Jum'at, 24 Jumadil Awwal 1446 H / 17 Mei 2019 12:42 wib
6.745 views
Ilusi SDG’s Atasi kemiskinan
Oleh:
Siti Syamsiyah
SDG’s (Sustainnable development goals) merupakan bentuk agenda global berwujud pembangunan berkelanjutan yang didalmnya terdapat 17 tujuan dan 169 target yang ingin dicapai secara terukur dengan tenggat waktu yang ditentukan. SDG’s merupakan program yang dijalankan untuk menggantikan MDG’s (Milennium development Goals) yang diterbitkan pada 21 Oktober 2015 (kompasiana.com). SDG’s adalah bentuk kesepakatan negara-negara anggota PBB bersifat antisipatif, transaran, dan inklusif, serta mewakili kesepakatan-kesepakatan yang terjadi sebelumnya.
Perubahan yang diinginkan dalam SDG’s ini meliputi pembangungan berkelanjutan berdasarkan hak asasi manusia, kesetaraan untuk meningkatkan pembangunan, sosial, ekonomi dan lingkungan hidup. SDG’s diharapkan mampu menjadi solosu bagi masalah-masalah yang terjadi di banyak negara di dunia. Namun, apakah SDG’s merupakan solusi yang tepat dan apakah dampaknya sudah terasa terutama untuk Indonesia?
Kasus kemiskinan misalnya masih menjadi masalah utama di dunia dan merupakan agenda point utama SDG’s dalam 16 agenda lainnya. Bank Dunia mengklaim bahwa kemiskinan ekstrim telah menurun menjadi 10% di tahun 2015 jika sebelumnya pada tahun 2013 menyentuh angka 11%. Angka ini memang sebuah progress, namun melambat. Target pencapaian pemberantasan kemiskinan tahun 2030 dikhawatirkan tidak berjalan sesuai rencana (kompas.com). Sedangkan di Indonesia, angka kemiskinan masih tergolong tinggi. Kepala Badan Pusat Statistik Suhariyanto menyebutkan bahwa kemiskinan Indonesia memang menyentuh angka terendah sekitar 9,82% semester pertama tahun 2018, namun jumlah ini tidaklah sedikit jika dikonversi ke dalam jumlah orang yaitu sekitar 26 juta orang.
Kemiskinan menjadi hal yang kontras di negeri zamrud khatulistuwa ini sebab kekayaan yang sedemikian melimpahnya seharusnya mampu menekan angka kemiskinan di angka 0. Pemerintah pun tak tinggal diam. Aksi pemerintah untuk mengatasi kemiskinan ini terwujud dalam bentuk dana desa. Namun, masalah baru muncul. Sebanyak 181 dana desa dikorupsi berdasarkan data ICW (kompas.com) dan mengalami kenaikan tiap tahun. Lagi-lagi solusi tak membawa perubahan. Lalu, bagaimana dengan 16 poin lainnya yang ingin dituntaskan dalam SDG’s ini?. Secara fakta, Indonesia belum mampu mengatasi permasalahan dengan adanya SDG’s ini. Meskipun tenggat waktunya tergolong lama sampai tahun 2030, namun setiap tahunnya korupsi meningkat.
Alih-alih mengentaskan kemiskinan, namun asset asset negara sebagai sumber penghidupan tetap rela dikelola asing, praktik ekonomi riba merajalela dan mata uang yang digunakan rawan inflasi. Selain itu definisi kemiskinan yang tergolong sempit, kriteria kemiskinan yang tidak baku/tidak tetap, serta penetapan garis kemiskinan yang ditetapkan oleh pemerintah dapat menjadi salah satu pemicu kemiskinan. Bisa jadi, kemiskinan diakibatkan oleh gagalnya pemerintah dalam merencanakan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Maka bisa dikatakan SDG’s hanyala ilusi dan baying-bayang semata. SDG’s merupakan agenda orang orang yang membenci Islam agar umat Islam berpaling dari solusi yang sesungguhnya yakni Syari’at Islam yang telah ditetapkan oleh Allah Al-Mudabbir
Jika merujuk pada kata suistannable, maka Islam layak menjadi satu-satunya solusi sebab Islam lebih suistannable daripada SDG’s itu sendiri. Jika SDG’s memandang bahwa menyelesaikan masalah di seluruh dunia adalah dengan menerapkan 16 point utama, maka Islam memandang bahwa penyelesaian masalah yang rumit di dunia ini adalah dengan menerapkan syari’at Islam. Mengapa harus syari’at?. Sebab dalam syari’at, definisi kemiskinan tidak sesempit sudut pandang ekonomi kapitalis yang digunakan di dunia saat ini. Islam memandang bahwa kemiskinan terjadi akibat ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi tiga kebutuhan dasarnya yakni sandang, papan, dan pangan.
Tiga aspek dasar ini menjadi kriteria kemiskinan dan akan tetap demikian selama orang itu tidak bisa memenuhi tiga kebutuhan dasarnya meskipun kelihatannya negara mengalami peningkatan kekayaan. Oleh karena itu, negara memiliki peran penting sebagai pemegang kendali aset penting negara. Negara sebagai satu satunya pemegang kendali akan menjaga asset dalam negeri dikelola oleh negara, tanpa campur tangan asing atau swasta, dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat. Masalah kemiskinan Indonesia saat ini adalah pemerintah tidak memegang kendali aset negara, sehingga keuntungan dari asset negara ini mengalir ke kantong pemilik modal, bukan kepada rakyat. Rakyat dipaksa membayar pajak yang kian melambung tinggi, tarif biaya kesehatan dan pendidikan yang mahal dan ketiadaan lapangan kerja akibat banyaknya pekerja asing yang mengambil alih lapangan pekerjaan di Indonesia, menjadi salah satu dari sekian banyak pencetus kemiskinan.
Islam memberikan sebuah peraturan yang tegas bahwa sarana umum seperti tol, jalan umum, hutan, air, ladang dan aset tak bergerak lainnya namun keuntungannya tetap mengalir adalah milik umum, dikelola oleh negara dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat. Pendidikan dan kesehatan adalah hak rakyat dan negara tidak berhak memberlakukan tarif sepeserpun. Program kesejahteraan dalam Islam tidak berbatas waktu.
Selama bumi ini masih ada, maka disitulah hukum Allah berlaku. Pembangunan (development) dalam Islam tidak melulu berskala luas, atau nasional, namun membangun akhlak, akidah dan moral tiap individu akan menimbulkan self control yang akan mencegahnya berbuat jahat, seperti mencuri, berzina, dan lainnya yang merupakan biang masalah generasi saat ini. Tujuan (Goals) yang ingin dicapai dalam Islam tidak hanya bersifat kesejahteraan duniawi saja, namun kesejahteraan akhirat juga. Maka dari itu, dalam Islam, perbuatan manusia standarnya adalah Ridlo Allah, bukan asas manfaat. Ridlo Allah akan mengantarkannya menjadi manusia yang dicintai-Nya, yang kelak dijanjikan kehidupan bahagia di akhirat.
Pemberlakuan syari’at Islam secara keseluruhan secara langsung akan menghilangkan bentuk penyelewengan dan kejahatan yang berimbas pada kemiskinan, kelaparan, pembunuhan, dan perbuatan melanggar syari’at lainnya. Allah SWT berfirman dalam surat Thaha ayat 124
“Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”. Di dunia sengsara karena miskin, di akhirat dikumpulkan dalam keadaan buta, begitulah jika manusia berpaling dari syari’at-Nya. Maka tidak ada jalan lain selain kembali kepada syari’at dalam mengatasi permasalahan kemiskinan di dunia dan khususnya di Indonesia.
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!