Senin, 24 Jumadil Awwal 1446 H / 3 Oktober 2016 14:05 wib
4.640 views
Mengobati tapi Menyakiti? Tuntaskan dengan Syari'ah
Oleh: Fitri Nurjannah, S. Pt
(Aktivis Muslimah HTI Banyumas)
Kemajuan farmasi semakin hari semakin canggih, berbagai penelitian dalam bidang obat kini terus dilakukan baik dari akademisi maupun swasta. Hasil dari kemajuan industri obat ini dapat dirasakan banyak kalangan, baik positif maupun negatif. Berbagai penyakit yang menyerang saat ini hampir semua ada obat untuk pencegahan hingga penyembuhannya.
Bukan tidak mungkin bahkan penyakit kanker yang dulu belum ada obatnya, kini dengan kemajuan teknologi farmasi terutama obat, kanker dapat disembuhkan melalui berbagai tahapan penyembuhan. Inilah luar biasanya potensi akal yang diberikan Allah kepada manusia, yang tidak diberikan kapada makhluk lainnya termasuk malaikat.
Obat dan Peredarannya
Era globalisasi saat ini menjadikan gaya hidup manusia semakin konsumtif dan selalu menginginkan serba cepat. Hal inilah yang akhirnya membuat seseorang menjadi malas dan asal-asalan: asal enak, asal kenyang, asal cepat, asal untung dan asal yang lainnya. Pola hidup seperti inilah yang membuat mereka tidak lagi memikirkan dampak dari segala yang diperbuat, sehingga ketika berbagai masalah kesehatan menyerang tubuhnya baru mereka mulai berfikir dan lagi-lagi mencari enak dan instan. Salah satu yang enak dan instan untuk mengatasi masalah kesehatan adalah obat.
Obat secara umum dapat diartikan semua bahan baik tunggal maupun campuran yang digunakan semua mahluk hidup untuk mencegah, meringankan dan menyembuhkan penyakit. Definisi obat secara khusus dapat diartikan sebagai obat jadi, obat paten, obat baru, obat asli, obat esensial dan obat generik (Astuti, 2012). Berdasarkan pengertian tersebut kita dapat mengetahui bahwasanya obat digunakan untuk membantu menyembuhkan berbagai penyakit yang diderita.
Obat yang saat ini hampir menjadi kebutuhan pokok setiap orang menjadikannya mudah didapatkan dimanapun, di warung, apotek, supermarket, mall dan sebaginya. Maraknya obat yang beredar dan tanpa perlu resep dokter membuka jalan banyak orang untuk melakukan bisnis usaha bidang obat ini. Padahal kita tentu tahu bahwasanya setiap obat memiliki efek samping yang diderita bagi peminumnya. Namun, sayang seribu sayang di era kapitalisme seperti saat ini dampak yang ditimbulkan kurang dihiraukan, asal mereka bisa mengonsumsi dan tidak merasa sakit meskipun hanya sesaat.
Hal tersebut menjadikan orang yang tidak bertanggungjawab mencoba peruntungannya dalam bisnis obat nakal ini. Berbagai kasus bisnis obat nakal ditemukan di beberapa tempat kejadian mulai obat palsu, obat kadaluarsa yang dijual ulang dan sebagainya. Kepala BPOM Dr.Ir. Penny L.Lukito seusai kampanye peduli obat legal mengemukakan bahwasanya obat yang beredar di masyarakat, 2% nya merupakan obat palsu. Obat palsu ini berupa obat Tanpa Izin Edar (TIE) dan obat palsu. Beberapa obat dengan merk dagang yang sering ditemukan, yaitu Bloppers, Viagra, Cialis, Ponstan, Incidal OD, Diazepam, Anti-Tetanus Serum dan Nizoral (VIVA.co.id, 21/08/2016).
Salah satu rumah yang dijadikan pusat penyimpanan obat kadaluarsa berada di Jl.Kayu Manis RT 04/14 Kelurahan Utan Kayu Selatan, Kec,Matraman Jaktim ditemukan 1.963 streep obat kadaluarsa berbagai merk, bahkan di pasar obat Jl.Pramuka, Jaktim juga ditemukan 49 botol obat cair kadaluarsa berbagai merk, 24 karung obat kadaluarsa berbagi merk, 122 streep obat yang sudah diganti masa kadaluarsanya (VIVA.co.id,05 /09/2016).
Efek Obat Palsu
Efek penggunaan obat palsu ini dapat membahayakan bagi yang mengonsumsinya. Obat yang tadinya digunakan untuk pengobatan, bukan kesembuhan yang didapat melainkan kesakitan yang bertambah yang semakin dirasakan para pasiennya. Seperti pemaparan Guru Besar Ilmu Farmakologi dan Farmasi Klinis UGM Zullies Ikawati bahwa dampak obat ilegal bagi keshatan beragam, tergantung komposisi, kondisi obat dan penyakit yang diderita pasien. Pasien yang menderita penyakit kronis semisal jantung, dengan mengonsumsi obat palsu yang tidak ada zat aktifnya, misal hanya berisi tepung sama saja dengan tidak minum obat.
Hal tersebut dapat menyebabkan penyakit yang diderita semakin parah menimbulkan kompikasi hingga memicu kematian. Sekretaris Jenderal Ikatan Apoteker Indonesia Noffendri ikut menambahkan jenis obat apapun, ilegal atau palsu, konsumen yang mendapat obat tidak sesuai kebutuhan dan ketentuan akan mengalami fungsi hati dan ginjal. Dua organ tersebut berfungsi mengolah obat dalam tubuh. Hati akan mengubah zat yang bersifat racun menjadi tidak beracun bagi tubuh. Jika hati ini rusak, maka sifat racun pada zat tersebut tidak dapat dinetralkan. Sementara ginjal bejerja layaknya penyaring, jika kinerjanya terganggu dan menyebabkan gagal fungsi, maka kotoran tidak akan tersaring dan menyebar ke sirkulasi darah hingga butuh cuci darah secara rutin ( Kompas.com, 09/08/2016).
Kesehatan dalam Islam dan Solusi Islam
Meski para petugas telah berupaya mengusut dan memberantas kasus ini, nampaknya belum membuahkan hasil yang berarti karena obat palsu ini masih tetap beredar di masyarakat. Semua ini terjadi karena lemahnya pengawasan pemerintah terhadap regulasi peredaran obat membuka peluang besar peredaran obat palsu, obat kadaluarsa, obat tanpa izin edar hingga obat-obatan yang mengandung bahan berbahaya. Kapitaisme dengan Neoliberalisme dan NeoImperialismenya telah membuat kehidupan masyarakat semakin tercekik.
Kebutuhan hidup semakin meningkat, pengangguran semakin bertambah, kriminalitas semakin merajalela menjadikan manusia menghalalkan segala cara untuk bertahan hidup. Mereka tidak lagi memikirkan nyawa seseorang, melainkan keuntungan sebesar-besarnyalah yang menjadi tujuan hidupnya. Hal ini jelas bertentangan dengan islam, yang menjadikan ridho Allah sebagai tujuan hidupnya. Sehingga dalam perbuatannya senantiasa menjadikan pahala dan dosa sebagai standar perilakunya.
Kesehatan adalah hak dasar yang harus dipenuhi oleh negara. Pemenuhan kesehatan dalam islam dijamin oleh negara baik rakyat miskin maupun kaya. Negara wajib menggunakan konsep anggaran yang bersifat mutlak dalam pembiayaan pelayanan kesehatan dan meninggalkan konsep anggaran berbasis kinerja. Jaminan layanan kesehatan yang aman yang pernah ada dalam sejarah dengan kualitas terbaik dan mewujudkan keadilan serta diderikan kepada seluruh rakyat, hanya ketika negara khilafah diterapkan. Kasus pemalsuan obat akan sangat dapat diminimalisir, karena negara menjalankan perannya secara sempurna dalam melayani kebutuhan kesehatan rakyatnya secara merata tanpa terkecuali. Hal tersebut hanya dapat kita rasakan jika kita dipimpin oleh muslim yang beriman dan bertakwa yang menerapkan islam secara kaffah.
Pemimpin muslim yang beriman dan bertakwa secara kaffah akan senantiasa memperhatikan urusan dan kemaslahatan rakyat. Kerana, dia takut akan hisab yang didapat kelak di hari kiamat yang mana rakyatnya akan menuntut dirinya di hadapan Allah atas kemaslahatan rakyat yang terabaikan. Sebagaimana sabda Rasul SAW: “Pemimpin yang mengurusi urusan masyarakat adalah pemelihara dan dia bertanggungjawab atas urusan rakyatnya (HR. Al-Bukhari dan Muslim).”
Islam memiliki sistem dengan segala aturannya yang dapat menjamin pelayanan kesehatan yang mensejahterakan bagi seluruh rakyatnya. Karenanya penerpan syari’ah islam secara menyeluruh oleh pemimpin muslim yang bertakwalah yang hahrus segera diwujudkan bersama agar terwujud Islam Rahmatan Lil’alamin. Wallahu a’lam bi ash-shawab. [syahid/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!