Kamis, 24 Jumadil Awwal 1446 H / 13 Juni 2019 11:28 wib
6.463 views
Budaya Pengemis Tumbuh Subur pada Masyarakat Sekuler
BUDAYA pengemis tidak asing lagi di dunia, termasuk di Indonesia. Bisa dikatakan jumlah pengemis saat ini bagai jamur di musim hujan. Banyak modus yang mereka lakukan demi mendapatkan uang, mulai dari pura-pura buta hingga pura-pura cacat. Kebohongan dan penipuan ini mereka lakukan demi uang, mereka tergiur akan mudahnya mendapatkan uang hanya dengan menengadahkan tangan kepada setiap orang.
Tidak bisa dipungkiri bahwa banyak pengemis di Indonesia ini, disebabkan faktor kebutuhan hidup yang meningkat, lapangan pekerjaan yang sulit didapat dan pendidikan yang rendah membuat mereka terpaksa melakukan apa saja demi memenuhi kebutuhan hidup termasuk mengemis.
Puncak dari aktivitas itu, yaitu di Hari Raya Idul Fitri. Pada saat Idul fitri setiap umat muslim diwajibkan untuk membayar zakat fitrah. Dan momen itu akan dimanfaatkan oleh para pengemis musiman untuk meraup keuntungan dari orang orang yang akan membayar zakat.
Budaya dan kebiasaan mengemis, ternyata tanpa disadari semakin mengakar kuat. Hal ini tampak misalnya, ketika dihari raya setiap anak-anak meminta uang "Ampau Lebaran". Hal ini bisa dikatakan sebagai kebiasaan "mengemis" di era milenial. Kebiasaan ini tanpa disadari telah berdampak pada pembentukan karakter anak-anak di era milenial yang senang meminta-minta dan menjadi kebiasaan yang membudaya.
Bahkan ada yang sampai mengemis-ngemis memaksa untuk mendapatkan yang diinginkan. Dan kadang merusak niat atau maksud ketika melakukan pertemuan atau kunjungan ke rumah sanak saudara dan tetangga, yang seharusnya didorong oleh niatan untuk bersilahturahim dan bersilahukhuwah, berubah menjadi sekedar untuk mewujudkan keinginan memperoleh "Ampau Lebaran". Padahal yang seharusnya ditanamkan pada generasi saat ini dan harus dilakukankah sejak kecil, adalah menanamkan karakter bahwa "tangan diatas lebih baik daripada tangan dibawah".
Fenomena di atas adalah akibat Islam telah dicampakkan dari kehidupan. Dengan kata lain akibat adanya sekulerisme yang terus bercokol di negeri ini, yang telah berhasil ditanamkan dan diwariskan oleh kaum penjajah. Sekulerisme telah membuat kaum muslim menjauh dari aturan agamanya yaitu aturan Islam. Bahkan profesi menjadi pengemis telah dianggap sebagai hal yang wajar, sehingga terus tumbuh subur dan berkembang, walaupun telah jelas keharamannya.
Di antara dalil-dalil syari yang menunjukkan haramnya mengemis dan meminta-minta sumbangan, diantaranya adalah hadis berikut ini : Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar radhiyallahu anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Seseorang yang senantiasa meminta-minta kepada orang lain sehingga ia akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan tidak ada sepotong daging pun di wajahnya."
Dan diriwayatkan dari Hubsyi bin Junaadah radhiyallahu anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Barang siapa meminta-minta kepada orang lain tanpa adanya kebutuhan, maka seolah-olah ia memakan bara api."
Sesungguhnya syariah Islam telah menjelaskan secara rinci, Islam mendorong setiap individu untuk bekerja dan berusaha mencari rezeki dan ini menjadi kewajiban bagi laki laki yang mampu untuk memenuhi nafkah dirinya dan orang orang yang menjadi tanggungannya, untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan sekunder dan tersier.
"Dari Abu Abdullah Az-Zubair bin Al-‘Awwam r.a., ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: Sungguh seandainya salah seorang di antara kalian mengambil beberapa utas tali, kemudian pergi ke gunung dan kembali dengan memikul seikat kayu bakar dan menjualnya, kemudian dengan hasil itu Allah mencukupkan kebutuhan hidupmu, itu lebih baik daripada meminta-minta kepada sesama manusia, baik mereka memberi ataupun tidak." (HR. Bukhari).
"Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: Sungguh, seandainya salah seorang di antara kalian mencari kayu bakar dan memikul ikatan kayu itu, maka itu lebih baik, daripada ia meminta-minta kepada seseorang, baik orang itu memberinya ataupun tidak." (HR. Bukhari dan Muslim).
Imam as-Sarakhsi didalam Al-Mabsuth menyebutkan riwayat : Rasul saw, pernah menjabat tangan Saad bin Muadz ra. Ternyata tangannya kasar kapalan, lalu Nabi saw menanyakan hal itu. Saad menjawab "aku bekerja menggunakan kapak dan sekop untuk menafkahi keluargaku," (mandengar itu) Rasul saw mencium tangannya dan bersabda "ini adalah kedua telapak tangan yang dicintai oleh Allah SWT."
Dengan demikian orang yang bekerja juga berarti terbebas dari pengangguran, bisa menghasilkan kehormatan, jiwa yang tunduk dan pemeliharaan 'iffah (kehormatan) dari kehinaan meminta-minta. Didalam hadis diatas terdapat dorongan untuk bekerja, mencari rezeki, bekerja atau mencari rezeki dan didalamnya terdapat keutamaan dan keluhuran.
Itulah yang menjadi salah satu kebijakan politik ekonomi dalam Islam. Yaitu memenuhi kebutuhan pokok tiap individu secara sempurna dan menciptakan peluang bagi setiap orang untuk dapat bekerja agar terpenuhinya kebutuhan sekunder dan tersier. Dengan demikian hadis hadis tentang dorongan untuk bekerja itu merupakan bagian dari politik ekonomi Islam.
Wallahu'alam bish shawab.*
Tati Ristianti
Ibu rumah tangga tinggal di Bandung, Jawa Barat
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!