Rabu, 3 Jumadil Awwal 1446 H / 31 Januari 2018 17:40 wib
3.713 views
Ketika Negara Tak Mau Kriminalkan Kaum LGBT dan Kumpul Kebo
Oleh: Nailil Inayah
Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan menolak perluasan delik perzinahan dan Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT). MK menolak uji materi terhadap sejumlah pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur soal kejahatan terhadap kesusilaan. Adapun tiga pasal yang digugat adalah Pasal 284, Pasal 285, dan Pasal 292.
Dalam gugatannya terkait Pasal 284 KUHP, pemohon mengatakan cakupan seluruh arti kata "zina" hanya terbatas bila salah satu pasangan atau keduanya terikat dalam hubungan pernikahan.
Padahal, pasangan yang tidak terikat pernikahan juga bisa dikatakan zina. Adapun untuk Pasal 285 KUHP, pemohon juga meminta perluasan makna perkosaan bukan hanya dilakukan pelaku terhadap wanita, tetapi juga kepada pria. Kemudian Pasal 292, pemohon meminta para pelaku seks menyimpang atau dalam hal ini LGBT, diminta jangan hanya dibatasi oleh orang dewasa.
Namun, 5 hakim yang menolak uji materi tersebut menegaskan jika dilakukan perubahan, bukanlah kewenangan MK, melainkan kewenangan pembuat undang-undang/Legislatif. Menanggapi itu, Dede Oetomo, pendiri Gaya Nusantara, menyatakan bahwa keputusan MK sudah tepat karena ini merupakan hak kebebasan dan ranah privasi.
Begitu besarnya pengaruh putusan MK terkait legalitas zina dan LGBT di Indonesia sehingga menuai dampak yang sangat luas di masyarakat. Secara pelan namun pasti, perkembangan LGBT di Indonesia begitu pesat sehingga mungkin sebagian tidak menyadari bahwa di daerah-daerah sudah banyak terbentuk komunitas-komunitas Gay dan Lesbian. Belum lagi praktek-praktek individualis yang tidak terekam publik pasti lebih banyak lagi, inilah fenomena gunung es. Kini aksi yang dilakukan sudah tidak sungkan lagi.
Keberanian mereka kaum pezina dan LGBT ini seolah-olah telah mendapat payung hukum yang menjanjikan di negeri demokrasi pengusung liberal ini. Atas nama konstitusi, kebebasan dan privasi, tindakan bejat ini tidak dapat dipidanakan meski tidak satu norma dan aturan konvensional satupun yang membenarkan.
Sebenarnya LGBT bukanlah persoalan baru yang membutuhkan pemecahan yang baru pula. Praktek LGBT telah ada sejak masa Nabi Luth hingga saat ini. Alih-alih sesuai dengan konstitusi dan jiwa Pancasila, secara norma pun tidak ada negara yang berpenduduk mayoritas muslim seperti Indonesia yang melegalkan hukum untuk perbuatan yang diharamkan ini. Perlu diwaspadai bahwa legalisasi zina dan LGBT ini tidak terlepas dari agenda internasional. Amerika bermaksud menjadikan Asia termasuk Indonesia menjadi negara yang melegalkan LGBT dan zina (kumpul kebo).
Hal ini disampaikan oleh Prof. Mahfud MD dengan bukti bahwa USA telah menggelontorkan dana sebesar 100 juta USSD demi legalitas LGBT dan Zina di Indonesia. Inilah yang kemudian diduga menjadikan para anggota yudikatif maupun legislatif menjadi enggan untuk mengetuk ‘palu’ putusan kriminalisasi untuk LGBT, dana yang dikucurkan tidaklah sedikit apalagi negara pendukungnya adalah adidaya.
Disamping tidak kurang dari berbagai jenis penyakit yang diakibatkan oleh perbuatan nista ini, mulai dari infeksi yang ringan sampai HIV/AIDS dan kanker yang mematikan. Namun tentu yang lebih dikhawatirkan lagi adalah azab Sang Pencipta yang akan turun bilamana perbuatan terlaknat ini dibiarkan merajalela. Cukuplah bencana besar yang menimpa kaum sodom dahulu dapat menjadi pelajaran bagi kita untuk tidak kembali mengulangnya di masa ini. Perbuatan yang dilaknat dan kaum terlaknat.
Dengan demikian, kini tugas para orang tua dan ulama akan semakin berat. Lingkungan pergaulan yang rusak dan sistem negara yang tidak mampu melindungi anak-anak dari kejahatan dan kebejatan LGBT yang semakin eksis dengan legalitas payung hukum. Beberapa fakta kasus menunjukkan bahwa LGBT dilakukan dan memakan korban bahkan anak yang sangat pendiam sekalipun oleh teman atau tetangganya sendiri yang tidak pernah terduga sebelumnya.
Sungguh tidak dapat dipungkiri lagi bahwa kita tidak bisa lagi berharap pada sistem yang rusak, sistem kufur yang nyata-nyata melindungi zina dan LGBT. Perbuatan yang telaj jelas dilarang oleh Allah SWT di dalam Al quran. Wahai penguasa, masihkah anda mau memisahkan aturan negara dari agama padahal negara ini sudah tinggal menunggu kehancurannya?
Masihkah anda mau menantang azab Allah tanpa menyisakan waktu untuk bertaubat?!Jika jawabnya adalah tidak, maka campakkanlah sekulerisme dan kapitalisme, dan ambillah sistem Islam yang rahmatan lil alamin untuk mengurus negara ini. Wallahu a’lam! [syahid/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!