Sabtu, 3 Jumadil Awwal 1446 H / 27 Januari 2018 05:13 wib
4.832 views
Kekuatan Politik Islam vs Politik Sekuler
Sahabat VOA-Islam...
Sejak gaung slogan penolakan terhadap pemimpin kafir lantang disuarakan, kekuatan islam politik mulai dianggap sebagai ancaman bagi penganut politik sekuler. Ditambah dengan aksi 212 tahun 2016 dan reuninya di tahun 2017 makin membuat merinding pendukung status quo sistem ini. Lebih-lebih lagi tahun 2018 mendatang yang digadang-gadang sebagai tahun politik segera tiba, namun kekuatan islam politik tak surut juga.
Sebelumnya, politik islam dipahami sebagai keikutsertaan orang muslim dalam pemilihan dan pencalonan pemimpin. Selain itu, politik Islam juga dimaknai upaya memperbanyak kader muslim dalam lembaga legislatif. Seiring dengan gencarnya da’wah dan semangat kembali pada Al-Quran dan Sunah, politik islam diperjuangkan sebagai upaya menjadikan aturan-aturan Islam sebagai tuntunan dalam menyelesaikan persoalan publik - termasuk persoalan politik pemerintahan.
Pergeseran makna ini merupakan hal yang positif sebagai indikasi bahwa umat tidak lagi memeluk islam sebagai agama ritual semata. Kini umat menganut Islam secara utuh sebagai tuntunan kehidupan yang menyeluruh.
Kekuatan politik Islam ini memang pantas diperhitungkan karena memiliki keistimewaan yang tidak terdapat pada kekuatan politik sekuler.
Pertama, kekuatan hujjah. Kekuatan hujjah adalah kekuatan landasan dalil yang dipakai umat Islam dalam melakukan tindakan karena pada dasarnya semua tindakan seorang muslim harus berdasarkan dalil. Kewajiban menjadikan Islam sebagai pedoman hidup dalam semua aspek kehidupan termasuk politik memiliki landasan hujjah tak terbantah. Ayat-ayat AlQuran dengan jelas memerintahkan umat agar berhukum dengan hukum-hukum Allah dan meninggalkan pembuat hukum selainNya. Rasul pun diriwayatkan sebagai uswatun hasanah dalam menyelesaikan segala urusan masyarakat di negara Madinah.
Para sahabat pun mengikuti metode rosul dengan menerapkan Islam dalam kekhilafahan. Kitab-kitab imam madzhab bertebaran mencakup pembahasan kepemimpinan dengan istilah khilafah atau imamah. Justru penganut politik sekuler tak memiliki hujjah apapun di sisi Allah. Tak ada ayat-ayat yang membenarkan demokrasi, sebuah sistem yang meletakkan aturan di tangan manusia. Begitupun Rasul tak mencontohkan bentuk negara republik, kerajaan, atau teokrasi. Namun rasul menegakkan negara yang khas berdasarkan wahyu. Pembagian kekuasaan yang dikenal trias politica pun nyata-nyata bukan tuntunan Islam.
Kedua, Kekuatan quwwah. Kekuatan quwwah adalah kekuatan motivasi yang menjadi mesin pendorong umat islam untuk melakukan amal. Karena memiliki landasan dalil yang jelas, maka motivasi terbesar umat dalam membawa Islam sebagai aturan kehidupan bermasyarakat adalah Ridho Allah berupa pahala dan balasan surga. Bagi umat, motivasi ini mampu membuatnya rela mengorbankan waktu, tenaga, harta benda, dan seluruh hidupnya untuk perjuangan islam politik. Berbanding terbalik dengan pejuang politik sekuler. Ada banyak bukti bahwa politisi dan massa politik sekuler melakukan pergerakan karena mengharap manfaat dari tindakannya. Bisa jadi berupa uang transport, uang makan, uang bulanan atau nafkah, tunjangan, jabatan dan kedudukan, hingga terakomodasinya kepentingan mereka dalam undang-undang.
Ketiga, kekuatan pengemban. Momentum 212 yang dihadiri jutaan massa, membuktikan bahwa Politik Islam diemban oleh kader-kader dari berbagai kalangan hingga tokoh dan intelektual. Para profesor yang sebelumnya bak bernaung di menara gading mencukupkan diri sebagai akademisi, satu persatu mulai turun gunung untuk berjuang. Mereka tak malu-malu menyuarakan Khilafah sebagai bagian dari ajaran Islam, meskipun basic keilmuan mereka bukan teologi/keagamaan. Tak kurang ulama-ulama tersohor pun dengan lantang mendukung Khilafah. Hingga di berbagai tempat ulama-ulama pendukung Khilafah ini dipersekusi, dihadang ceramahnya, tak surut Khilafah disuarakannya. Publik pun dapat melihat perdebatan antara intelektual dan ulama pro khilafah dengan yang kontra khilafah secara terbuka.
Keempat, kekuatan massa. Berangkat dari kekuatan hujjah dan ketinggian motivasi, massa islam politik sangat militan dan berkarakter. Pasca pembubaran ormas pejuang khilafah dilakukan pemerintah, tetap saja aksi-aksi, kajian-kajian dan acara bertema Khilafah dan Islam politik dibanjiri massa. Massa yang hadir ini pun menunjukkan kemuliaan akhlaq yang dicontohkan Rasulullah. Solid dan santun Dari sisi jumlah, massa riil politik Islam tak bisa dibilang sedikit. Massa seperti ini tak dimiliki oleh pendukung poiitik sekuler. Mereka cenderung mengedepankan emosi, otot, dan egoisme. Jumlahnya pun banyak di dunia maya namun diragukan jika harus terjun ke dunia nyata. Mereka enggan turun ke jalan jika tak ada uang yang datang ke tangan.
Kekuatan-kekuatan yang dimiliki Islam politik dan khilafah sebagai mahkotanya membuat kemenangan hanya tinggal menunggu pertolongan Allah. Upaya-upaya menghadang kebangkitan Islam politik akan sia-sia. Kekuatan islam politik terus eksis. Islam politik tak berhenti bergema dan ide Khilafah makin melangit. [syahid/voa-islam.com]
Kiriman Triana Arinda Harlis, ST., Ibu Rumah Tangga
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!