Jum'at, 13 Jumadil Awwal 1446 H / 26 April 2019 02:09 wib
6.622 views
Generasi Indonesia Darurat Game Online
GENERASI Indonesia tidak hanya darurat narkoba, pornografi dan pornoaksi tetapi sekarang bertambah darurat game online. Bagaimana tidak di saat keluarga dan sekolah bahkan negara lain memerangi dan bertindak terhadap pecandu game, pemerintah Indonesia malah mendukung profesi gamer dan industri gaming.
Di berbagai negara lain sudah muncul masalah serius terkait game online. Di AS, ayah tiga anak berusia 35 tahun tewas setelah main game 22 jam nonstop. Cina, pria 20 tahun juga tewas setelah main game online 9 jam setiap hari selama 5 bulan. India sudah mengambil tindakan serius terhadap pecandu game online dengan menangkap jika ketahuan memainkan PUBG. Seperti yang diberitakan dengan judul "Ketahuan main game Pubg, puluhan siswa ditahan" (Digitalnews.id, 20/3/2019) dan "10 siswa India ditangkap gara-gara main Pubg" (Merdeka.com)
Di Indonesia sendiri kecanduan game online memicu tindakan kriminal. Pernah dilaporkan ada kasus tujuh remaja yang mencuri uang, rokok, dan tabung gas di toko untuk membayar sewa alat game online. Dua remaja merampok penjual nasi goreng untuk mendapatkan uang yang dipakai main game online. (Theconversation, 4/7/2018)
Sumber media yang sama mengabarkan berdasarkan data 2017 saja Indonesia menurut lembaga riset pemasaran asal Amsterdam, Newzoo, ada 43,7 juta gamer (56% diantaranya laki-laki) yang membelanjakan total UU$ 880 juta. 6,1% pemain game mengalami kecanduan dan diperkirakan saat ini 2,7 juta pemain game kecanduan. Indonesia bahkan mendulang jumlah pemain game terbanyak di Asia Tenggara.
Negara Tidak Pantas Dukung Game Online
Rusaknya generasi karena rusaknya negara. Orang tua dan para guru yang berusaha agar generasi tidak kecanduan game online, negara malah dukung dengan apresiasi bahwa industri game online perlu ditingkatkan karena turut menyumbang angka pertumbuhan ekonomi. Negara terus menggencarkan infrastruktur langit atau digital untuk menunjang game online salah satunya eSport.
"Ini profesi yang sekarang anak-anak senang jadi gamer, anak-anak muda harus memiliki infrastruktur mengembangkan profesinya sebagai gamer. Kita jangan sampai terlewat merespon, anggaran iklan sekarang bergeser ke sana dalam jumlah besar. Kita merespon dengan regulasi yang benar dan eSport profesional butuh latihan besar", ujar Presiden. (CNBCIndonesia, 13/4/2019)
"Cara lainnya, membangun ekosistem yang sama bagi mereka untuk bisa berusaha membuat game. Ini peluang besar bagi industri game di Indonesia. Fokus pada sektor industri game sangat menjanjikan ekonomi bertumbuh sangat besar Rp.11-12 triliun pertumbuhannya per tahun", jelasnya lagi pada sumber yang berbeda. (Liputan6.com,13/4/2019)
Industri game di Indonesia kian meningkat, bahkan Menteri Pemuda dan Olah Raga (Menpora) berpendapat eSport harus mulai masuk kurikulum pendidikan untuk mengakomodasi bakat-bakat muda. Kemenpora sudah menganggarkan Rp.50 miliar untuk kompetensi di level sekolah. (CNNIndonesia.com, 28/1/2019)
Sebelumnya Januari 2018, pemerintah menggelar kompetensi eSport nasional pertama di Indonesia berjudul Piala Presiden. Kompetensi ini memilih Mobile Legends sebagai cabang olah raga yang dipertandingkan.
Bahayanya Game Online
"Gamer" yang sebelumnya dianggap biasa atau hobby bahkan ungkapan orang kecanduan game akan menjadi bagian profesi pekerjaan yang menggiurkan bagi para industri game dan konsumen khususnya generasi.
Padahal, efek bahaya game online sudah banyak disampaikan oleh para pakar parenting, bidang konseling, pakar kesehatan, dan bidang pendidikan oleh para guru serta dalam keluarga oleh orang tua sendiri. Di antara bahaya-bahaya dari aspek kesehatan game online dapat menyebabkan keterlambatan pertumbuhan fisik bagi anak-anak. Pancaran radiasi akan mengganggu kesehatan mata. Selain itu, cepat mengalami perubahan mood, seperti mudah marah, kurang konsentrasi, susah tidur, dan gangguan kesehatan lainnya.
Dari apek moral game online dapat menyebabkan perilaku brutal dan radikal dalam diri anak-anak. Mereka terinspirasi dari kekerasan yang mereka mainkan. Terbiasa dengan kekerasan di dunia maya akan menganggap biasa di dunia nyata. Rasa ngeri dan takut terkikis, sehingga kekerasan dianggap sepele akhirnya menjadi pelaku.
Dampak psikis akibat game online membuat susah bersosialisasi, cuek, kurang peduli terhadap lingkungan dan malas belajar. Game online bisa menyebabkan kecanduan bahkan gangguan mental.
Selain itu, dari aspek ekonomi berpotensi menjerumuskan seseorang kepada kebangkrutan dan borus. Kreatifitas lokal dan Usaha Kecil Menengah berupa industri mainan mati karena tergantikan game online.
Bahkan Badan Kesehatan Dunia (World Health Organisatioan/WHO) memasukan kecanduan game online ke dalam daftar penyakit gangguan mental atau kesehatan jiwa.
Aspek lain khususnya agama, game online akan melalaikan kewajiban, waktu sia-sia tidak produktif, silaturahmi dan keakraban memudar, bahkan memicu perbuatan asusila dan kriminal. Lebih berbahaya lagi game online sengaja dijajakan oleh kafir barat untuk merusak generasi, khususnya kaum muslimin. Game online menjadi gaya hidup bukan lagi sebatas hiburan.
Negara Rusak, Generasi Rusak VS Peradaban Islam, Generasi Emas
Negara rusak yang memisahkan agama dalam sistem aturan kehidupan (kapitalis sekuler), salah satunya menjadikan game online sebagai cara untuk mendapatkan keuntungan atau materi tanpa peduli generasi yang sudah rusak bertambah semakin marak.
Industri game, kompetensi game dan profesi game dianggap sebagai peluang bisnis dalam menyumbang perekonomian. Bahkan sistem pendidikan dalam negara sekuler menjadi tak jelas arah dan kental aroma bisnis berbasis proyek digitalisasi. Akhirnya, generasi rusak akibat negara sendiri yang merusak karena sistem kapitalis sekuler yang diterapkan.
Solusi kerusakan generasi harus sistemik. Sistem pendidikan sekuler, sistem sosial yang liberal, sistem ekonomi yang kapitalis, dan sistem hukum yang tidak manusiawi dan lemah semuanya menjadi sumber rusaknya generasi. Berbagai sistem tersebut berakar dari aturan kehidupan yang diterapkan.
Orang tua atau keluarga merupakan pilar utama dan pertama dalam melindungi generasi. Namun, pilar keluarga tidak akan rapuh jika tidak disokong oleh negara.
Beda dengan peradaban Islam, teknologi akan membawa manfaat dan keberkahan karena adanya landasan keimanan. Dalam Islam game online bukan penopang ekonomi negara, karena negara akan membentuk lingkungan yang baik bagi generasi. Memfasilitasi sarana atau tenologi untuk menunjang pendidikan.
Game online dalam pandangan Islam terkategori sebagai hiburan. Statusnya boleh selama tidak mengandung unsur berbahaya, menampilkan aurat, unsur magis, judi, ado domba, dan berlebih-lebihan. (Yusuf Qardawi dalam buku Fiqhu al Lahwi wa al-Tarwihi)
Oleh karena itu, melihat banyaknya bahaya game online maka negara yang berlandaskan Islam tidak akan mendukungnya. Peradaban Islam akan melahirkan generasi emas karena visi misi Islam ditopang oleh negara. Keluarga atau orang tua pun tidak sendiri memerangi kecanduan game online, lingkungan dan sekolah pun turut andil sehingga generasi tidak akan darurat game online lagi. Wallahu'alam.**
Rahmi Surainah, M.Pd
Alumni Pascasarjana Unlam Banjarmasin, Kalimantan Selatan
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!