3 Kesempurnaan Ibadah di Sisi Allah

Oleh: Badrul Tamam

Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah ﷺ dan keluarganya.

Ibadah yang paling utama di sisi Allah adalah ibadah yang paling sempurna. Dan ibadah tidak akan menjadi sempurna kecuali dengan menyempurnakan tiga hal berikut:

Pertama: Kesempurnaan keikhlasan, yaitu dengan memurnikan niat hanya untuk mencari rida Allah semata, menghadirkan niat dengan sungguh-sungguh dalam beribadah, serta menghadap kepada Allah dengan penuh cinta, harap, takut, tunduk, dan kerendahan hati.

Kedua: Kesempurnaan ketepatan dalam ibadah, yakni ibadah tersebut harus sesuai dengan sunnah Rasulullah ﷺ, mencakup pelaksanaan rukun, syarat, kewajiban, dan amalan sunnah, serta bersih dari kekurangan dan kesalahan.

Ketiga: Kesempurnaan pengaruh ibadah, yaitu ibadah itu memberikan manfaat dan membawa kebaikan, baik bagi pelakunya sendiri maupun bagi orang lain.

Barang siapa mampu menyempurnakan ketiga hal ini, maka ia telah mencapai kesempurnaan di sisi Allah, meraih derajat penghambaan sejati, dan sampai pada tingkatan ihsan, yaitu beribadah kepada Allah seakan-akan ia melihat-Nya. Dalam banyak keadaan – terutama saat shalat, berzikir, dan berdoa – ia dapat “melihat” dengan mata batinnya gambaran tentang Sidratul Muntaha, Baitul Ma’mur, surga dengan segala kenikmatannya, dan neraka dengan segala siksaannya.

Hal ini terjadi karena kejernihan hatinya dan hilangnya penghalang yang menutupi pandangan batinnya terhadap kebenaran yang diberitakan dan digambarkan kepadanya, sehingga seolah-olah ia melihatnya dengan mata kepala sendiri.

Ketika hati telah naik ke derajat keimanan yang tinggi, mencapai tingkatan penghambaan sejati, dan menyaksikan kebenaran gaib dengan mata keyakinan, setan tidak akan mampu lagi memalingkannya dari Allah.

Ia tidak akan tergoda oleh hawa nafsu yang dilarang Allah, tidak akan berpaling kepadanya, dan jika sesekali godaan itu datang, Allah segera melindunginya dari keburukan dan perbuatan keji.

Godaan itu pun pergi dalam keadaan hina, rendah, dan dibenci. Sebagaimana Allah berfirman tentang Nabi Yusuf  ‘Alaihis Salam ketika setan datang dengan segala tipu dayanya dan menggoda beliau dengan seorang wanita cantik yang sendirian bersamanya:

وَلَقَدْ هَمَّتْ بِهٖۙ وَهَمَّ بِهَا لَوْلَآ اَنْ رَّاٰ بُرْهَانَ رَبِّهٖ كَذٰلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوْۤءَ وَالْفَحْشَاۤءَ اِنَّهٗ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِيْنَ

“Demikianlah (Kami lakukan) agar Kami memalingkan darinya keburukan dan perbuatan keji. Sesungguhnya dia termasuk hamba-hamba Kami yang mukhlash (tulus).” (QS. Yusuf: 24)

Dalam qira’ah lain disebutkan “mukhlisīn” (dengan kasrah pada huruf lam), yang berarti: hamba-hamba yang tulus karena memilih keikhlasan itu.

Allah menjelaskan bahwa sebab berpalingnya hati Yusuf dari maksiat dan ketertarikan kepada wanita itu adalah ketulusan dan keikhlasan hatinya, perkataannya, dan niatnya hanya untuk Allah.

Maka, salah satu penyebab utama seseorang terjerumus dalam perbuatan keji atau terikat hati pada maksiat adalah kurangnya keikhlasan yang sempurna kepada Allah.
Barang siapa menyempurnakan keikhlasannya, niscaya Allah akan menyelamatkannya dari setiap musibah, mengangkatnya dari setiap fitnah, dan menjauhkannya dari segala keburukan serta perbuatan keji. Wallahu A’lam. [PurWD/voa-islam.com]

Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!

Aqidah lainnya:

• Orang Beriman Harus Optimis
• Hadits Tentang Keutamaan Membaca 10 Ayat Pertama Surah Al-Kahfi
• Saat Kekuatan Berganti Lemah dan Tawa Menjadi Isak
• Misteri Akhir Hayat: Ketika Allah Mencintai Pertemuan dengan Hamba-Nya
• Doa, Senjata Orang Beriman
• Ditawari Hidup Kekal di Dunia & Kaya Raya: Inilah Pilihan Rasulullah SAW
• Keteguhan Bilal bin Rabah dalam Menjaga Tauhid
• Wasiat Akhir Hayat Rasulullah: Berbaik Sangka kepada Allah