Kamis, 25 Jumadil Awwal 1446 H / 24 Agutus 2017 21:43 wib
6.262 views
Hijrah, Indonesia Tanpa Korupsi
Oleh: Reni Marlina
Kasus korupsi yang terjadi di Indonesia merupakan kasus yang sudah lazim di kalangan masyarakat. Hamper setiap tahun pasti ada kasus korupsi. Tak lain pelaku dari kasus korupsi ini adalah datang dari para pejabat-pejabat tinggi Negara. Seolah-olah uang rakyat mereka salah gunakan, amanah mereka abaikan.
Rakyat miskin menjerit kelaparan, si kaya makin kaya dan si miskin makin miskin. Penegakan hukum yang sangat minim. Mereka yang korupsi uang rakyat puluhan juta bahkan triliunan seolah-olah tidak takut akan hukum di Negara ini. Bukan hanya itu saja, korupsi yang sangat berdampak buruk dari segi pendidikan, ekonomi, social, terutama pada pembangunan infrastruktur yang terhambat. Peci, kopeah, berdasi, seolah-olah telah menipu masyarakat bahwa mereka lah tikus-tikus elegant yang tak terlihat oleh kasat mata.
Dalam islam, korupsi merupakan perbuatan yang keji. Karena banyak mendzolimi masyrakat banyak. Kasus yang terjadi setiap tahun ini, sudah menjadi viral masyarakat luas. Terutama di Indonesia yang notabena nya adalah masyarakat muslim. Yang sudah seharus nya takut kepada Allah swt bahwa itu adalah perbuatan yang dzolim.
Namun, pemberantasan korupsi ini harus bertahap. Mulai dari pembuatan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang di dirikan sejak zaman nya pemerintahan SBY. Dengan pembentukan KPK ini, setidak nya mengurangi kasus Korupsi di Indonesia meskipun tidak terlalu signifikan. Para pejabat yang sudah di tetapkan sebagai tersangka, masih tetap saja bisa berkeliaran di luar. Akibat dari minim nya penegakan hukum di Negara kita tercinta ini.
Mari kita lihat kerugian-kerugian yang di sebabkan oleh oknum-oknum tikus berdasi ini, Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebutkan total kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi sepanjang 2015 mencapai Rp31,077 triliun. Staf Divisi Investigasi ICW Wana Alamsyah di Jakarta, Rabu, mengatakan total nilai kerugian negara pada 2015 sebesar Rp31,077 triliun dengan sebagian besar modus yang digunakan adalah penyalahgunaan anggaran.
Modus korupsi terbanyak kedua adalah penggelapan dengan jumlah 107 kasus dengan nilai kerugian negara sebesar Rp412,4 miliar, ketiga "mark up" sebanyak 104 kasus dengan kerugian Rp455 miliar dan disusul penyalahgunaan wewenang sebanyak 102 kasus dengan kerugian Rp991,8 milliar, sedangkan jabatan tersangka yang paling banyak selama 2015 adalah pejabat atau pegawai pemda/kementerian, disusul direktur dan komisaris pegawai swasta, kepala dinas, anggota DPR/DPRD serta kepala desa/lurah dan camat.
Berdasarkan penanganan korupsi oleh aparat penegak hukum, ICW mencatat Kejaksaan menangani sebanyak 369 atau 67,4 persen kasus korupsi dengan total nilai kerugian Rp1,2 triliun, Kepolisian menangani 151 kasus atau 27 persen dengan nilai kerugian negara Rp1,1 triliun serta KPK menangani sebanyak 30 atau sekitar lima persen kasus dengan nilai kerugian Negara Rp722,6 miliar. Ia menilai perbedaan data tersebut muncul karena perbedaan persepsi, yakni pihaknya menghitung perkara, sedangkan ICW menghitung kasus sehingga lebih sedikit. (http://www.antaranews.com/berita)
Melihat dari jumlah uang masyarakat yang di salah gunakan oleh para oknum tikus berdasi ini memang sangat fantastis. Pemerintah sudah melakukan segala upaya untuk menindak lanjuti kasus korupsi yang terjadi di Indonesia ini. Mulai dari pembentukan KPK dan sebagai nya. Namun, tidak memberikan efek jera bagi para pelaku. Yang harus kita lakukan saat ini sebagai generasi muda agar tidak mencontoh perbuatan-perbuatan tersebut. Kemudian sebagai pemerintah lebih rapatkan lagi barisannya dalam menegakan hukum di Indonesia. Jangan nodai semboyan kita dengan kasus-kasus korupsi. Dalam perspektif islam sesungguhnya terdapat niat cukup besar untuk mengatasi korupsi. Bahkan, telah dibuat satu tap MPR khusus tentang pemberantasan KKN, tapi mengapa tidak kunjung berhasil? Tampak nyata bahwa penanganan korupsi tidak dilakukan secara komprehensif, sebagaimana ditunjukkan oleh syariat Islam berikut:
Pertama, sistem penggajian yang layak. Aparat pemerintah harus bekerja dengan sebaik-baiknya. Hal itu sulit berjalan dengan baik bila gaji tidak mencukupi. Para birokrat tetaplah manusia biasa yang mempunyai kebutuhan hidup serta kewajiban untuk mencukup nafkah keluarga. Agar bisa bekerja dengan tenang dan tidak mudah tergoda berbuat curang, mereka harus diberikan gaji dan tunjangan hidup lain yang layak. Berkenaan dengan pemenuhan kebutuhan hidup aparat pemerintah, Rasul dalam hadis riwayat Abu Dawud berkata, “Barang siapa yang diserahi pekerjaan dalam keadaan tidak mempunyai rumah, akan disediakan rumah, jika belum beristri hendaknya menikah, jika tidak mempunyai pembantu hendaknya ia mengambil pelayan, jika tidak mempunyai hewan tunggangan (kendaraan) hendaknya diberi. Adapun barang siapa yang mengambil selainnya, itulah kecurangan”.
Kedua, larangan menerima suap dan hadiah. Hadiah dan suap yang diberikan seseorang kepada aparat pemerintah pasti mengandung maksud agar aparat itu bertindak menguntungkan pemberi hadiah. Tentang suap Rasulullah berkata, “Laknat Allah terhadap penyuap dan penerima suap” (HR Abu Dawud). Tentang hadiah kepada aparat pemerintah, Rasul berkata, “Hadiah yang diberikan kepada para penguasa adalah suht (haram) dan suap yang diterima hakim adalah kufur” (HR Imam Ahmad). Suap dan hadiah akan berpengaruh buruk pada mental aparat pemerintah. Aparat bekerja tidak sebagaimana mestinya. Di bidang peradilan, hukum ditegakkan secara tidak adil atau cenderung memenangkan pihak yang mampu memberikan hadiah atau suap.
Ketiga, perhitungan kekayaan. Setelah adanya sikap tegas dan serius, penghitungan harta mereka yang diduga terlibat korupsi merupakan langkah berikutnya. Menurut kesaksian anaknya, yakni Abdullah bin Umar, Khalifah Umar pernah mengalkulasi harta kepala daerah Sa’ad bin Abi Waqash (Lihat Tarikhul Khulafa).Putranya ini juga tidak luput kena gebrakan bapaknya. Ketika Umar melihat seekor unta gemuk milik anaknya di pasar, beliau menyitanya. Kenapa? Umar tahu sendiri, unta anaknya itu gemuk karena digembalakan bersama-sama unta-unta milik Baitul Mal di padang gembalaan terbaik. Ketika Umar menyita separuh kekayaan Abu Bakrah, orang itu berkilah “ Aku tidak bekerja padamu “.
Jawab Khalifah, “Benar, tapi saudaramu yang pejabat Baitul Mal dan bagi hasil tanah di Ubullah meminjamkan harta Baitul Mal padamu untuk modal bisnis !” (lihat Syahidul Aikral). Bahkan, Umar pun tidak menyepelekan penggelapan meski sekedar pelana unta (Lihat Kitabul Amwal). https://hizbut-tahrir.or.id/2011/12/06/syariat-islam-dalam-pemberantasan-korupsi
Inilah pentingnya seruan penerapan syariat Islam guna menyelesaikan segenap problem yang dihadapi negeri ini, termasuk dalam pemberantasan korupsi. Karena itu, selamatkan Indonesia dan seluruh umat dengan syariat. Cara ini memang tidak mudah.
Maka dari itu, tugas suci menerapkan Syariah Islam tersebut seharusnya tidak dipikul hanya oleh kelompok atau jamaah tertentu, melainkan menjadi tugas bersama seluruh komponen umat Islam, termasuk mahasiswa dan masyarakat pada umumnya. Di sinilah peran yang dapat dimainkan oleh mahasiswa dan masyarakat. Wallahu a’lam. [syahid/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!