Selasa, 14 Jumadil Awwal 1446 H / 6 Maret 2018 06:52 wib
9.604 views
Menjadi Pendidik atau Pengajar?
Oleh: Chusnatul Jannah, S.Pd. (Pengajar di Kota Pasuruan)
Mendidik dan mengajar menjadi keseharian para orang tua dan guru. Dua istilah ini jika tidak dipahami dengan baik maka seakan kita tidak memahami perbedaannya dalam pengamalannya.
Menurut Jean-Jacques dalam Closson (1990), mendidik adalah memberikan pembekalan yang tidak ada pada masa kanak-kanak tapi dibutukan pada masa dewasa sedangkan mengajar menurut Usman (1994) adalah membimbing siswa dalam kegiatan belajar mengajar.
Dalam makna yang lebih luas, mendidik tidak hanya cukup dengan memberikan ilmu atau keterampilan melainkan juga menanamkan nilai dan norma yang tinggi kepada anak didik, sedangkan mengajar berarti menyerahkan atau menyampaikan ilmu kepada orang lain agar orang lain memiliki ilmu tersebut.
Mendidik lebih spesifik sedangkan mengajar bersifat umum. Mendidik bobotnya adalah pembentukan kepribadian seseorang dalam jangka waktu yang panjang sehingga hasil dari mendidik tidak bisa dilihat dalam waktu dekat atau secara instan. Sedangkan mengajar bobotnya adalah penguasaan pengetahuan, keterampilan, dan keahlian tertentu bagi seluruh manusia.
Mengajar dan mendidik adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Ibarat mata uang yang memiliki dua sisi yang berbeda namun dalam satu kesatuan. Keterampilan mendidik dan mengajar dimilki oleh setiap manusia yang memahami tanggungjawab pendidikan kepada anak didik.
Orangtua adalah pendidik dan pengajar pertama anak-anak sebelum mereka mengenal lingkungan dan sekolah. ditangan orang tualah nilai baik dan buruk itu ditanamkan. Dari orang tua pula anak-anak akan belajar kebiasaaan yanga akan mereka rekam hingga dewasa. Untuk itu, harus menjadi perhatian orang tua dalam menanamkan nilai dan aqidah kepada anak-anak mereka. Salah menanamkan nilai, akan berefek buruk kelak ketika mereka dewasa karena hal ini bersifat jangka panjang. Sebagaimana sabda Nabi SAW:
“Setiap anak baru dilahirkan itu lahir dengan membawa fitrah. Orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Majusi atau Nasrani.”. Senada dengan hal itu Abu Ya’la menuturkan dalam bait syairnya: “Para pemuda itu tumbuh menjadi dewasa. Tergantung bagaimanaorangtuanya membiasakan mereka. Pemuda tidak dapat ditaklukan oleh akal semata. Melainkan oleh pembiasaan beragama dari orang-orang terdekatnya.”.
Rasulullah saw bahkan telah meletakkan kaidah dasar pendidikan anak dibebankan kepada kedua orangtuanya karena merekalah sejatinya yang memberi pengaruh besar kepada anak-anaknya. Pendidikan adalah hak anak yang harus ditunaikan oleh orang tua. Menjadi kewajiban bagi orang tua mendidik anak-anak dengan menanamkan aqidah dan nilai-nilai islam sejak dini. Orang tua adalah guru pertama bagi anak-anaknya
Guru adalah pendidik kedua setelah orang tua. Merekalah pembimbing, pembina, dan pengajar anak didik di sekolah. Guru adalah panutan bagi siswa di sekolah karena mereka digugu dan ditiru. Sejatinya, seorang guru memiliki tanggung jawab moral yang besar dalam mendidik generasi di sekolah. karena tanpa peran guru, tugas orang tua belumlah lengkap. Tanpa peran orang tua, tugas guru belumlah sempurna.
Tidak setiap guru mampu mendidik walaupun ia pandai dalam mengajar. Untuk menjadi pendidik, guru tidak cukup hanya menguasai materi pelajaran dan keterampilan mengajar saja namun juga harus mampu mengaitkan pengajarannya dengan penanaman nilai agama dan moral yang luhur kepada anak didiknya. Seorang guru harus mampu membina anak didiknya di sekolah selayaknya orang tua bagi mereka.
Menurut imam Al-Ghazali “Guru merupakan Mashlikul Kabir, ia bagaikan matahari yang menyinari bumi, ia bermanfaat bagi dirinya dan juga bagi orang lain, mereka patut disebut sebagai orang yang mulia yaitu berilmu dan beramal serta mengajarkannya”.
Oleh karena itu, Islam sangat menganjurkan seorang guru memiliki kedalaman ilmu yang luas. Sebagaimana yang terdapat dalam penjelasan hadits Nabi, “Jadilah engkau orang berilmu, atau orang yang menuntut ilmu, atau orang yang mau mendengarkan ilmu, atau orang yang menyukai ilmu. Dan janganlah engkau menjadi orang yang kelima maka kamu akan celaka” (HR. Baihaqi). Bahkan dalam hadis Nabi yang lain dijelaskan, “Tinta para ulama lebih tinggi nilainya daripada darah para shuhada.” (HR. Abu Daud dan Turmizi).
Demikian pentingnya tugas seorang guru, Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah dan malaikat, penghuni langit serta bumi termasuk semut yang berada di dalam lubangnya dan ikan-ikan (di lautan) berselawat ke atas guru yang mengajar kebaikan kepada manusia.” (HR. Tarmidzi).
Namun, kini peran guru sebagai pendidik banyak terabaikan dan hanya fokus dengan mengajar saja. Tidaklah sepenuhnya menjadi salah guru jika guru saat ini lebih memilih menjadi pengajar saja bukan pendidik. Hal itu karena banyaknya kasus pelaporan dan pengaduan siswa yang tidak terima ditegur atau dinasehati gurunya.
Bahkan orang tua ikut-ikutan melaporkan guru dengan melakukan pembelaan kepada anak secara membabi buta. Dan yang terbaru, nasib tragis seorang guru yang meninggal karena dianiaya siswanya karena ia tak terima ditegur gurunya. Sang guru pun meninggal setelah penganiayaan yang dilakukan siswanya. Maka dari itu, perlu sinergitas yang apik dari guru dan orang tua dalam mendidik anak didik mereka.
Tidak hanya itu, Negara juga memiliki peran dalam menciptakan suasana kondusif dalam kehidupan bermasyarakat. Negara harus membuat kurikulum yang komprehensif bukan kurikulum sekuler yang jelas menjerumuskan generasi ini dalam kubangan kerusakan moral. Perilaku remaja yang kurang terdidik ini tidak hanya menjadi tugas orang tua dan guru juga menjadi tugas negara. Oleh karena itu, solusi untuk persoalan mendidik generasi ini menjadi tanggungjawab bersama. Solusi yang dapat menyelesaikan persoalan hingga akarnya.
Islam sebagai agama yang memiliki aturan sempurna yang mampu menyelesaikan persoalan secara menyeluruh. Islam mewajibkan bagi orang tua untuk mendidik putra putri mereka menjadi hamba beriman dan taat. Islam menempatkan orang-orang yang berilmu seperti guru, ulama, pengajar, dll pada derajat yang lebih tinggi , sebagaimana firman Allah SWT :
“Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Sebagai sebuah sistem kehidupan, Islam terbukti mampu mengubah generasi yang tadinya ummi (buta huruf) dan jahiliyah (bodoh/rusak) menjadi sebuah generasi cerdas dan inspirator serta pelopor kemajuan kehidupan. Bahkan mampu membangun sebuah peradaban manusia manusia yang khas, yang menyinari hampir seluruh bangsa di dunia dan kejayaanya bertahan lebih dari sepuluh abad.
Oleh karena itu, mendidik dalam islam tidak melulu mengajari generasi dengan ilmu pengetahuan saja, akan tetapi membimbing dan membina mereka agar memiliki keimanan kokoh dan keluasan ilmu. Dalam islam, tidak mengenal dikotomi pendidikan sebagaimana halnya pendidikan dalam sistem kehidupan sekuler.
Oleh karena itu, faktor utama keberhasilan mendidik dan mengajar generasi adalah keimanan dan keilmuannya. Semua ini tak akan pernah terwujud selama kehidupan yang dipakai adalah sistem sekuler yang menkotak-kotakkan ilmu dan agama pada ruang yang berbeda.
Peran guru dan orang tua tak kan terabaikan karena lingkungan kehidupan mendukung mereka untuk mengemban amanah sebagai pembentuk karakter generasi. [syahid/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!