Selasa, 13 Jumadil Awwal 1446 H / 30 April 2019 15:21 wib
5.192 views
Ketika Anggota KPSS terus 'Berjatuhan'
IBARAT efek kartu domino yang apabila satu jatuh. Maka yang lain pun ikut berjatuhan. Hal ini juga terjadi pada para anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang semakin banyak meninggal dunia.
Menurut Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan bahwa anggota KPPS yang meninggal bertambah menjadi 304. Sementara 2.209 anggota lainnya dilaporkan sakit. Jumlah ini diperoleh dari data KPU pada Senin, (29/4) pukul 14.00 WIB. (cnnindonesia.com, 29/4/19)
Hal ini juga segaimana yang dikatakan oleh Sekretaris Jendral KPU RI Arif Rahman kepada wartawan. "Update data jumlah anggota KPSS yang wafat sampai saat ini 304 orang, sakit 2.209 orang. Total 2.513 orang." Ujarnya. (cnnindonesia.com, 29/4/19)
Memang kalau dilihat kembali jumlah ini meningkat daripada sebelumnya. Yang asalnya 296 orang meninggal dan 2.151 sakit. (cnnindonesia.com, 29/4/19)
Walaupun, memang Kemenkeu telah menyetujui usulan KPU untuk memberikan santunan kepada anggota KPPS yang meninggal dunia sebesar Rp36 juta per orang. Angka itu sesuai dengan yang diajukan oleh KPU. (cnnindonesia.com, 29/4/19)
Tetapi, memang semua anggota KPPS yang berguguran tak ayal adalah karena kelelahan atau mengalami kecelakaan. Apalagi, Arief bahkan tak menampik bila ketatnya waktu tahapan pemilu inilah yang menjadi penyebab padatnya beban kerja petugas sehingga banyaknya petugas KPPS dan pengawas pemilu 'berguguran' di saat bertugas. (cnnindonesia.com, 29/4/19)
Hal ini tentu sangat miris, para anggota KPPS tersebut meninggal dunia dalam keadaan mengejar materi. Yang memang bisa jadi mereka meninggal belum tentu dalam keadaan yang khusnul khotimah. Banyaknya yang yang mereka dapatkan ketika menjadi KPPS membuat mereka silau dan tergoyahkan. Tanpa memikirkan apa yang akan terjadi nantinya.
Memang beginilah jika hidup dalam sistem sekarang. Yang mana tujuan hidup manusia yang sebenarnya dari beribadah pada Allah berubah menjadi mencari materi. Sehingga ukuran sukses dan bahagia itu hanyalah diukur dari banyak materi yang didapat. Yang akhirnya membuat mereka berlomba-lomba mengejar materi.
Betul memang segalanya perlu uang. Hingga, akhirnya melakukan apa saja demi mendapatkan uang. Termasuk diantaranya berkerja sampai kepayahan dan kelelahan. Padahal, perlu diingat uang belum tentu membeli segalanya. Ketika sakit, maka uang akan dipakai untuk mengobati penyakit tersebut. Dan uang pun melayang tanpa menikmati
Sistem saat ini juga membuat manusia lupa bahwa hidup itu tak hanya berhenti di dunia. Tapi, berlanjut di akhirat. Ingin hidp di dunia ini foya-foya tapi mati masuk surga. Padahal ini tidak sinkron sama sekali. Sebab, dunia itu ibarat tempat ladang sementara yang harus ditanam, pupuk dengan bibit kebaikan. Sedangkan akhirat itu tempat kekal dimana kita menuai apa yang di perbuat di dunia ini.
Sungguh, sangat berbeda dalam Islam. Islam sangat menjaga aqidah umatnya. Islam sangat mendorong seluruh aktivitas manusia tak hanya berlandaskan pada keduniawian saja. Tetapi juga untuk akhirat yakni beribadah pada Allah SWT. Yang tentu saja untuk meraih ridho-Nya agar selamat di dunia dan juga akhirat.
Ibadah yang dimaksud di sini bukanlah kemudian umat muslim tidak bekerja atau bahkan tidak mau berkerja. Lalu, hanya mengerjakan amal ibadah saja, seperti sholat, puasa, syahadat, dzikir dan lain-lain. Tetapi, dalam Islam ibadah itu tak hanya melulu soal manusia dan Allah.
Ibadah dalam Islam itu meliputi tiga segi pertama, min nafsi yakni manusia dengan dirinya sendiri. Kedua, min Allah manusia dengan Allah. Ketiga, min nas manusia dengan manusia lain. Islam itu agama yang sempurna tidak hanya mengatur soal ibadah mahdhah saja. Tetapi juga mengatur seluruh kehidupan.
Begitu pula dalam hal bekerja. Dalam Islam bekerja itu hukumnya wajib untuk laki-laki, dan mubah untuk perempuan. Dan orang-orang yang terpahamkan Islam akan tetap bekerja namun tak hanya sekedar mencari materi. Namun, juga mengingat ini adalah kewajiban dari Allah. Sehingga, saat bekerja pun, tak akan meninggalkan kewajiban ataupun ibadah lainnya misalnya saja sholat. Berbeda dengan sistem sekarang, yang bahkan meninggalkan sholat hanya untuk mencari materi.
Kemudian, dalam Islam pun dipahamkan konsep bahwa rezeki itu adalah milik Allah. Sehingga, tak memforsir diri untuk bekerja. Orang-orang mengingat dan memahami betul apa yang mereka dapat itu dari Allah. Namun, bukan pula karena konsep ini ongkang-ongkang kaki dan tidak bekerja. Tetap bekerja memenuhi segala kebutuhan yang ada. Tetapi, yang dipahami adalah bekerja hanyalah wasilah untuk mendapatkan rezeki.
Hal ini juga dicontohkan oleh Rasullulah SAW meskipun beliau itu Nabi sekaligus Rasul yang pasti dijamin rezekinya oleh Allah SWT. Beliau tetap bekerja. Beliau tidak berdiam diri di rumah. Tetapi, beliau pun tidak meninggalkan kewajiban lainnya. Beliau tetap beribadah kepada Allah. Bahkan, beliau tetap mendakwahkan Islam.
Sehingga, wajarlah banyak orang yang terpahamkan dengan Islam akhirnya tak segan-segan menginfakkan hartanya di jalan Allah. Misalnya saja seperti Sahabat Nabi, Abdurrahman bin Auf. Sebab, memahami rezeki itu dari Allah. Masalah digantikan atau tidak itu urusan Allah. Sungguh berbeda, apa yang terjadi saat ini orang-orang banyak enggan berinfaq bahkan tetangga yang kelaparan saja bisa jadi tidak tahu-menahu.
Inilah yang terjadi jika Islam diterapkan. Seluruh aktivitas manusia akan dilandasi dengan niat ibadah pada Allah. Termasuk diantaranya bekerja. Jadi, sudah seharusnya kita kembali pada Islam. Bukan yang lain. Tapi kembali pada Islam tidak akan bisa terjadi, kecuali jika Islam diterapkan dalam seluruh lini kehidupan. Wallahu'alam bis shawab.
Nani Hazkia
Alumni UIN Antasari Banjarmasin dan Pemerhati Sosial dan Kemasyarakatan
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!