Selasa, 27 Jumadil Awwal 1446 H / 12 Mei 2020 12:55 wib
4.523 views
Daging Babi Dijual Bak Daging Sapi, Perlindungan Konsumen Tak Lagi Dimiliki?
Oleh:
Anita Irmawati
Muslimah Voice Bogor
JAJARAN Satreskrim Polresta Bandung berhasil mengamankan penjual daging babi yang diolah menyerupai daging sapi. daging babi diolah menggunakan borak agar penampilan menjadi pucat seperti daging sapi. Daging itu kemudian dijual ke masyarakat dengan harga 75-90 ribu rupiah.
Pelaku sudah mengolah daging babi menyerupai daging sapi mencapai 63 ton dengan rata-rata perminggu mendistribusikan 600 kilogram dalam rentang waktu satu tahun, daging babi diperoleh pelaku dari Solo yang dikirim menggunakan truk pickup.
Polresta Bandung menangkap 4 pelaku, dua orang yang ditangkap adalah pengepul berinisial Y dan M, sedangkan dua lainnya merupakan pengecer berinisial AS dan AR, kasus ini akan terus diselidiki mengingat harga dibawah pasaran akan semakin luas didistribusikan, para pelaku dikenakan pasal 91 a junto pasal 58 ayat 5 UU 41 tahun 2014 tentang peternakan dan kesehatan hewan dan pasal 62 ayat 1 junto pasal 8 ayat 1 UU no 8 tahun 99 tentang perlindungan konsumen. Dimana ancaman hukuman penjara 5 tahun. Namun hak konsumen sudah tergadaikan demi keuntungan produsen. Senin (11/5).
Aksi penipuan penjualan daging babi yang menjual dengan label daging sapi sudah berjalan satu tahun di kabupaten Bandung. Hal ini tentu meresahkan konsumen masyarakat Bandung, pasalnya harga yang ditawarkan dibawah harga pasaran semakin menggiurkan ketika harga daging kian naik menjadi sangat mahal. Mengingat hari raya Idul Fitri sebentar lagi konsumsi daging dan kebutuhan lainnya akan melonjak tinggi hingga menimbulkan kenaikan harga-harga barang.
Kenaikan harga seperti sudah menjadi tradisi, pasalnya setiap Ramadhan dan lebaran tiba harga-harga kebutuhan pokok selalu melonjak tajam apalagi dibarengin dengan situasi Corona yang sedang menguncangan dunia. Miris produsen tak pernah berpikir bagaimana konsumen dengan uang pas-pasan mampu membeli daging sapi kaleng yang disantap dengan keluarga. Hak konsumen terabaikan saat pelaku meraup keuntungan, bukan hanya dalam kuantitas kecil namun 63 ton adalah jumlah yang besar yang telah dikonsumsi masyarakat yang mayoritas penduduknya beragama Islam.
Esensi Pengharaman Daging Babi Bagi Ummat Islam
Keuntungan diutamakan tanpa memperhatikan aturan atau kesehatan masyarakat. Mengingat jumlah penduduk Indonesia mayoritas beragama Islam. Pengharaman daging babi sudah jelas dengan hukumnya bukan sekadar kesehatan karena cacing pita terdapat didalamnya. Larangan dan haramnya daging babi sudah jelas dalam firman Allah SWT.
إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ ۖ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Sesungguhnya Dia hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah. Tetapi barang siapa terpaksa (memakannya), bukan karena menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
(Al-Baqarah (2) : 173)
Hal ini bukan sekadar perlindungan konsumen akan kesehatan yang membahayakan karena mengonsumsi cacing pita, namun ada perlindungan akidah dimana ummat Islam dikelabui dengan memakan daging sapi 'kaleng'. Karena kebebasan beragama dijamin negara. Pemerintah seakan abai ketika kecolongan saat penjualan daging babi yang diklaim daging sapi kian marak dalam satu tahun belakangan. Masyarakat harus menanggung beban jika cacing pita itu mempengaruhi kesehatan serta berharap agar Allah memberikan ampunan karena salah memakan daging babi yang dilabeli daging sapi.
Saat Islam Menjamin Semua Aspek Kehidupan
Aturan yang salah akan membuat ummat Islam terpojokkan, apalagi aturan yang berlawanan membuat ummat hanya mampu memegang pendirian secara individu bukan lagi kolektif dalam tatanan negara. Kenaikan harga menjadi beban saat sulit menikmati santapan lezat dari daging sapi. Kenaikan selalu terjadi setiap tahun apalagi menjelang ramadhan dan Idul Fitri. Pemerintah dinilai abai saat kenaikan harga dimainkan oleh para pemilik modal, uang hanya berputar pada sekelompok orang yang memonopoli pasar hingga harga yang dipermainkan sesuka hati namun hak konsumen terabaikan. Jaminan halal haram saja dilanggar apalagi kesehatan. Terbukti masih banyak makanan yang dijual dengan repacking (pengemasan ulang) padahal tanggal kadaluarsa sudah tertera apalagi daging babi yang berhukum haramnya sudah pasti.
Dalam Islam harga ditentukan oleh negara tak ada kenaikan harga apalagi memonopoli pasar oleh swasta. Negara berperan penuh dalam menjamin kebutuhan warganya. Halal haram menjadi standar dalam memutuskan kebijakan. Jaminan konsumen akan diperhitungkan dan dilindungi apalagi perlindungan akidah yang dijadikan sebagi prioritas negara baik bagi muslim maupun non muslim. Tak ada paksaan jika negara Islam harus berpenduduk 100% muslim namun ada heterogen dalam memeluk dan meyakini keyakinan namun 100% aturan yang digunakan dalam kancah politik baik dalam atau luar negeri berasal dari Islam dengan sumber Al-Qur'an dan As-sunah yang telah ditetapkan. Karena hak beragama itu bebas bagi setiap individu yang dijamin negara.
Pelindung bukan hanya dalam tatanan individu, namun masyarakat dan negara ikut terlibat dalam melindungi seluruh aspek kehidupan. Bagaimana pasar akan selalu terkontrol baik harga atau komoditas yang dijual. Jadi tidak ada lagi penjualan daging babi yang marak dilakukan karena kenaikan daging sapi. Bahkan negara akan membagikan secara gratis kebutuhan tidak mencari apalagi mendzolimi rakyat dengan segala alasan, atau menunggu wabah melanda seperti sekarang yang pemerintah tidak mampu saluran bantuan pada masyarakat yang membutuhkan. Karena negara adalah penjamin hajat orang banyak, tidak pilih kasih apalagi mengurangi hak rakyat. Justru dengan Islam seluruh aspek kehidupan dilindungi dan dijamin dalam pemenuhannya. Wallahu'alam.*
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!