Senin, 17 Jumadil Akhir 1446 H / 23 Mei 2016 19:10 wib
8.785 views
Doa Lintas Agama: Produk Pluralisme Barat
Oleh: Zaqy Dafa (Peneliti Berbagai Pemikiran Islam)
Sebagai seorang Muslim sejati, mencari ilmu dengan semata mengharap ridha Allah kemudian mencari kebenaran yang hakiki adalah sebuah syarat mutlak demi mendapat keselamatan dalam menjalani kehidupan. Jangan sampai mencari ilmu agama bertujuan mencari harta dunia, kedudukan atau popularitas semata. Karena Rasulullah ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama sudah memberi peringatan kepada kita dalam haditsnya.
من تعلم علما ينتفع به في الاخرة يريد به عرضا من الدنيا لم يرح رائحة الجنة
“Barang siapa mencari ilmu yang seharusnya bisa menjadi kemanfaatan baginya di akhirat, namun justru ia malah menjadikannya untuk mencari harta duniawi maka ia tidak akan mencium bau surga.”
Dan sabda Nabi ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama:
مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ لِيُجَارِيَ بِهِ الْعُلَمَاءَ أَوْ لِيُمَارِيَ بِهِ السُّفَهَاءَ أَوْ يَصْرِفَ بِهِ وُجُوهَ النَّاسِ إِلَيْهِ أَدْخَلَهُ اللَّهُ النَّارَ.
“Barang siapa mencari ilmu dengan tujuan pamer kepada para ulama atau untuk berdebat dengan orang-orang bodoh atau mencari kedudukan dihadapan manusia, maka niscaya Allah akan memasukkannya kedalam neraka.”
Oleh karena itu sudah semestinya seorang Muslim berhati-hati dalam menata niat, baik ketika mencari ilmu atau mengajarkan ilmu kepada orang lain. Jangan sampai hanya karena niat yang salah justru kita malah terjerumus ke dalam apa yang diancamkan dalam hadits di atas. Mungkin ketika kita masih nyantri niatan buruk tadi mudah saja dihindari. Karena sebebas apapun kita belajar dan muthala’ah berbagai macam kitab, tetap saja kita wajib mengikuti dhawuh-dhawuh dari para syaikh yang ikhlas. Berbeda ketika sudah menyelesaikan pencarian ilmunya kemudian terjun untuk nasyrul ilmi dimana dalam kondisi jauh dari pantauan sang murabbi bisa jadi kita tersesat jalan.
Sudah menjadi hal yang lumrah ketika disela-sela berdakwah akan banyak sekali ditemukan problem-problem yang sebelumnya tidak pernah ditemukan di lembaga pendidikan. Jadi bukan hal yang mengagetkan lagi seiring perubahan zaman yang semakin kacau banyak para dai-dai yang secara kasat mata mereka memperjuangkan Islam, tapi secara hakikat justru malah mereka menghancurkan Islam. Tak ayal, hadits Nabi tersebut seakan diambil pemahaman terbalik. Perbuatan yang seharusnya dihindari, justru malah dengan bangga ditekuni. Wal ‘iyadzu biLlah.
Perjuangan membela dan mensyiarkan agama memang sulit dan berat, namun perjuangan harus tetap dilaksanakan. Tapi jangan lupa, bahwa Syariah Islam disamping menekankan dakwah islamiyyah juga mempunyai batasan-batasan yang sama sekali tidak boleh dilanggar. Dalam urusan niat mencari ilmu saja Nabi sudah menunjukkan batasan-batasanseperti dalam hadits diatas, apalagi dalam urusan menyebarluaskan ilmi yang tentunya mempunyai aturan-aturan yang lebih ketat. Karena dakwah islamiyyah ini menyangkut kelestarian agama di atas muka bumi dengan tetap menjaga kemurnian ajaran-ajarannya.
Tantangan dan godaan ketika memperjuangkan islam tidak mungkin bisa dihindari karena itu sudah menjadi sunnatullah. Oleh karena itu, melihat konsekuensi dakwah yang harus berhadapan dengan berbagai elemen masyarakat yang beraneka ragam, maka kesiapan bekal ilmu, niat, mental dan kemantapan iman patut diprioritaskan. Karena kalau tidak, bisa jadi bukan kemuliaan yang diraih tapi kehinaan di hadapan Allah Ta’ala. Apalagi kalau yang menjadi sasaran dakwah ada warga yang berstatus non-muslim, kalau seorang dai tidak tahu batasan-batasan Syariah bisa-bisa tidak hanya keikhlasannya yang luntur, tapi imannya juga ikut luntur. Tidak jarang banyak para dai yang terjerumus dalam kesesatan akibat kedangkalan mereka dalam ilmu agama.
Lantas bagaimana langkah kita ketika melihat kenyataan seperti ini? Demi kewaspadaan kita, kami membahas sekelumit tentang ceramah dan doa bersama dengan orang non-Muslim dan tentang tujuan di balik itu semua.
Ceramah & Doa Bersama Lintas Agama
Sudah menjadi tradisi, setiap ada perkumpulan atau pertemuan, baik dialog, seminar maupun pengajian, sudah dapat dipastikan di bagian akhirnya ditutup dengan doa. Begitu pula dengan dialog antar agama dan peradaban, ujung-ujungnya melahirkan tradisi doa bersama lintas agama, baik dalam satu forum dengan dialog antar agama atau dalam forum yang berbeda. Bahkan keduanya sama-sama berbahaya terhadap Islam dan umat Muslim, dan keduanya adalah produk Barat yang kafir, target keduanya juga tidak berbeda. Bahkan doa bersama lintas agama bersentuhan secara langsung dengan pratek ibadah dan akidah kaum Muslimin sebagaimana dalam dialog antar agama dan peradaban adalah membuat agama baru.
Selanjutnya kami akan sampaikan alasan untuk menolak pratek doa bersama lintas agama, sebagai berikut:
a. Doa adalah ibadah, berdoa berarti beribadah kepada siapa ia berdoa (meminta) seperti hadits Rasulullah ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama:
الدعاء مخ العبادة
“Doa adalah intisari ibadah.”
Dan Firman AllahTa’ala:
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ [غافر : 60]
“Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina".(QS. Ghafir: 60)
Yang dimaksud dengan “menyembah-Ku” di sini ialah “berdoa kepada-Ku”. Jadi Allah Ta’ala menjadikan doa sebagai ibadah. Ini telah ditunjukkan oleh kata “ibadaty” (menyembah-Ku) setelah kata “ud`uuny” (berdoalah kepada-Ku), sama seperti hadits di atas menyebut kata “ibadah” setelah kata “du`aau”. Maka doa adalah ibadah.
b. Ayat yang sering digunakan pendukung pluralisme agama adalah لكم دينكم ولي دين “bagimu agamamu bagiku agamaku”. Padahal, kalau kita baca ayat sebelumnya لا أعبد ما تعبدون “saya tidak akan menyembah apa yang kalian sembah”, maksudnya kita tidak boleh menyembah sesembahan orang kafir. Jika ada ceramah agama yang ujung-ujungnya ada doa bersama berarti kita berdoa kepada sesembahan orang kafir; berdoa berarti menyembah.
Contohnya larangan berkumpul dengan non-Muslim dalam kitab-kitab Fiqh adalah kita dalam shalat istisqa’ dilarang berkumpul (ikhtilat) dengan non-Muslim (kafir dzimmy). Ingat! Orang kafir di Indonesia tidak dihukumi dzimmy oleh Syaikh Ismail Zein dalam fatwanya.
Jika ada yang berkata nabi Muhammad ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama pernah berdiri ketika ada mayat orang kafir lewat di depan beliau, maka perlu diketahui itu adalah reflek kekagetan beliau melihat orang meninggal (naluri dari manusia melihat kematian), bukannya bermaksud menghormatinya.
Maksud diperbolehkan mendoakan orang kafir dalam ibarat kitab madzhab syafi’i adalah semoga orang kafir diampuni dengan dia masuk Islam, bukan mendoakan pengampunan ketika meninggal dalam keadaan kufur. Dalil keharamannya adalah Firman Allah Ta’ala:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ [النساء : 48]
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik.” (QS. Al-Nisa’: 48)
Aktivitas Doa Bersama Lintas Agama Adalah Produk Peradaban Barat-Kristen Dan Yahudi
Mereka telah mengesahkan aktivitas sinkretisme (percampuran Syariah maupun akidah berbagai agama) dan melakukan sekaligus mempropagandakannya terhadap kaum Muslimin. Padahal Islam benar-benar menolak sinkretisme tersebut, karena antara yang hak dan yang batil serta antara keimanan dan kekufuran tidak dapat dipertemukan dan disatukansampai kapanpun dan dengan alasan apapun.
Untuk melemahkan akidah umat Muslim dan untuk menghancurkan peradaban Islam, Barat Kristen dan Yahudi telah lama mempropagandakan ajaran sinkretisme kepada kaum Muslim melalui tangan dan mulut anak-anak asuhannya dari kalangan Muslim (orang-orang liberal). Seruan doa lintas agama sangat getol dikumandangkan oleh komunitas intelektual muslim yang berdiri dengan mengatasnamakan “pembela keadilan dan humanisme”. Padahal, seruan itu berakibat hancurnya akidah Islam dan terhempasnya keagungan Islam dan kemuliaan kaum Muslimin.
Aktifitas doa bersama lintas agama yang dilakukan kaum muslim bersama-sama dengan pemeluk agama lain merupakan bentuk peniru-niruan (tasyabbuh) dengan peradaban Barat yang kafir yang diharamkan oleh Islam. Rasulullah ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama bersabda:
ليس منا من تشبه بغيرنا
“Bukan termasuk golongan kami, orang yang meniru-meniru dengan orang non-Muslim.”
من تشبه بقوم فهو منهم
“Barang siapa yang meniru-niru denga suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.”
Dengan demikian apapun alasannya aktivitas doa bersama lintas agama yang dilakukan dan dihadiri oleh kaum muslim bersama-sama dengan orang-orang kafir dan musyrik, baik di tempat peribadatan salah satu agama atau di tempat-tempat umum seperti lapangan, gedung pertemuan dan sejenisnya adalah aktivitas tasyabbuh, bid’ah, serta bentuk percampuradukan antara Islam dengan kekufuran dan kemusyrikan (sinkretisme) yang diharamkan secara mutlak.
Meskipun demikian, kaum Muslimin tetap boleh berinteraksi dengan orang-orang kafir dan musyrik dalam urusan muamalahseperti jual beli, aktivitas pertanian, industri, perekonomian, dan sejenisnya, sedangkan menyangkut perkara akidah dan ibadah hanya ada satu kondisi yang dibolehkan bagi kaum Muslimin untuk berada bersama-sama dengan orang-orang kafir dan musyrik, yaitu berdakwah dan beragumentasi dalam rangka mengajak mereka untuk memeluk Islam. Inilah sikap Rasulullah ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama, para sahabat, para tabi’in dan tabi’it-tabi’in, dan para ulama shalihin yang tergolong dan terkumpul dalam barisan dan lingkaran ASWAJA.
Waspadailah proyek-proyek yang berkedok perdamaian (rukun antar agama) yang ujung-ujungnya adalah pemurtadan. WaLlahu A’lam. [syahid/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!