Sabtu, 27 Jumadil Awwal 1446 H / 9 Mei 2020 11:15 wib
3.491 views
Ilusi Keamanan dan Kesejahteraan di Tengah Pandemi Covid-19
Oleh:
Roslina Basir
Kepala Perpustakaan Kampus STIKES Salewangan Maros
PROGRAM asimilasi 38.882 narapidana dalam rangka pencegahan virus corona menambah beban pikiran rakyat baik secara fisik maupun psikis. Bagaimana tidak penerapan PSBB pembatasan sosial berskala besar dan beberapa kebijakan lainnya cukup keras memukul perekonomian rakyat yang sebelumnya normal seketika lumpuh tanpa persiapan apa apa.
Pengharapan hidup rakyat tinggal sekadar berlutut belas kasih dari pemerintah. Namun rupanya belum kering duka bagaimana ide membangun ekonomi tiap tiap mereka, rakyat harus menelan pil pahit kejahatan para napi yang baru saja bebas. Dilansir dari media online detikNews ada 27 napi berulah lagi setelah dibebaskan 21/4/2020, alasan klasik para napi pun terurai bahwa mereka belum dapat pekerjaan dan terpaksa mencuri untuk kebutuhan makan, geliat kekhawatiran pun muncul bagaimana nasib rakyat yang sudah segudang persoalan ini jika pandemi corona tak kunjung usai ?
Rujukan kebijakan yang diambil pemerintah dengan tidak melibatkan ahli dan banyak pihak dianggap kurang seriusnya pemerintahan dalam menangani persoalan virus yang mendunia ini, hitung saja sejak awal masuknya kasus kematian dua orang yang diumumkan langsung oleh priseden joko widodo di gedung istana keperisedanan pada hari senin 2/3/2020 (kompas.com), diwaktu yang bersamaan belum ada pelarangan penerimaan wisatawan dari luar negeri.
Begitu pun dengan masuknya tenaga kerja asing atau pelarangan penerbangan masuk dan keluar dari indonesia, padahal kita tahu seksama bahwa virus corona berasal dari luar Indonesia. Jika melihat efek domino yang dimainkan pemerintah dalam mengambil kebijakan tentu tidak lepas dari kepentingan ekonomi negara kapitalis lainnya. Ibarat perpanjangan hubungan simbiosis mutualisme keakraban yang dijalin berlandas pada kemanfaatan bersama. Lihat saja kebijakan lockdown yang dilakukan 19 negara yang tingkat efektifitas pemutus rantai penyebaran corona lebih tinggi tidak pula diambil, padahal kita sadar bahwa pelajaran yang baik tentu diperoleh dari sejarah manusia yang berhasil.
Belum lagi rakyat korban PHK dan pekerja yang dirumahkan sekitar 1.9 juta orang (kompas.com) 19/4/2020. Tentu saja beban hidup mereka bertambah pelik. Banyak kasus kelaparan, kekerasan dalam rumah tangga, kondisi batiniah yang stres dirumah saja dan kondisi lainnya yang memprihatinkan dan bukan tidak mungkin kejahatan tidak terencana karena dorongan kebutuhan perut terjadi ataupun tindakan kejahatan lainnya dijadikan pilihan akhir setelah tidak mampu membantu ekonomi keluarga yang ambruk.
Berbeda jauh dengan Islam, pertimbangan melemahnya ekonomi akibat lockdown bukanlah prioritas. Sebab ajaran Islam memandang bahwa jiwa satu orang lebih mulia dari bumi dan seisinya sehingga pemerintah bertanggung jawab penuh terhadap rakyat, baik dari segi kecukupan pangan, ketenangan jiwa dan keamanan fisik. Sehingga langkah langkah preventif wajib dilakukan pemerintah untuk mencegah keberadaan virus maupun dalam keadaan normal misalkan negara:
Pertama, mengedukasi rakyat bagaimana hidup sehat dengan mengatur perkara makanan dan cara hidup bersih. Allah berfirman dalam surah an-Nahl 114 “ Makanlah oleh kalian rezeki yang halal lagi baik yang telah Allah karuniakan kepada kalian”. Islam telah mengajarkan umatnya bagaimana melaksanakan amar makruf nahi munkar dengan mewajibkan aktifitas dakwah mengingatkan apa apa saja yang halal dan haram dimakan.
Kedua, tanggungjawab negara yang lainnya adalah memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas, membangun sanitasi yang baik. Pada rakyat Eropa ada masa dikenal dengan masa the black death 1346-1353, terjadi wabah kolera karena kebiasaan rakyat membuang hajat disungai sungai, terkait kebersihan syariah islam sudah membahasanya dalam hukum hukum thararah.
Ketiga, selanjutnya upaya preventif yang tidak kalah penting dilakukan Islam adalah karantina wilayah sebab berbicara soal penyakit sudah lumrah kita tahu bahwa ada penyakit yang menular dan tidak menular. Di dunia Islam, di Madinah saat itu di masa Rasulullah pernah terjadi wabah kusta yang belum ada obatnya. Untuk mengatasi hal itu Rasulullah menerapkan karantina atau isolasi terhadap penderita dan Rasulullah memerintahkan orang itu tidak dekat dan melihat orang yang terkena kusta. Rasul pun membangun tembok sebagai pemisah antara yang sehat dan tertular wabah.
“Jika kalian mendengar wabah terjadi disuatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah tersebut. Sebalikanya jika wabah itu terjadi ditempat kalian tinggal, janganlah kalian meninggalkan tempat itu.” (HR. Al-Bukhari).
Yang terakhir adalah negara sepenuhnya menyokong dan mendukung secara materi dan moral upaya penelitian dan penciptaan vaksin sebagai obat bagi penyakit menular.
Usaha untuk memberikan keamanan dan kesejahteraan kepada rakyat tidak sanggung dipenuhi oleh rakyat sendiri tanpa adanya peran negara dan elemen masyarakat. Sehingga usahan serius penangan covid patut menjadi perhatian bersama untuk mengembalikan kondisi normal seraya kita meminta pertolongan kepada Allah agar ujian covid segera berlalu.*
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!