Rabu, 27 Rabiul Akhir 1446 H / 13 Februari 2013 12:54 wib
28.109 views
Merayakan Valentine's Day Bukan Hanya Maksiat, Tapi Bisa Murtad
Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah untuk Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Gempita Valentine's Day sangat meriah di negeri kita yang mayoritas kaum muslimin. Pusat berbelanjaan menjadikan moment ini untuk menarik pengunjung, khususnya dari kalangan remaja. Media juga sibuk mencari sensasi melalui sarana syahwati ini. Pebisnis makanan juga tak mau ketinggalan, ikut menyemarakkan hari kasih sayang haram melalui tawaran potongan harga dan lainnya.
Kita akui, banyak umat Islam yang masih menganggap perayaan Valentine's Day sebagai budaya semata. Mereka berpandangan, ini tak ada hubungannya dengan nilai agama. Terlebih paham sekularisme yang sudah mengakar, sehingga memposisikan agama hanya pada tempat-tampat tertentu. Setelah itu, agama tak boleh berperan dalam kehidupan harian. Ditambah munculnya pemikiran liberalisme dan pluralisme sehingga kebenaran menjadi samar dalam pandangan orang.
Secara historis, Valentine's Day merupakan praktek peribadatan dalam agama Kristen untuk mengenang St. Valentin yang mati sebagai martir untuk membela agamanya. Karenanya umat Islam harus berlepas diri dari tradisi ini. Sebab, tuntutan keimanan adalah membenci dan berlepas diri dari kekafiran dan pelakunya. Sedangkan menyerupai orang kafir dan ikut-ikutan dengan budaya mereka adalah tanda jelas adanya kecintaan dan kasih sayang kepada orang kafir. Sementara Allah telah melarang kaum mukminin mencintai, loyal dan mendukung mereka. Sedangkan loyal dan mendukung mereka adalah sebab menjadi bagian dari golongan mereka, -semoga Allah menyelamatkan kita darinya-.
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَتَّخِذُواْ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاء بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاء بَعْضٍ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka." (QS. Al-Maidah: 51)
Abdullah bin Utbah berkata, "Hendaknya salah seorang kalian takut menjadi Yahudi atau Nasrani tanpa ia sadari." Ibnu Sirin berkata, "Kami yakin dia (Abdullah bin Utbah) memaksudkan ayat ini." (Dinukil dari Tafsir Ibnu Katsir)
لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ
"Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara atau pun keluarga mereka." (QS. Al-Mujadilah: 22)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Menyerupai (mereka) akan menunbuhkan kasih sayang, kecintaan, dan pembelaan dalam batin. Sebagaimana kecintaan dalam batin akan melahirkan musyabahah (ingin menyerupai) secara zahir.” Beliau berkata lagi dalam menjelaskan ayat di atas, “Maka Dia Subhanahu wa Ta'ala mengabarkan, tidak akan didapati seorang mukmin mencintai orang kafir. Maka siapa yang mencintai orang kafir, dia bukan seorang mukmin. Dan penyerupaan zahir akan menumbuhkan kecintaan, karenanya diharamkan.”
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam secara tegas melarang umatnya dari ikut-ikutan kepada budaya dari luar. Bahkan beliau mengancam kepada siapa yang masih suka membebek dan ikut-ikutan, ia bagian dari orang kafir tersebut.
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.” (HR. Abu Dawud, Ahmad dan dishahihkan Ibnu Hibban. Ibnu Taimiyah menyebutkannya dalam kitabnya Al-Iqtidha’ dan Fatawanya. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih al-Jami’ no. 2831 dan 6149)
Syaikhul Islam berkata, “Hadits ini –yang paling ringan- menuntut pengharaman tasyabbuh (menyerupai) mereka, walaupun zahirnya mengafirkan orang yang menyerupai mereka seperti dalam firman Allah Ta’ala, “Siapa di antara kamu yang berloyal kepada mereka, maka sungguh ia bagian dari mereka.” (QS. Al-Maidah: 51).” (Al-Iqtidha’: 1/237)
Imam al-Shan’ani rahimahullaah berkata, “Apabila menyerupai orang kafir dalam berpakaian dan meyakini supaya seperti mereka dengan pakaian tersebut, ia telah kafir. Jika tidak meyakini (seperti itu), terjadi khilaf di antara fuqaha’ di dalamnya: Di antara mereka ada yang berkata menjadi kafir, sesuai dengan zahir hadits; Dan di antara yang lain mereka berkata, tidak kafir tapi harus diberi sanksi peringatan.” (Lihat: Subulus salam tentang syarah hadits tesebut)
Ibnu Taimiyah rahimahullaah menyebutkan, bahwa menyerupai orang-orang kafir merupakan salah satu sebab utama hilangnya (asingnya syi’ar) agama dan syariat Allah, dan munculnya kekafiran dan kemaksiatan. Sebagaimana melestarikan sunnah dan syariat para nabi menjadi pokok utama setiap kebaikan. (Lihat: Al-Iqtidha’: 1/314)
Maka dari sini jelas bahwa merayakan Valentine's Day bukan semata maksiat, tapi kekufuran. Siapa yang nekad tetap merayakannya dan memeriahkannya bisa membayakan akidah dan keimanannya. Karenanya tidak ada alasan yang bisa dibenarkan jika umat Islam, -remaja, pemuda, atau orang tua- ikut-ikutan merayakan hari kasih sayang atas nama Valentine's Day. Wallahu Ta'ala A'lam. [PurWD/vos-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!