Sabtu, 19 Jumadil Akhir 1446 H / 10 Maret 2018 22:56 wib
6.731 views
Ada Dusta di PTUN, Memprihatinkan!
Oleh: Nazwar Syarif
Sidang HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) kembali di gelar pada tanggal 8 maret 2018 di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Tim Kuasa Hukum Menteri Hukum dan HAM RI (Tergugat) menghadirkan dua ahli dan satu saksi fakta, serta mengajukan bukti-bukti tambahan diantaranya adalah :
1. Rektor UIN Sunan Kalijaga Prof. Drs. KH. Yudian Wahyudi, MA, Ph.D yang hadir sebagai saksi ahli
2. Maruarar Siahaan sebagai ahli hukum administrasi negara
3. Muhammad Guntur Romli sebagai saksi fakta.
Ketiga saksi ini menyampaikan kesaksiannya masing-masing, ternyata banyak dusta dan kebohongan yang disampaikan saksi ahli seperti halnya kesaksian Rektor UIN Sunan Kalijaga Prof. Drs. KH. Yudian Wahyudi, MA, Ph.D.
Yudian dihadirkan sebagai saksi ahli dari pihak tergugat Kemenkumham RI. Statusnya sebagai ahli agama Islam dan menjelaskan beberapa hal diantaranya penerapan pendirian negara khilafah sesuai cita-cita HTI dilarang di Indonesia, agar negeri ini aman. Khilafah tidak bisa diterapkan di Indonesia karena negeri ini sudah berbentuk NKRI. Dan bangsa Indonesia sudah bersatu dalam Pancasila. "Pemberontakan terhadap Pancasila berarti pemberontakan terhadap Allah SWT," tuturnya.
Yudian katakan tentang konsep khilafah. Yudian katakan tidak ada khilafah dalam Al-Qur’an, yang ada khalifah. Menurut Yudian, khalifah yang dimaksud dalam Al-Qur’an itu harus memenuhi dua syarat. Pertama, profesional. Kedua, menang tanding seperti yang dikutip di media umat. Ahli adalah bentuk teror publik terhadap ajaran Islam.
Lalu saksi ke dua adalah Politisi PSI Muhammad Guntur Romli sebagai saksi fakta. Kesaksian Guntur Romli tak jauh berbeda dengan kesaksian Yudian. Isinya pun penuh dengan kedustaan seperti yang dituliskan oleh Ahmad Khozinudin, S.H.
Pertama, Guntur mengaku telah mengkaji seluruh kitab HTI dalam waktu 6 (enam) bulan. Guntur juga berapi-api menjelaskan berbagai kesimpulan yang diperoleh dari kajian yang dilakukan. Diantaranya, Guntur menyebut dalam kajian HTI tidak pernah dikaji Al Quran dan Al Hadits. Semua kajian yang dilakukan HTI diarahkan pada materi Khilafah. Semua pembahasan kitab-kitab kajian HTI hanya membahas tentang Khilafah. Ketika dikonfirmasi oleh jubir HTI mengenai kajian yang dilakukan, apakah Guntur Romli mengkaji atau sekedar membaca? Guntur baru mengakui, dirinya tidak mengkaji melainkan hanya membaca.
Kedua, Guntur berdusta atas klaim telah membaca semua kitab HTI. Setelah dirinci dengan pertanyaan apa sudah membaca kitab Ajhizah ketika berada di Mesir, Guntur menjawab tidak. Ini pengingkaran pada keterangan awal yang mengklaim telah mengkaji semua kitab-kitab HTI, kemudian berubah dengan klaim telah membaca semua kitab-kitab HTI. Dan terakhir, klaim atas pembacaan semua kitab HTI kembali didustaan oleh Guntur sendiri.
Ketiga, Guntur juga dusta perihal kitab-kitab HTI yang diklaim melulu membahas Khilafah. Padahal, kitab-kitab HTI sangat variatif. Ada kitab yang membahas masalah ekonomi Islam seperti kitab Nidzamul Iqtishodi fiil Islam. Ada kitab min muqowimat nafsiyah Islamiyah, kitab yang sengaja dikaji agar setiap muslim memiliki kepribadian Islam. Ada kitab yang membahas tentang interaksi sosial ditengah masyarakat, khususnya terkait hubungan pria dan wanita serta apa yang terkait dengannya, seperti dalam kitab Nidzamul ijtimai fiil Islam. Setelah merasa gagal dan terbongkar dusta atas keterangannya, Guntur mencoba menutupinya dengan menyampaikan alasan semua kitab ujung-ujungnya diarahkan untuk membahas Khilafah.
Keempat, Guntur menuduh HTI menganut pemahaman takfiri yakni mudah menuding umat Islam lainnya kafir. Tapi lagi-lagi, setelah diselidiki jubir HTI, Guntur terdiam karena faktanya HTI tidak pernah mengkafirkan sesama muslim.
Menurut saya kesaksian Yudian dan Guntur ini penuh dengan dusta, opini-opini yang disampaikan tidak berujuk kepada Al-Qur'an, Hadist maupun kitab fiqih, tetapi hanya kesaksian palsu yang mengikuti hawa nafsu saja, demi memenangkan opininya segala hal dilakukan tidak dilihat dari tolak ukur benar dan salah.
Jika kesaksian seseorang salah atau terbukti palsu, ancaman hukuman pidana siap menanti.
Seseorang yang awalnya duduk di kursi saksi, jika terbukti melakukan kesaksian palsu bisa berubah duduk menjadi tersangka. Dalam hukum positif di Indonesia, sesuai Pasal 242 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), seseorang yang memberi keterangan palsu di atas sumpah, baik lisan maupun tulisan diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Rasullullah SAW bersabda Persaksian palsu itu sama dgn syirik kepada Allah. Hal itu beliau ucapkan hingga tiga kali, setelah itu beliau membaca ayat: ' [HR. ibnumajah No.2363].
Dan adapun hadist lainnya Sekali-kali kedua kaki orang yg bersumpah palsu tak akan bergeser hingga Allah memasukannya ke dalam neraka. [HR. ibnumajah No.2364].
Semoga Allah membalas tipu daya musuh-musuh Islam dan memenangkan kembali Islam tegak di muka bumi Aamiin. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi : Google
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!