Kamis, 24 Jumadil Awwal 1446 H / 12 Mei 2016 06:37 wib
8.295 views
Lapas Rusuh: Bukti Gagalnya Sistem Hukum Kapitalis
Oeh: Ismi Rahman
(Ibu Rumah Tangga, di Pleret Bantul DIY)
Banyaknya Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) bagi pemerintah khususnya lembaga penegak hukum diharapkan mampu mengatasi masalah krimininalitas di negeri ini. Hukuman penjara dinilai mampu membuat jera para pelaku tindak kejahatan dengan alasan mereka tidak akan bebas melancarkan aksi kejahatan karena dalam pengawasan. Selain itu,di dalam lapas mereka akan dibekali dengan ketrampilan agar setalah bebas mereka punya skill untuk bekerja.
Melihat fakta-fakta yang terjadi, misalnya kerusuhan di lapas Malabero, Bengkulu pada 25 Maret 2016 yang mengakibatkan 5 napi tewas terbakar si dalam sel. Kemudian belum sampai seminggu terjadi juga, penghuni lapas kota Kualasimpang, Aceh mengamuk dan meminta Kepala lapas dicopot, yaitu tanggal 1 April 2016 pun juga di lapas. Kerobokan Bali pada 21 April 2016, narapidana mengamuk karena menolak kehadiran 11 tahanan titipan. Bahkan diduga karena emosi mendengar seorang narapidana tewas diruang isolasi, pagi 23 April 2016 lapas Banceuy di Bandung dibakar oleh narapidana.
Adanya kerusuhan-kerusuhan tersebut, Menkum HAM dan DPR menganggap pemicunya adalah PP 99 tahun 2012 yang mengatur pemberian remisi pada napi kasus terorisme, narkotika, korupsi, kejahatan keamanan negara, kejahatan HAM dan kejahatan transnational. Menurut Akbar, pengetatan remisi bukanlah faktor tunggal penyebab terjadi kerusuhan di berbagai lapas di Indonesia. Akbar mengatakan potensi kericuhan di dalam lapas maupun rutan juga tak lepas dari dukungan SDM (sipir) yang minim serta kapasitas lapas yang berlebih (over capacity).
Upaya pemerintah menekan angka krimininalitas bisa dikatakan gagal. Karena ternyata lapas-lapas yang ada saat ini tidak mampu mengurangi angka tindak kejahatan. Terbukti banyak lapas yang over capacity. Hukuman kurung juga tidak membuat jera para pelaku kejahatan. Bahkan mereka masih mampu melancarkan kejahatan bagi yang punya jaringan diluar lapas. Para napi masih berani berbuat rusuh di dalam karena minimnya SDM di dalam lapas. Inilah kegagalan sanksi Kapitalis yang ada saat ini.
Kita butuh solusi tuntas untuk para pelaku tindak kriminal. Bukan hanya menekan angka kejahatan tapi juga memberi hukuman yang membuat pelaku jera. Kalau kita mau menengok sejarah kejayaan Islam, dalam rentang waktu hampir 14 abad tercatat hanya 200 kasus kejahatan. Ini adalah prestasi gemilang sejarah Islam tetapi tidak banyak yang mengetahuinya. Kita tidak akan bisa mengulangi sejarah gemilang itu dengan cara instan, dengan hanya menahan pelaku kejahatan di dalam lapas.
Kita harus merombak hukum dan mengganti sistem demokrasi yang terbukti gagal dengan sistem Islam. Mengapa harus Islam? Karena hanya Islam yang telah terbukti keberhasilannya. Hanya Islam yang memiliki solusi sempurna. Syariat Islam telah menetapkan bentuk dan kadar ukubat/hukuman, baik yang telah ditetapkan oleh syara' (bersumber dari Alqur'an dan sunah nabi) atau yang diserahkan pada khalifah (pemimpin negara Islam).
Hukuman harus dijatuhkan melalui vonis pengadilan. Hukuman dalam Islam memiliki dua hikmah,yaitu sebagai zawajir dan jawabir. Yakni sebagai pencegah agar seseorang tidak melakukan tindak kejahatan dan sebagai penebus dosa pelaku tindak kejahatan. Dan hukuman bukan monoton kurungan dalam penjara atau lapas. Tapi sesuai kadar kejahatannya.
Ketika syariat Islam diterapkan secara sempurna sampai pada level negara, maka bukan hanya akan meminimalisir tindak kejahatan tapi lebih dari itu. Dan finalnya akan sampai pada Islam rahmatan lil'alamin. [syahid/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!