Rabu, 6 Jumadil Awwal 1446 H / 26 Juni 2019 13:11 wib
3.604 views
Diskriminasi
Oleh: M Rizal Fadillah (Pemerhati Politik)
Ketika Presiden berkompetisi menjadi Capres Pemilu 2019 ia tidak berhenti dari statusnya sebagai Presiden. Sementara Gubernur dan Bupati/Walikota yang maju berkompetisi kembali harus menanggalkan statusnya sebagai Gubernur, Bupati atau Walikota.
Inilah yang disebut diskriminasi. Meski ditafsir dengan "tidak bertentangan dengan aturan" akan tetapi posisi Presiden yang bertarung tanpa melepaskan jabatannya adalah kompetisi yang tak berimbang atau tidak adil. Diskriminasi ditentang karena faktor ketidakadilan. Kini ternyata semakin terbukti bahwa memang indikasi ketidakadilan bahkan kecurangan itu terjadi. Persidangan MK membuka banyak borok dari status kompetisi diskriminatif tersebut.
Dalam berita di media terungkap ucapan seorang Gubernur yang menyatakan bahwa aparat tidak harus netral. "Buat apa netral" katanya sambil mengarahkan untuk memihak pada salah satu pasangan. Hal tersebut disampaikan dalam Training Of the Trainers saksi pasangan Nol Satu. Gubernur tentu mengelak melanggar hukum, akan tetapi ia tak bisa mengelak telah berbuat diskriminatif. Tidak netral. Lagi lagi persidangan MK membuka fakta ketidakadilan atau kecurangan ini.
Belum lagi viral medsos video Bupati yang mengomando aparat di bawahnya untuk berpihak pada pasangan Nol Satu.
Tindakan Presiden, Gubernur, atau Bupati yang dikualifikasikan diskriminatif seperti ini mencoreng karakter kepemimpinannya. Sekaligus menggambarkan tumbuh berkembangnya budaya "tak tahu malu" di kalangan pemimpin kita saat ini. Terjadi krisis mental penguasa di rezim yang rajin berkampanye tentang "revolusi mental".
Pembangunan infrastruktur yang gencar tak ada artinya jika tak dibarengi dengan pembangunan kultur. Diskriminasi sosial, politik dan hukum karena faktor uang dan kedudukan menyebabkan bangsa ini semakin terpuruk di lembah krisis.
Diskriminasi bukan saja kaitan ras dan etnis tetapi juga soal status sosial. Ini sering dilupakan. Surat 4:135 yang dibacakan akhir oleh Tim Hukum Pasangan Prabowo Sandi, dikutip awal oleh Tim Hukum Pasangan Jokowi Ma'ruf, terpampang di pintu masuk Mahkamah Konstitusi, dan tertulis di dinding Harvard University itu sebenarnya berbicara ketidakadilan dengan dasar status sosial ini. Kuat atau lemah, pejabat atau rakyat, kaya atau miskin.
Diskriminasi adalah penyalahgunaan jabatan dan permainan uang yang membawa konflik dan kehancuran.
Diskriminasi adalah ketidakadilan berbasis hawa nafsu yang menyebabkan penyimpangan sosial, ekonomi, hukum dan politik. Diskriminasi adalah manipulasi Konstitusi untuk sekedar legitimasi.
Kita sedang menunggu apakah Majelis Konstitusi itu berpihak pada kebenaran atau kalah oleh uang dan jabatan? Penegak keadilan atau lembaga yang juga tak berdaya melawan politik diskriminasi? Ataukah memang MK juga adalah kekuatan dari diskriminasi itu?
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!