Sabtu, 27 Jumadil Awwal 1446 H / 18 April 2020 20:35 wib
4.324 views
Minyak Dunia Murah Meriah, Apa Kabar BBM dalam Negeri?
Oleh:
Djumriah Lina Johan
Praktisi Pendidikan dan Pemerhati Sosial Ekonomi Islam
RENCANA pemerintah untuk menurunkan harga BBM saat harga minyak mentah dunia murah meriah tak kunjung terealisasi. Pengamat Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmi Radi mengatakan, Pertamina lebih sigap menyesuaikan harga BBM ketika harga minyak dunia naik ketimbang saat harga sedang turun. Padahal, penurunan harga BBM bisa jadi stimulus tambahan di tengah wabah COVID-19.
Ia juga mengingatkan bahwa sebagai Badan Usaha Milik Negara, Pertamina punya peran dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. “Pertamina sebagai BUMN dia kan ingin meraup laba sebesar-besarnya, tapi tugas utama Pertamina itu kan tidak semua mencari profit ya. Ada tujuan lain yang ingin dicapai,” ujarnya kepada Tirto, Jumat (17/4/2020).
Apalagi, penurunan harga minyak dunia juga sudah berlangsung sejak Desember 2019. Berdasarkan data Bloomberg, per pukul 15.38 WIB hari ini, Jumat (17/4/2020), harga minyak mentah golongan West Texas Intermediate untuk kontrak Mei 2020 berada di angka 18,34 dolar AS per barel. Sementara harga minyak mentah jenis Brent untuk kontrak Juni berada di angka 27.76 dolar AS per barel. “Mestinya Pertamina itu sudah menurunkan harga BBM, khususnya yang non-subsidi. Karena harga BBM non-subsidi itu penetapan harganya itu kan berdasarkan mekanisme pasar,” tuturnya.
(Tirto.id, Jumat, 17/4/2020)
Keengganan Pemerintah dalam menurunkan harga BBM di kala harga minyak dunia murah meriah sebenarnya justru menampar kita bahwa :
Pertama, Pertamina secara gamblang memproklamirkan diri sebagai korporasi. Sebagaimana realitas korporasi, maka tentu hal utama yang dikejar adalah keuntungan. Keadaan minyak dunia sekarang malah dipandang sebagai anugerah yang dapat memperlancar rezeki perusahaan BUMN ini.
Kedua, walaupun presiden telah meminta untuk menyesuaikan harga BBM dengan minyak dunia. Pertamina tetap tidak bisa menurunkan harga BBM dengan dalih belum ada koordinasi dengan Kementerian ESDM. Hal ini mengarahkan pada ketidakseriusan Pemerintah untuk menurunkan harga BBM dalam negeri.
Ketiga, hakihatnya jika penguasa negeri ini benar-benar menginginkan kesejahteraan rakyatnya. Menurunkan harga BBM akan semudah menaikkan harga ketika minyak dunia merangkak naik. Namun, karena terlalu nampak jelas bahwa rezim sekarang penganut sistem neoliberalisme. Maka tak akan kita dapati upaya mewujudkan kesejahteraan tersebut.
Keempat, sejatinya negara ini telah berjalan ke arah kesempurnaan penerapan sistem kapitalisme liberal. Konsep kapitalisme menempatkan negara hanya berfungsi sebagai regulator saja. Sehingga slogan kesejahteraan rakyat nyatanya hanyalah gimik. Sebab, secara riil negara semata-mata penghubung antara korporat dengan rakyat.
Dengan demikian, harapan kesejahteraan rakyat mustahil terwujud bila negara ini masih bertahan dengan konsep sesat sistem kapitalisme. Harus ada gebrakan serius berupa perubahan menyeluruh hingga menyentuh pergantian sistem. Agar tujuan kesejahteraan rakyat tidak hanya menjadi isapan jempol belaka. Tetapi nyata sebagai tujuan yang wajib direalisasikan.
Di dalam kitab Nidzamul Iqtishadi Fil Islam, karya seorang mujtahid mutlak, Syeikh Taqiyuddin An Nabhani. Terdapat tiga jenis kepemilikan di dalam Islam, yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara.
Kekayaan alam termasuk di dalamnya BBM adalah bagian dari kepemilikan umum. Hal ini berdasarkan hadits riwayat Abu Dawud, Rasulullah saw bersabda, “Kaum Muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, rumput, dan api”.
Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Rasul saw bersabda, “Tiga hal yang tidak boleh dimonopoli: air, rumput, dan api”.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kepemilikan umum ini wajib untuk dikelola negara. Dan hasilnya diserahkan untuk kesejahteraan rakyat secara umum. Begitupun sebaliknya, haram hukumnya menyerahkan kepemilikan umum kepada individu, swasta maupun asing.
Islam pun memandang BBM yang menjadi bagian dari kepemilikan umum ialah barang yang dibutuhkan (hajah asasi). Dimana ketersediaannya di tengah masyarakat harus selalu aman. Kuota pendistribusiannya harus pas bahkan lebih demi mewujudkan terpenuhinya kebutuhan umat.
Disinilah peran negara untuk mengeksplorasi energi itu dan mendistribusikannya kepada rakyat. Jika negara menjualnya, negara harus mendistribusikan keuntungan hasil penjualannya kepada rakyat dalam berbagai bentuk. Negara tidak boleh memungut dari rakyat kecuali pungutan yang tidak melebihi biaya riil untuk pendistribusian BBM.
Konsep Islam dalam pengelolaan kekayaan alam ini terutama bahan bakar minyak akan memastikan hasil kekayaan alam Indonesia kembali kepada rakyat. Walhasil, rakyat akan merasakan kemakmuran dalam artian yang sebenarnya. Maka tidak berlebihan ketika Koes Plus mengatakan tanah kita, tanah surga.
Sehingga sebagai konsekuensi keimanan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, setiap Muslim, termasuk para penguasanya, wajib terikat dengan seluruh aturan syariah Islam. Karena itu semua perkara dan persoalan kehidupan, termasuk masalah pengelolaan sumber daya alam, harus dikembalikan pada Al Qur’an dan as-Sunnah. Allah SWT berfirman, “Jika kalian berselisih pendapat dalam suatu perkara, kembalikanlah perkara itu kepada Allah (al Quran) dan Rasul-Nya (as-Sunnah) jika kalian mengimani Allah dan Hari Akhir.” (TQS. an-Nisa ayat 59)
Selain itu, apa saja yang telah ditentukan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya, termasuk ketentuan dalam pengelolaan sumber daya alam wajib dilaksanakan. Tak boleh dibantah apalagi diingkari sedikit pun. Allah swt berfirman, “Apa saja yang dibawa oleh Rasul kepada kalian, terimalah (dan amalkan). Apa saja yang dia larang atas kalian, tinggalkanlah. Bertakwalah kalian kepada Allah. Sungguh Allah sangat pedih azab-Nya.” (TQS. al-Hasyr ayat 7)
Allah SWT telah menjadikan ketaatan terhadap apa saja yang diputuskan oleh Rasulullah saw sebagai bukti keimanan seseorang, “Demi Tuhanmu (wahai Muhammad), pada hakikatnya mereka tidak beriman hingga mereka menjadikan engkau Muhammad sebagai hakim dalam semua perselisihan yang timbul di antara mereka, kemudian mereka tidak merasa berat di hati mereka terhadap apa yang telah engkau putuskan, dan mereka menerima keputusan itu dengan ketundukan sepenuhnya.” (TQS. an-Nisa ayat 65)
Dengan demikian, untuk mengakhiri polemik keengganan Pemerintah untuk menurunkan harga BBM, mau tak mau kita harus kembali pada ketentuan Islam. Sebab, tidak ada solusi tuntas permasalahan ini ketika tidak memakai cara pandang Islam. Tidakkah kalian setuju? Wallahu a’lam bish shawab.*
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!