Jum'at, 6 Jumadil Awwal 1446 H / 18 Oktober 2019 10:46 wib
4.109 views
Keangkuhan Jenderal
Oleh: M Rizal Fadillah (Pemerhati Politik)
Semula tak ingin ikut mengomentari kasus di internal lingkup TNI. Sudah banyak pengkritis menyoroti. Tapi mengingat solidaritas publik mesti dibangun lebih luas, maka agar kebijakan yang semena-mena tidak terulang dan sikap angkuh seorang Jenderal adalah hal yang tidak baik, maka diputuskan ikut nimbung.
Apalagi Andika sang mantu Jenderal Hendro digadang gadang naik jabatan. Kelak jika jadi pemimpin bersikap "brangasan" bisa repot semua.
Pembebastugasan Dandim Kendari Kolonel Hendi Suhendi dan penjara 14 hari akibat postingan istri, jelas berlebihan. Apalagi dengan diumumkan ke publik sebuah sanksi militer jelas wajar menimbulkan reaksi publik pula.
Hukum disiplin militer nampaknya tidak pas untuk kesalahan istri yang tak berhubungan dengan institusi TNI. Kesalahan dia hanya karena istri seorang Komandan Distrik Militer. Kolonel yang pernah bertugas sebagai Atase Pertahanan di Rusia.
Mesti ada paradigma lebih cerdas di era multi media. HP menjadi pegangan setiap orang yang mudah menuangkan dan mudah pula mengakses. Jika "baperan" maka baiknya kita larang saja HP untuk digunakan. Pemerintah lakukan pelarangan. Tapi kan tidak mungkin. Apa kata dunia. Jadi bijak bijak dalam menyikapi konten, di samping check and recheck juga sikap dewasa dalam mengambil tindakan.
Masalah Wiranto sangat kontroversi. Orang sebenarnya masih bebas menanggapi karena belum ada kepastian hukum. Benar atau tidak dan bagaimana duduk perkaranya. Si penusuk belum diproses hukum.
Tertusuk tidaknya juga perlu pembuktian, oleh pisau atau bisa oleh yang lain. Tidak cukup pengumuman sepihak. Penusukan adalah perbuatan pidana penganiayaan. Ini negara hukum bukan negara pengumuman.
Nah menghukum Dandim tanpa didahului oleh proses uji kebenaran hukum adalah kesewenangan. Jenderal Andika Perkasa melakukan kekeliruan. Masyarakat bisa menilai. Kembali ke yang tadi ini bukan ikut campur urusan TNI, akan tetapi KSAD telah menghukum di depan publik. Maka publik pun membaca dan berhak menilai.
Apapun pandangan tetapi nyatanya hukum internal berjalan. Meskipun demikian fakta telah tergoges, Jenderal Andika mulai membuat kesalahan. Ada cacat dalam perjalanan kariernya. Publik bisa membaca.
Ke depan semoga kita memiliki Jenderal Jenderal yang baik dan tidak angkuh. Pembela kebenaran dan keadilan, bukan sekedar menjadi pembela seorang Wiranto. Berharap kan boleh saja, toh ?
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!