Senin, 29 Jumadil Akhir 1446 H / 22 Februari 2021 07:39 wib
3.717 views
Pangeran Diponegoro Abad ke-20: Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa (Bagian 1)
Oleh : Tatang Hidayat
(Penulis Perjuangan KH. Zainal Musthafa dalam Jurnal Ulumuna Vol.23 No.2 tahun 2019 UIN Mataram)
Setiap memasuki tanggal 25 Februari, masyarakat Jawa Barat pada umumnya, dan Tasikmalaya khususnya pastinya tidak akan melupakan peristiwa sejarah yang terjadi pada tanggal tersebut. Setiap tanggal 25 Februari setiap tahunnya selalu diperingati sebagai hari perjuangan Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa dan Perlawanan Sukamanah.
Wajahku terasa panas, dadaku terasa sesak, tidak terasa pipiku bahas oleh air mata yang tumpah nyaris tak terasa sejak pertama mendengar hikayat perjuangan Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa dalam melakukan perlawanan terhadap penjajahan Belanda dan Jepang pada masa itu. Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa pernah di penjara ketika masa penjajahan Belanda dan penjajahan Jepang, dan puncak perlawanan beliau ketika terjadi pertempuran Sukamanah. Penulis diberikan kesempatan yang mulia dan berharga bisa menelusuri lorong-lorong sejarah Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa sejak tahun 2014 kemudian menuliskannya untuk mewariskan nilai-nilai perjuangan beliau kepada generasi di masa depan.
Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa merupakan sosok yang sangat layak untuk diteladani bagi generasi muda saat ini, sosok yang sangat pemberani dalam melakukan perlawanan terhadap segala bentuk kezaliman dan penjajahan karena tidak semua orang diberikan keberanian untuk melakukan semua itu. Begitu banyak pengorbanan yang beliau berikan untuk generasi kita hari ini, beliau bukan hanya menumbalkan kebahagiaan pribadi dan keluarganya saja tetapi beliau telah memberikan dan mengorbankan semuanya hingga jiwa raga untuk generasi kita hari ini.
Di samping mujahadahnya berat, tantangannya besar, bahkan jiwa dan raga pun harus dikorbankan demi sebuah kehormatan melalui jalan perjuangan. Dengan keberanian dan kegigihan dalam mempertahankan ajaran Islam, dengan jalan itu pula mengantarkan beliau untuk bertemu Allah SWT dengan gelar sebagai seorang syuhada.
Berat sebetulnya ketika saya harus menyampaikan perjuangan beliau, karena terlalu mulia perjuangan beliau yang harus disampaikan oleh seseorang yang sebenarnya belum layak untuk menyampaikannya. Tulisan sederhana ini selengkapnya sudah dipresentasikan dalam The 4th Ulumuna Annual International Conference and 1st Indonesia - USA Transnational Collaboration and Network Forum - June 29th, 2019 at Mataram NTB, Indonesia dan publish dalam Ulumuna : Journal of Islamic Studies Vol. 23 No 2 tahun 2019 terakreditasi Kemenristekdikti (SINTA 2)
Naskah selengkapnya silakan bisa didownload dan disebarluaskan di link https://www.pstkhzmusthafa.or.id/asy-syahid-kh-zainal-musthafa-dan-perlawanan-sukamanah/ dan https://ulumuna.or.id/index.php/ujis/article/view/363/303
Mudah-mudahan tulisan sederhana ini bisa mengobati kerinduan umat terhadap sosok ulama panutan, karena dalam situasi seperti ini, kerinduan untuk menghadirkan sosok ulama panutan terasa sangat wajar. Tulisan ini merupakan sebuah ikhtiar untuk menampilkan sosok tipikal ulama panutan yang direpresentasikan dengan baik oleh Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa di zamannya. Beliau bersikap oposan pada setiap kekuasaan represif dan tirani dari penguasa imperialis dan berani menentang setiap kondisi yang dianggap mungkar.
Jika masa penjajahan Belanda yang menendang bola salju perlawanan nasional adalah Pangeran Diponegoro. Maka masa penjajahan Jepang yang menendang bola salju perlawanannya adalah Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa. Bahkan sebagian kalangan mengatakan, perlawanan Sukamanah tidak hanya mengguncang Tokyo, tetapi juga mengguncang Jerman dan Amerika.
Ada 17 poin yang saya angkat dalam tulisan sederhana ini, di antaranya :
Pertama, motif dari perlawanan Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa bukan hanya atas dasar melawan kezaliman penjajahan Jepang, tetapi hakikatnya dilandasi dengan nilai-nilai tauhid karena menolak kemusyrikan. Saat itu setiap pagi masyarakat Tasikmalaya diharuskan melakukan saikeirei yakni membungkuk setengah badan ketika matahari terbit ke arah Tokyo. Di sisi lain, Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa dalam menyebut penjajah Jepang, beliau menambah diksinya dengan kafir Jepang. Ini mengingatkan kita juga dengan diksi yang digunakan oleh Pangeran Diponegoro saat melakukan perlawanan kepada penjajah Belanda, bukan hanya penjajah Belanda tetapi menambahkannya dengan penjajah kafir Belanda. Diksi kafir banyak tercantum dalam Babad Diponegoro yang ditulis Sang Pangeran di Manado. Oleh karena itu, landasan perjuangan Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa dilandasi dengan ketauhidan dan menginginkan Indonesia merdeka berdasarkan Islam.
Kedua, berdasarkan referensi lain ternyata ada seorang ulama lagi yang menolak melakukan saikeirei yakni Haji Abdul Karim Amrullah atau Haji Rasul (ayah Buya Hamka) dari Maninjau, Sumatera Barat. Ini menunjukkan meskipun terpisah dengan jarak yang cukup jauh antara Tasikmalaya Jawa Barat dan Maninjau Sumatera Barat tetapi karena dasarnya sama adalah tauhid yang kuat maka dalam menyikapi saikeirei pun kedua ulama tersebut ada kesamaan dengan menolaknya.
Ketiga, dari segi nasab ada hal yang menarik dalam diri Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa, karena nasab beliau ke atasnya belum diketahui dikarenakan kurangnya referensi. Namun ketika penulis bersilaturahim kepada salah seorang cucu beliau, yakni Yusuf Hazim, beliau memperlihatkan kepada penulis salah satu pusaka yakni berupa pedang yang dihikayatkan diturunkan secara turun temurun dan dikatakan berasal dari Kesultanan Mataram Islam. Ini hal yang menarik untuk terus ditelusuri nasab Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa. Tidak menutup kemungkinan jika ditelusuri lebih lanjut silsilah nasab Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa dapat diasumsikan : 1. Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa memiliki nasab sebagai keturunan dari Kesultanan Mataram Islam. 2. Nasab Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa bagian dari para ksatria bhayangkara Kesultanan Mataram Islam yang mukim di Tasikmalaya, sekaligus utusan resmi kesultanan. 3. Nasab Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa merupakan pribumi asli (bumi putra) yang mendapat amanah sebagai wakil resmi Kesultanan Mataram Islam.
Keempat, Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa bergabung dengan Jam’iyyah Nahdlatul Ulama (NU) pada tahun 1933. Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa tercatat sebagai Wakil Rois Syuriyah NU Cabang Tasikmalaya. Namun sebelum melakukan perlawanan, Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa mengundurkan diri dari NU. Ini menunjukkan bahwa perjuangan Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa bukan untuk kepentingan organisasi atau kelompok, tetapi perjuangan beliau untuk kepentingan umat dan bangsa dengan cara-cara syariah Islam dalam meninggikan Kalimatullah di muka bumi.
Kelima, jejaring ulama luas yang sudah dimiliki Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa sebelum perlawanan. Hal tersebut dibuktikan sebagaimana hasil wawancara Ahmad Mansyur Suryanegara selaku Sejarawan Universitas Padjadjaran kepada EZ. Muttaqin salah satu santri Sukamanah yang saat itu diperintahkan oleh Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa untuk mengirimkan surat kepada KH. Ahmad Sanusi Pimpinan Pondok Pesantren Syamsul Ulum Gunung Puyuh Sukabumi. Namun EZ. Muttaqin tertangkap di stasiun Bandung dan ditelanlah surat tersebut. Seandainya surat tersebut sampai ke KH. Ahmad Sanusi, dapat dipastikan akan timbul solidaritas protes sosial di Sukabumi.
Keenam, latar belakang pasukan dalam perlawanan Sukamanah hampir sama dengan peristiwa perang Jawa (1825-1830) yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro yang melibatkan banyak pihak baik dari kalangan ulama, santri, dan masyarakat. Pertempuran Sukamanah melibatkan berbagai pihak di antaranya para kyai, santri Sukamanah, masyarakat Sukamanah, dan pasukan-pasukan Muslim (Lazkar Hizbullah dan Sabilillah) yang ikut bergabung dibawah koordinasi Asy-Syahid KH Zainal Musthafa.
Ketujuh, Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa dan pasukan Sukamanah sangat memahami dengan utuh konsep jihad Fii Sabilillah, nyatanya saat terjadi pertempuran pasukan Sukamanah diperbolehkan menyerang setelah tentara kafir Jepang memasuki garis batas pertempuran. Yang membuat sedih Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa ternyata yang dikirim pasukan di garis depan adalah kenpeitei yakni polisi pribumi yang bekerjasama dengan tentara kafir Jepang.
Kedelapan, saat peristiwa peperangan, Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa bertindak sebagai komando sambil terus berdzikir memakai tasbih. Saat peperangan sengit terjadi kemudian banyak dari kenpeitei Jepang tewas akhirnya Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa memerintahkan pasukannya untuk menghentikan peperangan dan mundur karena dikhawatirkan kenpeitei yang tewas dan berasal dari pribumi masih banyak yang mendirikan shalat. Dengan demikian, sebenarnya pasukan Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa bukan kalah tetapi mengalah, bedakan diksi kalah dan mengalah, karena dikhawatirkan pasukan musuh yang tewas yang berasal dari pribumi masih mendirikan shalat.
Kesembilan, jumlah pasukan Sukamanah yang syahid dalam peperangan berjumlah 86 orang dan dimakamkan dalam satu lubang. Sekarang pertanyaannya, berapa jumlah dari pasukan musuh yang tewas ? Berdasarkan penuturan beberapa saksi mata kejadian yang disampaikan kepada salah seorang cucu Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa, diperkirakan pasukan musuh yang tewas berjumlah 300 orang karena dilihat dari jumlah truk yang datang ke Sukamanah. Namun dikarenakan strategi tentara Jepang untuk menyembunyikan kekalahan mereka maka yang tewas tersebut segera dinaikan ke truk dan disembunyikan. Hal demikian diperkuat pasca peperangan begitu sulitnya menemukan berbagai referensi yang menjelaskan tentang peperangan tersebut, dikarenakan Pesantren Sukamanah langsung diporak porandakan.
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!