Selasa, 13 Jumadil Awwal 1446 H / 30 April 2019 13:21 wib
3.067 views
People Power Konstitusional
Oleh: M Rizal Fadillah
Sebagaimana diketahui people power terbagi dua inkonstitusional dan konstitusional. Yang inkonstitusional bolehlah disebut makar. Nah people power konstitusional tentu absah secara hukum dan menjadi real power dalam politik.
Rakyat cerdas tentu akan mengambil langkah konstitusional dalam menyampaikan pandangan atau kritiknya. Dalam kaitan Pemilu kini yang betul betul menjadi sorotan masyarakat atau rakyat, maka persoalan aspirasi ini tak bisa begitu saja diabaikan. Kekecewaaan atas pengabaian akan menyebabkan terjadinya gumpalan dalam gelombang people power konstitusional.
Pertama, soft people power. Ini adalah aksi-aksi publik yang ditujukan pada penyelenggara Pemilu. Demonstrasi atau aksi yang mungkin ditujukan pada Komisi Pemilihan Umum (KPU) Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) atau kepada Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU).
Langkah efektif dini tentu adalah desakan agar BAWASLU Pusat khususnya, Daerah pada umumnya, melakukan tindak lanjut atas pengaduan, temuan, atau informasi adanya kesalahan yang terjadi. Apakah masuk kualifikasi kecurangan atau tidak. Kecurangan tersebut terstruktur, sistematis, dan masif atau tidak. Kualifikasi ditetapkan setelah melakukan pemeriksaan seksama. Transparansi proses dan langkah BAWASLU sangat diperlukan.
Kedua, hard people power. Ini diarahkan pada penanggungjawab proses Pemilu sebagai pelaksanaan asas demokrasi. Pemerintah harus bertanggungjawab. Aksi atau demonstrasi atau penyampaian aspirasi bisa ditujukan kepada lembaga perwakilan rakyat DPR atau MPR. DPR dapat didesak untuk membentuk Pansus atau memanggil komponen Pemerintahan yang berkaitan dengan Pemilu.
MPR, bila sampai pada kategori pertanggungjawaban Presiden. Ini mengingatkan pada aksi Reformasi 1998 dimana MPR didesak untuk memproses dugaan kekeliruan Presiden yang menyebabkan krisis politik dan krisis ekonomi. Ujung proses reformasi ini adalah Presiden mengundurkan diri dan Wakil Presiden menjadi Presiden.
Baik soft maupun hard people power bergerak dijalur konstitusi. Pemerintah dan aparatnya tak bisa melarang. Yang dapat dilakukan adalah menjaga keamanan agar tidak chaos atau bagian dari "people" yang menyuarakan pandangan dan aspirasinya tidak melakukan tindakan kriminal.
Semua proses aksi dilakukan prosedural seperti adanya penanggungjawab, pemberitahuan, dan waktu aksi. Melarang aksi atau melarang berkumpul bermusyawarah, seperti kasus larangan Ijtima Ulama III adalah sikap otoriter, anti demokrasi, dan mau menang sendiri.
Aksi atau demonstrasi dalam skala besar yang disebut people power tentu bisa dicegah jika semua elemen, khususnya penyelenggara pemilu menunjukkan kinerja yang serius, cepat mengoreksi kesalahan, transparan mengenai sumber perangkaan, serta membuang kecurigaan dengan tidak melambat-lambatkan penghitungan.
Prosentase yang bergerak dinamik sesuai input, tidak terkesan menciptakan kondisi yang tetap tak berubah sama sekali. Wajar jika terjadi prasangka. Buktikan kejujuran dan keadilan sebagai asas pokok Pemilu kita. Tak ada hukum manusia dan Tuhan yang dapat dielakkan dari perilaku nekad, menyimpang, dan melempar tanggungjawab. Pemilu menyangkut suara-suara rakyat yang tak bisa dan boleh dimain-mainkan.
Mari kita cegah bersama people power dengan transparansi, kejujuran, dan keadilan. Independen dan berhakim pada hati nurani yang bersih. Atau masa bodoh saja dan siap berhadapan dengan people power. Itu tentu wujud dari sikap yang sangat bodoh. Sangat bodoh. [syahid/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!