Chain Reaction (PCR) per hari.
Namun, dia mengakui target itu sulit dilakukan karena minimnya sarana dan prasarana, termasuk, kapasitas laboratorium.
Pantas saja, masih dari sumber yang sama CNN Indonesia, data korona Jawabarat mandek di 1.437 kasus (11/05/20).
Kebijakan plin plan penguasa menghasilkan penanganan lamban dan bertele-tele yang menyebabkan semua sektor lesu. Termasuk ke sektor pendidikan. Emak dilema, faktanya saat anak belajar di rumah terus menerus mereka jenuh dan akhirnya malah enggan untuk menengok buku pelajaran sekalipun. Andai Bulan Juli kebijakan baru diterbitkan dengan membuka kembali kegiatan belajar mengajar di sekolah dan tanpa adanya jaminan penyebaran virus covid19, sama saja seperti emak mengantarkan anak-anaknya ke jurang kematian. Bagaimana mungkin demikian duhai penguasa?
Rasanya, para emak teramat merindukan sosok pemimpin yang betul-betul tegas dalam mengambil setiap keputusan terbaik untuk rakyatnya tanpa mementingkan kepentingan asing dan aseng. Akan tetapi, dalam lingkaran alam kapitalisme semua itu mustahil terjadi.
Tak bisa kita pungkiri bahwa kita membutuhkan pemimpin yang amanah dan sholeh yang bisa memastikan betul bahwa setiap kebijakannya adalah untuk umat, untuk masyarakat. Teringat dalam catatan sejarah, bahwa ada sebuah peradaban yang mampu dan berhasil menangani pandemi global dengan tepat dan cepat pada masanya. Peradaban itu adalah pada masa emas peradaban Islam. Yakni pada masa Umar bin Khattab saat menangani wabah Tha'un.
Hanya saja masalahnya, pemimpin saat ini mau atau tidak merujuk pada sejarah yang telah berhasil menangani wabah dari sisi solusi penanganannya yang merujuk pada nash-nash syara'? Wallahu alam bi shawab.
Ira Faadhilah
Komunitas Ibu Pembelajar dan Revowriter Karawang
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!