Rabu, 17 Jumadil Akhir 1446 H / 18 Mei 2016 19:29 wib
8.444 views
Modernitas (yang) Menista
Oleh: Zaqy Dafa (Meneliti Berbagai Pemikiran Islam)
“Karena itu janganlah pulang balik mereka dengan bebas dari suatu kota ke kota yang lain memperdayakan kamu.” (QS. Ghafir:4)
Demikianlah pesan Al-Quran kepada Nabi Muhammad ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama agar tidak terlena dengan peradaban orang-orang kafir di berbagai tempat di dunia. Kemajuan fisik yang dicapai oleh mereka pada hakekatnya tidak bebarti apa-apa karena nantinya nerakalah tempat mereka kembali di akhirat.
Peradaban mereka adalah peradaban yang berkembang tanpa mengikuti wahyu sehingga Allah murka dan tidak meridlai kehidupan mereka dan menurunkan siksa dengan ketidakteraturan (chaos) yang menimbulkan bencana bagi kehidupan manusia dan alam semesta.
Modernitas selalu identik dengan kemajuan fisik yang dicapai oleh orang kafir terutama Barat. Ketika merenungkan tentang dunia modern, maka yang terbersit di fikiran kita adalah gedung-gedung yang megah dan berarsitektur tinggi, sarana transportasi dan komunikasi yang kian canggih dengan produk-produk yang selalu mutakhir, jaringan dan akses informasi global yang bisa dinikmati secara mudah dan instan lewat dunia maya, dunia hiburan dan life style yang luks, glamor, dan berhiasan pesta ria diiringi dentuman musik yang menggema melewati sound system dan lenggok tubuh penikmat alunan lagu.
Modernitas yang dicapai Barat telah membuahkan berbagai kemudahan terhadap kehidupan manusia. Namun, modernitas Barat selalu berjalan seiring dengan westernisasi dan sekularisasi. Manusia boleh menikmati dan mempelajari kemajuan Barat, namun harus sekalian mengimpor ideologi Barat yang memisahkan urusan agama dari kehidupan manusia. Alam tidak lagi dianggap sebagai sign (tanda) kekuasaan Tuhan, sehingga manusia bisa seenaknya mengeksplorasi kekayaan alam tanpa batas-batas agama.
Peradaban Barat berkembang tanpa wahyu. Hal ini mendorong dan memaksa manusia untuk hubbud dunya (kumanthil donyo) tanpa mematuhi peraturan agama. Istilah 5F (Food, Fashion, Fun, Freedom, Faith) menghegemoni dalam kebudayaan Barat untuk menjauhkan manusia dari mematuhi agama dan terlarut dalam ‘surga’ Barat yang hakekatnya menista kehidupan dan akal manusia.
Pada awal Februari 2004, sekitar 100 laki-laki mengenakan rok dan pakaian minim turun ke jalan di Manhattan, New York, AS, melakukan aksi unjuk rasa menuntut kebebasan bagi kaum pria untuk mengenakan rok sebagaimana kaum wanita. Berbagai pemilihan artis dan putri-putrian digelar di banyaj Negara di dunia dan merupakan ajang bergengsi yang tiada tara tingginya, meski dalam proses pemilihan dan shooting-nya harus mengumbar aurat dan lekuk gemulai tubuh.
Berbagai perusahaan saling berlomba bahkan saling ‘sikut’ dalam mengembangkan mesin-mesin teknologi transportasi dan komunikasi seiring dengan banyaknya anak muda yang rela mengeluarkan uang berjuta-juta hanya untuk mengikuti tren mobil, motor, hape, dan piranti teknologi lain yang berubah dengan cepat tanpa memberi kesempatan bagi mereka untuk berpikir jernih. Busana ‘polos tengah’, celana jeans, situs-situs jejaring sosial, budaya musik dan dugem, menjadi santapan rutin yang wajib dipenuhi dengan uang-uang mereka meski harus menghalalkan segala cara. Manusia terus dijejali cara berpikir duniawi dan hedonis untuk melihat apa saja, menikmati hidup, meski harus dengan menghancurkan diri mereka sendiri. Modern bikin orang ga’ punya akal.
Di balik gemilang budaya Barat yang bergelimang dunia itu, kesenjangan sosial dan ekonomi merajalela di berbagai negara dan sudut-sudut kota yang lapuk dari sorotan. Data UNDP menunjukkan bahwa lebih dari 80 negara memiliki pendapatan per kapita lebih rendah dibandingkan satu dekade sebelumnya. Pada tahun 1960, perbandingan pendapatan per kapita antara seperlima penduduk bumi di negara-negara terkaya dengan seperlima penduduk bumi di negara-negara termiskin adalah 30:1, tahun 1990 menjadi 60:1, tahun 1997 menjadi 74:1.
Di negara-negara berkembang, sekitar 13-18 juta manusia, hampir separuhnya anak-anak, mati akibat kelaparan dan kemiskinan. Orang-orang kaya bisa menikmati berbagai fasilitas public dengan nyaman seperti kesehatan, keamanan, bahkan fasilitas tahanan sekelas kamar hotel bintang lima, namun di sisi lain orang miskin hidup di kolong-kolong jembatan dan mempunyai rumah yang tidak layak huni dan dilarang sakit kalau tidak punya uang untuk berobat.
Para santri yang belajar di pesantren tidak diberi kesempatan dan bantuan pendidikan yang layak sebagaimana sekolah-sekolah umum yang siswanya banyak dan bisanya cuma hura-hura tapi otaknya kosong. Kalau toh diberi bantuan maka harus mengikuti KTSP (Kurikulum Tidak Siap Pakai) dari pemerintah yang suka ganti-ganti dan cenderung sekular dan membatasi generasi muda untuk memahami agama mereka seluas-luasnya.
Rudal-rudal dan peluru-peluru tank memporak-porandakan kehidupan di Palestina dan negara-negara Islam lainnya serta membunuh wanita dan anak-anak yang tidak bersalah atas nama ‘perang melawan terorisme’. Maka Syaikh Muhammad Najih telah memperingatkan bahwa modern hakekatnya adalah penghinaan terhadap agama, dan tentunya kehidupan manusia.
Syaikh Muhammad Najih juga telah berkesimpulan bahwa modernitas hanya cocok untuk orang kafir. Di dalam dunia modern tertanam kuat ruh kebudayaan Barat yang berkembang tanpa wahyu. Modern sangat kontras dengan Islam yang meninggalkan ajaran-ajaran agama dalam mengatur kehidupan manusia di dunia.
Di tengah arus modernisasi dan globalisasi pengaruh Barat yang semakin tidak terkontrol tersebut, maka wajib bagi setiap Muslim untuk memahami ajaran Islam secara kaffah untuk memahami yang haq dari yang batil, yang halal dari yang haram, yang boleh dari yang tidak boleh. Selain itu juga wajib memahami bagaimana wajah peradaban orang-orang kafir dan rekayasa-rekayasa yang mereka gunakan untuk mendangkalkan dan melepaskan kaum Muslimin dari ajaran Islam.
Semua telah tersaji lengkap dalam Al Quran dan Sunnah Nabi yang ditafsirkan dan dijelaskan oleh para ulama salafushshalih dalam kitab-kitab mereka. Maka, ngaji kitab salaf yang telah menjadi tradisi Islam di Indonesia bahkan di seluruh kawasan Islam di dunia selama berabad-abad di pesantren dan lembaga pendidikan Islam lain merupakan solusi utama untuk menghadapi dan bersikap bijak dan tegas terhadap modernitas. Kaum Muslimin harus diberi kesempatan seluas-luasnya untuk memahami dan mengamalkan ajaran Islam dan mendapatkan perlakuan yang setara dengan lembaga pendidikan lain seperti sekolah dan universitas tanpa harus dipaksa untuk mengikuti sistem mereka.
Di samping itu, kaum Muslimin juga harus berusaha memupuk sifat zuhud yakni tidak fanatik dengan kehidupan dunia. Kemajuan fisik dalam peradaban modern tidak sepatutnya ditolak mentah-mentah, namun mesti digunakan sebaik-baiknya untuk mencapai kemudahan dalam beribadah kepada Allah dan menyejahterakan kehidupan duniawi manusia tanpa melanggar norma-norma agama.
Seorang Muslim mesti berusaha menghilangkan sifat cinta dunia yang mendorong untuk berbuat dan menjalankan agama hanya untuk kepentingan duniawi. Hal ini untuk melawan dan melepaskan diri dari hegemoni kebudayaan imperialis Barat yang ingin menjajah dan menguasai kehidupan manusia. Wallahu A’lam. [syahid/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!