Kamis, 13 Jumadil Awwal 1446 H / 21 November 2019 14:44 wib
5.407 views
Penjilat Politik
Oleh: M Rizal Fadillah
Di periode kedua ini orang di lingkaran Presiden "berterimakasih" dan berlomba lomba melakukan jilatan politik. Asumsinya bahwa Presiden bisa dua periode berarti hebat bahkan spiritualis bisa saja menganggap "sakti mandraguna".
Tentu tidak bagi lawan atau pengkritiknya. Dikatakan penjilat jika dukungan atau bantuan atau sikap terhadap Presiden berlebihan. Diluar kewajaran.
Semua tahu tentang Putera Jokowi Gibran Rakabuming Raka, anak muda pengusaha, tidak memiliki pengalaman politik. Kini "didorong" untuk maju dalam kompetisi Pilwalkot Solo. Didukung oleh banyak partai. Yang mengejutkan adalah dukungan Gerindra dan konon PKS yang biasanya mencalonkan sendiri pasangannya.
Orang bertanya ada keanehan dalam dukungan "rame rame" pada sang putera Presiden ini. Berhubungankah dengan masuknya Gerindra dalam "Koalisi" Jokowi. Lebih menukik ikutnya "Duo Prabowo" di Pemerintahan Jokowi?
Dalam politik memang serba bisa. Tetapi diluar kewajaran bila Partai yang biasa berlawanan, tiba tiba "all out" mendukung begini. Menjilatkah ?
Yang lebih mengenaskan adalah Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo yang mengusulkan agar varietas anggur yang ditemukan diberi nama "Jan Ethes SP1", mengambil nama dari cucu Jokowi atau putra Gibran. Alasannya lucu, lincah dan lainlah. Anggur kok lucu dan lincah. Ini kentara sekali jilatan politiknya. Berlomba mendekat pada Jokowi.
Kita jadi teringat tukang sihir Fir'aun ketika meminta upah jika menang melawan Musa. Upah tertinggi adalah "dekat" dengan Raja. Jawaban Fir'aun "na'am wa innakum idzan laminal muqorrabiin" (benar, sesungguhnya kalian akan menjadi "orang dekat" ku)--QS Asyu'araa 42.Dekat dengan Raja bisa dapat fasilitas dan banyak prioritas.
Inilah bahaya berlama lama jadi Raja ataupun Presiden. Satu, dua, tiga periode atau seumur hidup. Kultus akan terbentuk. Fir'aun sudah sampai tahap Tuhan. Haman (Panglima), Bal'am (Agamawan), dan Qorun (Pengusaha) merasa nyaman berada didekat Fir'aun. Mereka menjadi elit yang senantiasa membentengi dan menjilati. Fir'aun kuat mereka merajalela, Ketika Fir'aun hancur semua ikut hancur. Demikian risiko berada dalam suatu "maqom" rezim.
Nah, kembali kepada para penjilat kekuasaan sebaiknya menimbang dahulu perasaan masyarakat atau rakyat. Jangan sekedar memikirkan karir dan uang. Dulu Iwan Fals pernah membuat lirik lagu :
"... Jadi penjilat yang paling tepat. Karirmu cepat uang tentu dapat. Jadilah Durna jangan jadi Bisma. Sebab seorang Durna punya lidah sejuta...".
Perumpamaan dalam Al Qur'an adalah hewan anjing yang mengeluarkan air liur dan menjulurkan lidah. Penuh hasrat meski dengan menjilat. Rosul menyebut pencari muka sebagai "dzal wajhain" pemilik dua wajah. Dan itu adalah seburuk buruk manusia "inna min syarrin naas".
Penjilat politik merupakan makhluk yang hina dina dan tak punya marwah.
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!