Selasa, 3 Jumadil Awwal 1446 H / 30 Januari 2018 20:40 wib
4.046 views
Ketika Adzab Justru Diundang
Oleh: Puput Hariyani, S.Si*
Kesan pertama baca judul pasti merasa aneh. Siapa yang mau mengundang adzab? Wuih ngeri banget alias merinding. Tak pantas kiranya ditampilkan. Adzab kuq justru diundang, yang ada ya jangan sampai datang. Naudzubillah!! Manusia zaman now itu memang macam-macam tingkahnya. Termasuk bangga mengundang adzab.
Tapi judul ini bukan omong kosong lho. Serius ini beneran! Masih ingat rentetan peristiwa tentang tingkah polah remaja yang menjadikan para banci icon mereka? Digrebeknya pesta seks sejenis di klub kebugaran Jakarta yang melibatkan gay usia belia? Atau Fenomena di sekitar kita yang menganggap kaum LGBT sebagai bahan lelucon bahkan guyonan? Bukan hanya dalam negeri, adzab pun diundang secara massal oleh dunia.
Tercatat sejumlah 23 negara telah merestui bersatunya kaum pelangi dalam balutan pernikahan. Belanda, Belgia, Spanyol, Kanada, Afsel, Norwegia, Swedia, Portugal, Islandia, Argentina, Denmark, Brazil, Inggris, Prancis, Selandia Baru, Uruguay, Skotlandia, Luxemburg, Firlandia, Slovenia, Irlandia, Meksiko, Amerika Serikat (Liputan 6.Com). Baru-baru ini menyusul Australia menjadi salah satu negara yang mengamini pernikahan sejenis. Tepatnya pertengahan desember tahun ini.
Berlangsungnya pernikahan antara Amy Laker (29) dan Lauren (31) merupakan pernikahan lesbi pertama setelah anggota parlemen di Australia mengetok palu izin secara resmi (Viva.Co.Id). Perayaan ini tentu membuka jalan lebar bagi ribuan orang untuk mengikuti jejak para pendahulunya. Kaum pelangi merasa memiliki tempat untuk menyatukan cinta palsu mereka dengan jalan pernikahan.
Tak disangka merebaknya kaum Luth ini justru dilegalisasi dan diapresiasi banyak kalangan. Cara pikir manusia zaman sekarang kebolak-balik. Standar perbuatannya pun semakin tak jelas. Masyarakat menjadi latah ikut-ikutan memberi toleransi buta. Paradigma mereka telah teracuni model berpikir sekuler yang ngelarang agama ikut ngatur kehidupan privat. Jelas racun sekuler telah menjadi biang keladi lahirnya kaum pelangi dengan gagahnya mereka bilang bahwa polah mereka sebagai bagian dari kebebasan berekspresi dan HAM menjadi senjata andalan.
Tragisnya racun sekuler ini dipakai bukan hanya oleh masyarakat atau pegiat LGBT sendiri, tetapi oleh penguasa untuk membuat kebijakan. Efeknya semakin meluas dan terang-terangan. Promo tentang LGBT muncul disetiap kesempatan. Melalui komik bacaan anak-anak, video klip, film-film Hollywood, sejumlah artis yang banyak digandrungi kawula muda semisal Lady Gaga turut mengkampanyekan LGBT, lewat novel, media social, termasuk prilaku ini marak dan mudah menular melalui pergaulan semisal dengan mandi bareng, tidur satu selimut atau candaan fisik saling sentuh alat-alat vital.
Bisa juga bujukan sahabat untuk menerima LGBT secara manusiawi. Menerima kehadiran mereka sebagai sebuah takdir, atau penyakit yang tak bisa disembuhkan. Pameo yang sering terlontar “itu kan pilihan hidup mereka yang penting tidak mengganggu orang lain”, “sudah takdirnya bukan keingingan”, “kalau boleh memilih tenu pinginnya jadi manusia normal” dan segudang pembelaan lainnya atas nama toleransi. Mengingat bahaya yang ditimbulkan tak bisa diremehkan. Virus HIV/AIDS muncul dari pasangan gay, korban gay hari ini akan menjadi pelaku dimasa datang dan terus menularkan prilaku terkutuk ini.
Sejarah telah mengajari kita untuk belajar dari masa lalu. Selain bangsa Sodom yang terabadikan di dalam Alqur’an, Pompeii salah satu wilayah bagian Italia, merupakan kota terkaya zaman kuno dengan sumber daya yang berlimpah dan kehidupan sangat megah. Mudah bagi Allah melenyapkannya tanpa tersisa hanya dalam satu malam. Bergelimang maksiat dan kota yang mengumbar perzinahan serta surga bagi kaum homoseksual. 1748 menjadi tahun ajaib, karena ditemukannya jasad dalam kondisi utuh nyaris tanpa kerusakan.
Mampu menyibak misteri hilangnya kota Ponpeei selama ribuan tahun lamanya akhirnya terbongkar. Bahkan pose mimik mereka masih terlukis jelas dari mayat yang mengeras, membatu dan secara alami diawetkan oleh Abu yang berasal dari letusan dahsyat gunung Vesuvius. Tak heran jika Pompeei mendapat julukan “kota maksiat”, karena kemaksiatan dilakukan sepanjang waktu dan tidak mengenal tempat, di rumah, di pasar bahkan di jalan-jalan. Hingga Allah mengabadikan semua jasad sebagai saksi sejarah Pompeei.
Bagi seorang muslim sikap penolakan terhadap LGBT bukanlah sekedar masalah kemanusiaan, tetapi masalah keimanan dan ketaatan mereka kepada Tuhannya. Melalui firman-Nya dalam surat Al Anfal: 25, Allah mengingatkan kepada kita semua akan dahsyatnya adzab Allah yang diratakan kepada seluruh penduduk disekitarnya.
وَاتَّقُوا فِتْنَةً لا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Dan peliharalah dirimu daripada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang lalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.
فَجَعَلْنَا عَالِيَهَا سَافِلَهَا وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهِمْ حِجَارَةً مِنْ سِجِّيلٍ
Maka Kami jadikan bahagian atas kota itu terbalik ke bawah dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang keras.
Demikian besarnya adzab Allah sudah seharusnya menjadi pelajaran bagi kaum muslim untuk meningkatkan gairah amar makruf nahy munkar atas seluruh manusia, meninggalkan prilaku terkutuk ini dan kembali kepada aturan yang berasal dari Dzat yang memberikan kehidupan kepada seluruh mahkluknya. Penting diingatkan pula kepada penguasa agar mereka bertanggungjawab atas kerusakan yang ditimbulkan dari berbagai perzinahan dan kemaksiatan LGBT yang telah menghancurkan generasi dan umat akibat penghambaan kepada mereka kepada sekulerisme.
Berhentilah mengundang adzab karena maksiat. Tidak ada jalan lain, kecuali mengagungkan syariah Allah yang mampu mewujudkan kerahmatan bagi seluruh alam. Wallahu’alam bi ash-showab.
*Penulis adalah Pemerhati Pendidikan dan Remaja, serta Staf Pengajar salah satu SMK di Jember
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!