Ahad, 24 Jumadil Awwal 1446 H / 9 Oktober 2016 19:31 wib
6.919 views
Tax Amnesty: Upaya Menyelamatkan Rezim Jokowi?
Oleh: Eka Rahmi Maulidiyah
(Mahasiswi Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga Surabaya)
Tak berselang lama setelah Sri Mulyani menjabat sebagai Mentri Keuangan, beliau langsung mengesahkan UU Tax Amnesty. Tax Amnesty merupakan program pengampunan pajak yang sudah diberlakukan oleh pemerintah sejak bulan Desember 2015 yang lalu. Program ini ditujukan bagi WNI yang telah menyimpan uang pribadinya di luar negeri. Mereka harus mendaftar tax amnesty sampai batas waktu yang ditentukan, yaitu tahun 2020. Jika mereka tidak mendaftarkan tax amnesty, maka mereka akan mendapatkan ancaman punishment yaitu dikenai pajak sebesar 200 persen.
Perlu diketahui bahwa terealisasikannya program ini bermula dari kepanikan pemerintah akan APBN Indonesia yang defisit. Bagaimana tidak panik? APBN sudah habis di pertengahan tahun yang seharusnya digunakan selama satu tahun penuh! Bahkan karena APBN habis, gaji PNS pun tertunda karena pemerintah daerah belum menerima setoran dari pemerintah pusat. Dari sini, muncullah pertanyaan, sebenarnya APBN Indonesia digunakan untuk apa? Masyarakat tidak memungkiri bahwa uang negara banyak yang dikorupsi oleh pemerintah sendiri, banyak digunakan untuk memberikan fasilitas bagi pejabat seperti renovasi toilet yang sebenarnya kurang dibutuhkan karena masih layak pakai atau plesir ke luar negeri, dan sebagainya.
Pemerintah berfikir keras cara yang paling cepat untuk menambah pemasukan Negara demi menambal defisit Indonesia, maka diberlakukanlah tax amnesty. Namun, ini bukan pertama kalinya tax amnesty diberlakukan di Indonesia, sebelumnya juga telah diberlakukan yaitu tahun 1964, 1984, dan 2007. Di beberapa negara lain juga pernah diterapkannya tax amnesty, namun program ini sering kali gagal.
Negara Indonesia sudah diketahui berada di ambang kebangkrutan. Hutang Indonesia bertumpuk dari tahun ke tahun, ditambah lagi dengan masalah habisnya dana APBN membuat Indonesia semakin terpuruk. Jika sudah demikian, yang menjadi sasaran atas keterpurukan ini adalah pemimpin negara. Siapa? Tentu Presiden Jokowi
Negara Indonesia sudah diketahui berada di ambang kebangkrutan. Hutang Indonesia bertumpuk dari tahun ke tahun, ditambah lagi dengan masalah habisnya dana APBN membuat Indonesia semakin terpuruk. Jika sudah demikian, yang menjadi sasaran atas keterpurukan ini adalah pemimpin negara. Siapa? Tentu Presiden Jokowi. Dengan keterpurukan ini, maka Presiden akan lengser dengan sendirinya walaupun tidak ada desakan dari rakyat. Hal ini dikarenakan bahwa presiden dinyatakan tidak bisa bertanggung jawab atas negara yang dipimpinnya dan akhirnya negara mengalami collapse.
Sebenarnya bukan hanya tax amnesty yang menjadi sumber untuk menambal APBN yang defisit, namun dari berbagai pajak dan juga dihapuskannya subsidi. Sudah terasa belum bahwa kita hidup di Indonesia dengan dikenai berbagai macam pajak? Mulai dari pajak bumi dan bangunan, kendaraan bermotor, perhiasan, bahkan permen pun ada pajaknya. Terdapat juga wacana bahwa Pedagang kaki lima akan dikenai pajak sebesar 10 persen jika pendaatannya minimal 1 juta/ hari, siapapun yang memiliki penyewaan kamar kos juga akan dimintai pajak sebesar 10 persen, begitu juga dengan home industry yang akan dikenai pajak 10 persen. Subsidi yang semakin lama semakin dikurangi bahkan dihapus juga diterapkan agar tidak menambah beban biaya negara yang digunakan untuk pejabat.
Pemerintah hanya melihat bahwa masyarakat adalah beban yang harus ditanggung pemerintah sehingga membuat pemerintah memiliki alasan untuk berbuat jahat kepada rakyatnya sendiri. Padahal pemerintah atas nama kepala negara seharusnya melayani masyarakat dengan sebaik-baik pelayanan, bukan malah membuat masyarakat menderita karena terbebani dengan pajak dan biaya hidup yang semakin meningkat. Sekarang kita lihat apa hasilnya kita menyetorkan pajak kepada pemerintah. Pajak yang kita bayarkan tidak akan 100 persen kembali kepada kita, bahkan malah dikorupsi.
Jika kita mengkaji Islam lebih dalam, maka kita akan mengetahui bahwa Islam bukan hanya mengatur permasalahan ritual saja, bukan hanya masalah bagaimana kita beribadah kepada Allah SWT saja namun juga masalah mengenai bagaimana Islam mengatur negara seperti yang telah dicontohkan oleh baginda Rasulullah SAW.
Perlu kita ketahui bahwa pada masa khilafah (negara Islam), sumber pemasukan negara berasal dari hasil sumber daya alam. Bukan seperti sekarang yang mana sumber pemasukan terbesar adalah pajak dan hutang luar negeri.
Negeri-negeri muslim memang diberkahi dengan berbagai macam sumber daya alam, seperti di Indonesia. Sumber daya alam berupa hasil tambang emas, tembaga, perak, nikel, batu bara, hasil laut, dll dikelola oleh negara secara mandiri. Bukan diberikan kepada swasta dengan dalih tidak bisa mengelolanya secara mandiri, sedangkan kita hanya mendapatkan beberapa persen dari hasilnya. Bahkan terdapat kasus bahwa hasil yang beberapa persen tadi belum dibayarkan sampai bertahun-tahun.
Bagaimana mereka bisa bilang kita tidak bisa mengelolanya sendiri? Padahal kita memiliki ribuan tenaga ahli Indonesia yang tersebar di luar negeri.
Bahkan, pengelolaan sumber daya alam kita malah menjadi pemasukan negara lain, sedangkan kita hanya meminta remah-remahnya saja. Bagaimana bisa kita mengemis di negara sendiri? [syahid/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!