Rabu, 24 Jumadil Awwal 1446 H / 23 Maret 2016 10:43 wib
6.869 views
Miras dan Narkoba Mencedrai Generasi Bangsa, Dimanakah Peran Negara?
Oleh: Muslimaturrohmi, S.Pd*
Sahabat VOA-Islam...
Selama tujuh tahun belakangan ini terjadi peningkatan luar biasa konsumsi minuman keras (miras) dan obat-obat terlarang di kalangan remaja. “Berdasarkan hasil riset yang dilakukan Gerakan Nasional Anti Miras (GeNAM) jumlahnya melonjak drastis hingga menyentuh angka 23% dari total jumlah remaja Indonesia yang saat ini berjumlah 63 juta jiwa atau sekitar 14,4 juta orang.” (Detiknews/09/03/2015).
Di Kabupaten Lumajang sendiri, peredaran obat-obatan terlarang beberapa hari terakhir semakin mengkawatirkan. “Badan Narkotika Nasional (BNN) Kabupaten Lumajang menempatkan Lumajang pada peringkat ke 9 Se-Jatim dalam kategori rawan peredaran narkoba. Tidak ada daerah yang benar-benar menyatakan diri bebas dari narkoba. Lumajang termasuk daerah yang rawan peredaran dan penyalahgunaan narkoba, sehingga membutuhkan perhatian khusus.” (Suarasurabaya.net/08/01/2015).
“Satresnarkoba Polres Lumajang Jawa Timur menghimbau agar masyarakat meningkatkan kewaspadaan tentang bahaya miras dan obat-obatan terlarang karena sangat berbahaya bagi generasi bangsa. Menurut Satreskoba Polres Lumajang Jawa Timur AKP Purwandito, saat ini sudah banyak sekali korban akibat obat-obatan terlarang demikian juga dampak minuman keras (Miras) yang terus berjatuhan.” (rri.co.id/2203/2015).
Kondisi ini akan mengakibatkan efek yang sangat berbahaya bagi generasi bangsa. Dampak merusak luar biasa akan terjadi dan menjadi biang tindakan kriminal. Untuk itu dalam menekan peredaran dan penyalahgunaan obat-obatan terlarang baik norkoba, psioktropika dan minuman keras perlu adanya perhatian serius.
Faktor-faktor penyebabnya antara lain karena merosotnya nilai-nilai agama pada diri masyarakat/remaja saat ini, pendidikan dan pembinaan agama hanya sebatas ibadah ritual tanpa ada pengaitan dengan aturan Islam yang sempurna yang mengatur seluruh aspek kehidupan. Bahkan diperparah dengan keputusan pemerintah yang melongarkan penjualan minuman keras (miras) membuktikan pemerintah lebih mendengarkan kapitalis daripada agama yang jelas mengharamkan cairan najis tersebut.
Solusi tuntas untuk memberantas peredaran miras tidak lain dengan meninggalkan hukum buatan manusia (hukum positif sekuler) dan kembali kepada aturan Allah SWT
Pasal 6 ayat 1 perda 13/2006 menyebutkan bahwa denda bagi pelanggar perda paling banyak 50 juta atau kurungan selama 3 bulan. Persoalan mendasar dari peredaran miras yang kian marak karena sanksi hukum yang berlaku tidak bertumpu pada Syariat Islam. Secara filosofis, perda miras yang berlaku saat ini merupakan produk sistem demokrasi sekuler yang mendasarkan kebenaran pada akal manusia atau kompromi dan bukan halal haram.
Sehingga, dalam menjatuhkan sanksi pelaku miras semata mata berdasarkan landasan hukum positif sekuler dan mufakat yang bebas dari intervensi agama. Wajar kalau kemudian perda ini mandul dalam mencegah peredaran miras meski sudah dirazia berulang kali. Dengan kata lain, tidak ada efek cegah dan efek jera bagi pelaku dan masyarakat secara umum.
Solusi tuntas untuk memberantas peredaran miras tidak lain dengan meninggalkan hukum buatan manusia (hukum positif sekuler) dan kembali kepada aturan Allah SWT, Zat yang Maha Tahu dan Maha Adil yakni Syariah Islam.
Dalam pandangan Syariah, aktivitas meminum khamr (minuman keras) merupakan kemaksiatan besar dan sanksi bagi pelaku adalah dijilid 40 kali dan bisa lebih dari itu. Islam juga melarang total semua hal yang terkait dengan miras mulai dari penutupan pabrik miras, distribusi miras, toko yang menjual hingga konsumen (peminum minuman keras). Semua itu akan efektif berjalan dengan menerapkan Syariah Islam dalam institusi politik Khilafah Islamiyah.
Sehingga kita tidak bisa menutup mata dengan aneka problem yang semakin kompleks terlebih penguasa, karena penguasa adalah pihak yang akan pertama kali dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw:
“Aku mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya. Imam adalah pemimpin yang akan diminta pertanggung jawaban atas rakyatnya....” (HR al-Bukhari, Shahîh al-Bukhâriy,IV/6, hadits no. 2751 dan HR Muslim, Shahîh Muslim, VI/7, hadits no. 4828). Wallâhu a’lam bi ash-shawâb. [syahid/voa-islam.com]
*Penulis adalah tim kontak lajnah khusus sekolah MHTI dan S1 FKIP UNEJ
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!