Senin, 23 Jumadil Awwal 1446 H / 7 Desember 2015 05:29 wib
11.878 views
Maraknya Para Pemburu 'Rente'
Sahabat VOA-Islam...
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said melaporkan Ketua DPR Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) atas dugaan meminta saham dari PT Freeport Indonesia dengan mencatut nama Presiden Jokowi dan Wapres JK.
Kasus itu akhirnya memicu pertarungan politis antara kubu KIH dan KMP. Kegaduhan ini setidaknya mengungkap dua hal. Pertama: Para pemburu ‘rente’ masih berkeliaran. Pemburu rente itu memperdagangkan kekuasaan dan pengaruh mereka untuk memuluskan pihak tertentu dan memenangkan kontrak demi mendapatkan imbalan materi. Kedua: Kegaduhan ini juga mengungkap betapa Freeport melakukan segala cara untuk segera memastikan perpanjangan kontraknya.
Kegaduhan soal pencatutan nama Presiden dan Wapres itu pada tingkat tertentu seolah mengalihkan perhatian masyarakat dari persoalan sebenarnya, yaitu persoalan perpanjangan kontrak Freeport. Masyarakat hendaknya mencermati kejadian terkait pada rentang saat rekaman itu, 8 Juni 2015 hingga sekarang.
Pada 8 Juni itu terjadi pertemuan Novanto dan Reza Chalid dengan Dirut Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin, yang dihebohkan itu. Lalu pada 25 Juli 2015 ditandatangai MoU tahap ketiga yang memberikan perpanjangan ijin ekspor konsentrat kepada Freeport. Kemudian 31 Agustus 2015 ada surat Dirjen Minerba kepada Freeport bernomor 1507/30/DJB/2015. Surat itu berisi teguran karena Freeport dinilai tidak beritikad baik dan bermaksud tidak akan menyelesaikan amandemen kontrak karya (KK). Freeport juga dinilai tidak taat pada Pasal 169 huruf (b) UU Nomor 4 Tahun 2009.
Puncaknya, seolah sudah janjian sebelumnya, Menteri ESDM Sudirman Said mengirim surat balasan kepada Bos Freeport McMoran Inc, induk PTFI, James R. Moffet. Surat tertanggal 7 Oktober 2015—sama dengan tanggal surat Moffet kepada Menteri ESDM—dengan nomor 7522/13/MEM/2015 tersebut memberikan sinyal kepastian investasi pasca berakhirnya kontrak karya di 2021. Surat itu pada poin 4 bisa dipahami: pemerintah Indonesia berkomitmen untuk memastikan keberlanjutan investasi asing di Indonesia. Untuk itu perlu dilakukan penyesuaian peraturan di Indonesia. Ada janji bahwa persetujuan perpanjangan kontrak PTFI akan diberikan segera setelah hasil penataan peraturan dan perundangan di bidang minerba diterapkan.
Adanya janji “kepastian” perpanjangan kontrak Freeport dari pemerintah dengan akan mengubah dulu peraturan dan UU agar sesuai dengan keinginan asing tentu sangat aneh. Jadi, persoalan besarnya adalah masalah perpanjangan kontrak Freeport. Kegaduhan yang terjadi belakangan tidak boleh mengalihkan perhatian masyarakat dari persoalan besar itu. Jika masyarakat lengah, janji pemerintah, khsususnya Menteri ESDM Sudirman Said, untuk memperpanjang kontrak Freeport bisa dengan mulus terjadi.
Maraknya pemburu rente dalam bisnis migas dan tambang serta penyerahan kekayaan alam kepada asing adalah akibat penerapan sistem kapitalisme di negeri ini. Sesuai dengan doktrin kapitalisme, negara berwenang menentukan kontrak pemberian konsesi kekayaan alam kepada swasta dan asing. Wewenang itu dilegalkan melalui pembuatan peraturan dan UU. Hal itu tidak akan terjadi jika syariah Islam diterapkan secara total dan menyeluruh.
Dalam sistem Islam, kekayaan alam Allah SWT tetapkan sebagai milik seluruh rakyat. Pemerintah tidak punya wewenang untuk menyerahkan kekayaan milik rakyat itu kepada swasta apalagi asing. Pemerintah justru diharuskan oleh Islam untuk mengelola langsung kekayaan alam itu. Seluruh hasilnya dikembalikan kepada rakyat secara langsung atau dalam bentuk pelayanan dan fasilitas.
Dengan ketentuan hukum seperti itu, maka para pemburu rente tidak akan berkeliaran. Penguasa, pejabat dan politisi tidak bisa memperdagangkan kekuasaan dan pengaruhnya. Jika pun masih ada yang bisa menyalahgunakan kekuasaan dan pengaruh untuk memperkaya diri atau orang lain maka mekanisme syariah bisa memberantasnya. Di antaranya dengan mekanisme yang dicontohkan oleh Khalifah Umar bin al-Khathab, yaitu melalui pencatatan kekayaan para penguasa dan pejabat serta melakukan audit secara berkala.
Jika didapati kekayaan yang tidak sewajarnya, pemiliknya harus membuktikan bahwa kekayaannya diperoleh secara sah. Jika tidak, maka kekayaan itu bisa disita dan dimasukkan ke kas negara. Wallahua’lam wa ahkam. [syahid/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!