Rabu, 14 Jumadil Awwal 1446 H / 13 April 2016 17:55 wib
8.317 views
Pembatalan Kenaikan Iuran BPJS Kelas III Bukan Solusi Hakiki Terhadap Pemberian Jaminan Kesehatan
Sahabat VOA-Islam...
Terpaan kritik atas kenaikan iuran premi Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan bagi peserta mandiri membuat pemerintah mengubah kebijakan. Khusus untuk peserta kelas III, rencana kenaikan iuran dibatalkan. Namun, peserta kelas I dan II tetap dibebani kenaikan iuran premi.
Sekretaris Kabinet Pramono Anung menyatakan, pembatalan itu akan diatur dalam peraturan presiden (perpres) baru. ’’Presiden memutuskan untuk dikembalikan. Artinya, tetap diberlakukan untuk rakyat itu Rp 25.500,’’ ujarnya di kompleks istana kepresidenan, Jakarta, kemarin (31/3). Sebelumnya, iuran premi kelas III akan dinaikkan dari Rp 25.500 menjadi Rp 30.000 per bulan.
Pramono menuturkan, penetapan iuran BPJS sebelumnya didasarkan pada masukan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN). Namun, ada reaksi dan masukan dari masyarakat, DPR, serta pemangku kepentingan lainnya. Akhirnya, kenaikan tersebut diputuskan untuk dibatalkan.
Pemerintah juga memutuskan bahwa pasien peserta BPJS Kesehatan kelas III juga bisa dirawat di kelas I. Sebelumnya, peserta kelas III tidak akan bisa mendapat pelayanan kelas I. ’’Jadi, iuran kelas III, namun dalam perjalanan ketika dia sakit memerlukan perawatan kelas I, sekarang diperbolehkan,’’ tambahnya. (Pontianakpost.com, 1/4/2016)
Sebelumnya Pemerintah menetapkan, besaran iuran untuk peserta mandiri atau membayar sendiri Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengalami kenaikan.Penyesuaian iuran ini berlaku efektif mulai tanggal 1 April 2016 sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016.Adapun perubahan iuran tersebut adalah:
1. Ruang perawatan klas III menjadi Rp 30.000 dari sebelumnya Rp 25.500 per bulan.
2. Ruang perawatan klas II menjadi Rp 51.000 dari sebelumnya Rp 42.500 per bulan.
3. Ruang perawatan kelas I, menjadi Rp 80.000 dari sebelumnya Rp 59.500 per bulan.
Semua kenaikan besaran iuran tersebut berlaku mulai 1 April 2016. Ketentuan tersebut sesuai dengan Pasal 16 F dalam Perpres tersebut.Adapun perubahan ini dikhususkan bagi kategori peserta pekerja bukan penerima upah dan peserta bukan pekerja.
Dalam Pasal 17 juga diatur, jika terlambat membayar iuran jaminan kesehatan lebih dari satu bulan sejak tanggal 10, penjaminan peserta diberhentikan sementara. Ini berlaku sejak 1 Juli 2016. Penjaminan akan diaktifkan kembali jika peserta membayar. Kemudian, dalam waktu 45 hari sejak status kepesertaan aktif kembali, peserta wajib membayar denda kepada BPJS Kesehatan untuk setiap pelayanan kesehatan rawat inap yang diperoleh. Denda itu adalah 2,5 persen dari biaya pelayanan kesehatan untuk setiap bulan tertunggak. Jumlah bulan tertunggak maksimal 12 bulan, dan nilai denda paling tinggi Rp 30 juta.
Pemerintah Lepas Tanggung Jawab
Sistem JKN oleh BPJS saat ini mengalihkan tanggung jawab berupa penjaminan kesehatan dari pundak negara ke pundak seluruh rakyat yang memang telah diwajibkan menjadi peserta JKN. Dengan demikian negara lepas tangan. Pasalnya, jaminan kesehatan yang merupakan hak rakyat dan seharusnya menjadi tanggung jawab negara akhirnya berubah menjadi kewajiban rakyat. Rakyat dipaksa saling membiayai pelayanan kesehatan di antara mereka melalui sistem JKN dengan prinsip asuransi sosial. Saling menanggung itulah yang dimaksudkan dengan prinsip kegotongroyongan.
Klaim BPJS Kesehatan sebagai lembaga penjamin kesehatan juga menyesatkan. Pasalnya, BPJS identik dengan asuransi sosial. Pada prinsipnya, asuransi sosial adalah suatu mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib yang berasal dari iuran guna memberikan perlindungan atas risiko sosial-ekonomi yang menimpa peserta dan/atau anggota keluarganya (Pasal 1 ayat 3 UU SJSN).
Akibatnya, pelayanan kesehatan untuk rakyat disandarkan pada premi yang dibayar oleh rakyat. Jika rakyat tidak bayar, mereka tidak berhak atas pelayanan kesehatan. Karena diwajibkan, jika telat atau tidak bayar, rakyat (peserta asuransi sosial kesehatan) dikenai sanksi baik denda atau sanksi administratif. Pelayanan kesehatan rakyat juga bergantung pada jumlah premi yang dibayar rakyat. Jika tidak cukup maka iuran harus dinaikkan. Itulah ide dasar operasional BPJS dan sebab mendasar kenaikan iuran BPJS.
Pemerintah Zalim
BPJS Kesehatan dengan sistem asuransi sosial yang mengubah pelayanan kesehatan dari hak rakyat dan kewajiban negara menjadi kewajiban rakyat, terlepas dari pundak negara, jelas itu merupakan kezaliman. Iuran yang diwajibkan terhadap rakyat jelas merupakan kezaliman. Kenaikan iuran BPJS Kesehatan artinya menambah kezaliman terhadap rakyat.
Di sisi lain, kekayaan alam yang sejatinya adalah milik bersama seluruh rakyat, justru diserahkan kepada swasta dan kebanyakan asing. Rakyat dan negara pun kehilangan sumber dana yang semestinya bisa digunakan membiayai jaminan kesehatan untuk rakyat tanpa memungut dari rakyat.
...pelayanan kesehatan termasuk bagian dari kemaslahatan dan fasilitas umum yang harus dirasakan oleh seluruh rakyat. Kemaslahatan dan fasilitas umum itu wajib dijamin oleh negara sebagai bagian dari pelayanan negara terhadap rakyatnya
Solusi Islam
Dalam Islam, kebutuhan akan pelayanan kesehatan termasuk kebutuhan dasar masyarakat yang menjadi kewajiban negara. Rumah sakit, klinik dan fasilitas kesehatan lainnya merupakan fasilitas umum yang diperlukan oleh kaum Muslim dalam terapi pengobatan dan berobat. Dengan demikian pelayanan kesehatan termasuk bagian dari kemaslahatan dan fasilitas umum yang harus dirasakan oleh seluruh rakyat. Kemaslahatan dan fasilitas umum itu wajib dijamin oleh negara sebagai bagian dari pelayanan negara terhadap rakyatnya.
Jaminan kesehatan dalam Islam itu memiliki tiga sifat. Pertama: berlaku umum tanpa diskriminasi, dalam arti tidak ada pengkelasan dan pembedaan dalam pemberian layanan kesehatan kepada rakyat. Kedua: bebas biaya. Rakyat tidak boleh dikenai pungutan biaya apapun untuk mendapat pelayanan kesehatan oleh negara. Ketiga: seluruh rakyat harus diberi kemudahan untuk bisa mendapatkan pelayanan kesehatan oleh negara.
Pemberian jaminan kesehatan seperti itu tentu membutuhkan dana besar. Dana tersebut bisa dipenuhi dari sumber-sumber pemasukan negara yang telah ditentukan oleh syariah. Di antaranya dari hasil pengelolaan harta kekayaan umum termasuk hutan, berbagai macam tambang, minyak dan gas, dan sebagainya; dari hasil pengelolaan harta milik negara dan sebagainya. Semua itu akan lebih dari cukup untuk bisa memberikan pelayanan kesehatan secara memadai dan gratis untuk seluruh rakyat, tentu dengan kualitas yang jauh lebih baik dari yang berhasil dicapai saat ini di beberapa negara.
Kuncinya adalah dengan menerapkan syariah Islam secara menyeluruh. Inilah yang harus diperjuangkan oleh umat. Umat secara keseluruhan tentu bertanggung jawab untuk menegakkan kembali Khilafah Rasyidah. [syahid/voa-islam.com]
Penulis: Sri Indrianti
(Aktivis Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia DPD II Tulungagung)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!