Kamis, 25 Jumadil Awwal 1446 H / 2 Mei 2019 10:19 wib
4.083 views
Hadapi Playing Victim Eljebete dengan Kekuasaan
Oleh:
Zawanah Filzatun Nafisah,Komunitas Pena Langit
SIKAP Walikota Depok, Walikota Pontianak, Bupati Kuburaya, Bupati Pelembang dan pejabat lainnya sudah tepat. Menyikapi pemutaran film Kucumbu Tubuh Indahku dengan penolakan dan surat edaran terstruktur. Karena film ini tidak berfaedah dan telah menuai kontroversi. Hal ini disokong pendapat Wagub Sumbar yang tegas menolak berbagai bentuk kampanye elgebete karena menjunjung falsafah Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah.
Kekuasaan dan kebenaran jika bersatu akan memberikan efek luar biasa. Jika kebenaran yang dijadikan prinsip kekuasaan adalah kebenaran dari Allah Subhanahu Wata’ala, pasti berkah dan mendatangkan rahmat. Sikap kepala daerah diatas menunjukkan bahwa memang ideal menggunakan kekuasaan untuk menentang keburukan. Sayangnya, bersikap benar menurut syariat saat ini dianggap tidak demokratis, malah dituding melanggar hak asasi manusia dan hak berkarya.
Inilah sistem demokrasi, kebenaran tergantung penguasa yang menyetir sistem. Michael Foucault mengatakan bahwa kebenaran adalah produk dari kekuasaan, di mana kebenaran dihadirkan melalui sistem prosedur untuk produksi, regulasi, distribusi, sirkulasi, dan pernyataan. Jika kebenarannya bersandar pada kebenaran Islam, akan memberi kemuliaan. Tapi sebaliknya jika penguasa yang menciptakan benar dan salah menurut hawa nafsunya, maka akan terjadi bencana.
Demokrasi memberi ruang seluas-luasnya bagi kebebasan berbicara, berpendapat dan bertingkah laku. Entah sudah berapa kali atas nama seni, lahir segala bentuk karya yang ternyata mengandung unsur perilaku seks menyimpang. Kalau tidak mendapatkan penolakan dan pengaduan masyarakat bahkan kalangan agamawan, lembaga sensor dan komisi penyiaran akan melanggengkannya. Kemudian bisa menyebar ketiap daerah. Selain dapat keuntungan materi juga keuntungan opini sehingga akan banyak orang akan mulai memaklumi ke-nyeleneh-an isi karya tersebut.
Konten dalam kampanye dan segala bentuk film, drama atau bahkan berbalut tugas kuliah seperti yang terjadi di salah satu universitas di Pontianak, telah memancing kemarahan masyarakat yang masih memegang teguh prinsip agama. Tegas terhadap kemaksiatan dan perangsangnya adalah bentuk kasih sayang kepada pelaku dan pembela kemaksiatan. Jika tidak diingatkan, maka azab Allah bisa saja hadir tidak hanya kepada pelaku tapi juga kepada yang diam dengan kemaksiatan tersebut. Negeri Sodom cukup satu contoh untuk menjadi pembelajaran.
Parahnya, saat ini berkembang opini mereka seolah mereka adalah pihak yang selalu dimarginalkan, selalu jadi korban sistem dan sebagainya. Playing victim untuk mendapat simpati. Tentu hal ini tidak bisa dibiarkan, masyarakat harus bergerak cepat sebelum terlambat. Generasi kita akan jadi sampah peradaban jika dibiarkan terlarut dalam pergaulan terlaknat. Karena kejadian ini terulang dan sangat propagandis, layaknya dilakukan solusi yang juga sistemik, syar’i dan semaksimal mungkin kekuasaan digunakan untuk kemaslahatan umat. Tak lain adalah dengan sistem Islam berbentuk Sistem Khilafah.
Agung kisah penguasa tegas, Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq. Ia menerima surat dari Khalid Bin Walid di perjalanan memberangus para nabi palsu. Khalid bertemu dengan laki-laki yang menikahi laki-laki. Surat tersebut disikapi sang Khalifah dengan tegas melegalisasi hukum berdasarkan ijma’ sahabat, pelaku dan objek pelaku harus dibunuh. Diantaranya Ali bin Abi Thalib yang menegaskan pelaku homoseksual dibunuh dengan cara dibakar. Ketegasan oleh penguasa atas kebenaran Islam berdasarkan peringatan Allah tentang kaum nabi Luth di surah Al Qomar ayat 33 dan Al Ankabut ayat 28. Kekuasaan dan kebenaran bersatu menghasilkan masyarakat yang beradab dan terikat pada syariat.
Dibalik ketegasan seorang penguasa terhadap kemaksiatan, kepemimpinannya ini akan memberikan dampak yang baik bagi masyarakat secara keseluruhan. Karena setiap pemimpin memiliki peluang mengatur segala sesuatunya dengan baik. Allah SWT berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (Terjemahan QS. An-Nisa’ [4]: 135).**
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!