Selasa, 13 Jumadil Awwal 1446 H / 26 Juni 2018 22:08 wib
3.470 views
Heboh Deklarasi Narasi Basi
Oleh: Salsabila Maghfoor (Koordinator Tim Penulis Pena Langit)
Masih segar dalam ingatan kita, peristiwa pem-boman beberapa waktu lalu yang cukup mencuri perhatian warganet. Tidak lama berselang, akhirnya muncul gerakan-gerakan yang disinyalir sebagai upaya preventif pencegahan terhadap segala kemungkinan menyuburnya virus yang mereka sebut dengan radikalisme.
Dapat kita lihat dampaknya, di Malang misalnya, upaya sistematis lewat gerakan kepemudaan dan ormas yang merupakan perpanjangan tangan kubu hijau telah menginisiasi upaya deklarasi anti radikalisme. Ada pula upaya serupa dalam ekspedisi Safari Ramadhan oleh Pemkot Malang, kemudian juga dalam kesempatan Forum Group Discussion Rector se-Malang Raya.
Terkait dengan poin deklarasi itu sendiri, sebagaimana dilasir oeh beritajatim.com (20/5), diantaranya adalah turut berbelasungkawa atas jatuhnya korban tindakan terorisme di Mako Brimob Kelapa 2 Depok Jawa Barat, Surabaya dan Polda Riau.
Mengutuk keras segala bentuk tindakan Terorisme. Menolak berkembangnya faham Radikal khususnya di kota Malang. Siap mendukung TNI / Polri dalam penanggulangan radikalisme dan pencegahan aksi terorisme khususnya di kota Malang.
Serta siap melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah mulai dari Wali kota Malang dan Gubenur Jawa Timur dengan aman dan damai dan Siap mempertahankan Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika.
Keenam poin tersebut disampaikan ketika apel siaga di depan Gedung Balaikota Malang, diikuti oleh berbagai elemen penegak hukum. Yang menarik adalah pada dua poin terakhir. Dimana, poin kelima agaknya nampak sebagai langkah yang sarat kepentingan politik, yang kemudian ditutup sebagai pamungkas pada poin keenam, seolah-olah hanya pihaknya saja yang paling Pancasilais dan paling Bhineka.
Sementara pada saat yang sama, suara-suara sumbang semacam itu tidak mencuat ketika kasus korupsi akibat pengadaan barang dan jasa di Pemkot Malang terus bergulir dan muncul bergiliran setiap tahunnya. Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama, tahun ini adalah tahun yang paling ‘wah’ tersebab beberapa anggota dewan yang terciduk oleh OTT KPK dalam banyak kasus korupsinya, tidak ketinggalan dua dari tiga calon Walikota Malang juga terseret.
Hal ini sungguh membuat miris. Deklarasi ini kemudian nampak sebagai langkah gegabah untuk mengamankan segala ring dan memuluskan jalan menuju ajang perebutan kekuasaan yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat.
Mereka tidak dengan serius memandang korupsi yang sudah jelas-jelas menjamur misalnya, sebagai suatu persoalan yang genting dibandingkan dengan narasi yang selalu mereka utarakan.
Tapi rayat sudah semakin cerdas, untuk tidak memandang persoalan ini sebagai sebuah ke-tidak-anehan. Terlebih lagi terkait dengan penafsiran radikalisme yang juga menjadi salah satu narasi mereka. Sampai-sampai, pihak akademisi pun kian dipersekusi sedemikian rupa dan diberi stempel radikal, manakala menyuarakan pendapat yang dianggap bersebrangan dengan corong penguasa.
Sungguh ironi, sejak kapan Pemerintah berhak menyeragamkan gagasan dan isi kepala, sementara pada saat yang sama ia meniadakan substansi penerapannya?
Miris rasa mistis, namun ini bukan fiktif belaka. Apa yang terjadi di negara kita hari ini, baik dalam tatanan daerah maupun ke pusat, pada faktanya telah dan tengah terjebak pada narasi basi yang pernah dipergunakan dan akhirnya justru mematikan langkahnya sendiri.
Rakyat digiring dengan sedemikian rupa, bagaimana mestinya mereka bertindak lakuan, bagaimana mereka mesti mengambil gagasan, dan lain sebagainya. Bukankah ini ujung-ujungnya adalah cerminan tindakan kediktatoran?
Kedepannya bila langkah ini dipergulirkan dengan semakin massif, dampaknya hanyalah akan muncul perlawanan rakyat sebagai ekspresi muak atas kebohongan narasi yang telah basi. Kedepannya pula nanti bisa saja ini akan menghancurkan mereka secara telak, sampai pada titik dimana ia tidak lagi mampu mengelak.
Dan yang terpenting, narasi radikalisme yang digaungkan hari ini sejatinya tidak akan dimenangkan oleh Penguasa Langit. Sebab kebangkitan di akhir zaman adalah keniscayaan. Persatuan Ummat adalah keniscayaan. Dan Lebih lagi, kemenangan Ummat adalah keniscayaan.
Maka narasi itu hanyalah akan menemui ajal di tiang gantungnya sendiri. Mereka tidak akan dapat mengelak Narasi Langit yang lebih apik desain dan tatanannya. Allahul Musta’an. [syahid/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!