Senin, 13 Jumadil Awwal 1446 H / 28 Januari 2019 21:20 wib
5.420 views
Blundernya Kasus Pembebasan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir
Oleh: Azrina Fauziah (Anggota Komunitas Pena Langit Malang)
Bila sebelumnya kita sering mendengar pemberitaan media tentang berita ulama-ulama yang dikriminalisasi pada beberapa tahun silam sebelum tahun politik ini, maka sejatinya kasus kriminalisasi ulama telah lama terjadi.
Contoh saja kasus yang dialami oleh ustadz Abu Bakar Ba’asyir. 2/3 tahun dari vonis penjara 15 tahun telah ia habis kan di dalam jeruji besi kini pemberitaan tentang pembebasan tanpa syarat oleh Presiden Jokowi semakin semerbak di tengah pemberitaan media nasional.
Namun setelah beberapa hari menjadi headlind di media nasional berita pembatalan justru kini yang muncul ke permukaan. Pasca pernyataan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto yang menyatakan bahwa presiden janganlah grusak-grusuk untuk membebaskan ustadz Abu Bakar Ba’asyir, tentu harus banyak pengkajian dari segala aspek seperti ideologi pancasila dan mendatangani ikrar kesetianya pada NKRI ujarnya. (banjarmasinpost.co.id)
Pihak ustadz Abu Bakar Ba’asyir ketika di konfirmasi tentang pembebasan tanpa syarat pun belum mendapatkan berkas apapun. Sehingga terlihat bahwa berita pembebasan ini masih belum matang dari segi koordinasi internal pemerintahan dan administrasi pembebasan.
Blunder, Berujung PHP?
Kasus pembebasan ustadz Abu Bakar Ba’asyir ini terkesan blunder dan rumit. Awalnya pemerintah akan membebaskan sebab menilik dari kemanusian bahwa ustadz Abu Bakar Ba’asyir telah mengalami komplikasi di usianya yang telah menua. Namun disisi lain ketidakkompakan pemerintah dalam sikap dan pernyatannya membuat polemik baru bahwa ustadz Abu Bakar Ba’asyir belum akan dibebaskan.
Menelitik kembali kasus yang menjerat ustadz Abu Bakar Ba’asyir, Beliau sejatinya adalah korban fitnah. Beliau dituding sebagai dalang terorisme aksi bom bali dan pendanaan latihan teroris di Nangro Aceh Darussalam yang dipidanakan sejak tahun 2011 lalu.
Kampanye terorisme (WOT) merupakan agenda barat yang dikampanyekan saat itu oleh Amerika, tak tanggung-tanggung beberapa aksi teror dipertontonkan kepada publik indonesia dan pada akhirnya menghasilkan korban jiwa yang banyak demi mendapat terduga teroris yakni para ulama serta muslim lainnya di indonesia. Ini telah menjadi rahasia umum, sejak terjadinya penambrakan gedung kembar di Washington, D.C. pada 11 september 2001. Bahkan kebanyakan negeri-negeri muslim telah sepakat memerangi terorisme ala barat yakni Amerika yang tak lain merupakan suara dakwah islam kaffah.
Kini pembebasan yang telah diutarakan masih menjadi janji manis yang tak kunjung terwujud. Sebelumya pemerintah beralasan demi kemanusiaan dan HAM, namun alasan itu tak berpengaruh bagi terduga teroris pejuang islam kaffah seperti ustadz Abu Bakar Ba’ayir. Bagi penguasa orang yang tak sepahaman dengan mereka apalagi menyampaikan islam kaffah sangat perlu diwaspadai bahkan dihukum lebih berat.
Begitulah standar ganda HAM yang canangkan oleh barat. Ia hanyalah alat barat untuk membela kebebasan dan memuluskan makar mereka namun justru menjadikan bumerang bagi kaum muslim. Wajar saja rencana pembebasan ustadz Abu Bakar Ba’asyir kini hanyalah harapan semu. Sebab musuh-musuh islam tentu belum menghendakinya.
Elektabilitas Presiden Jokowi pun kini mulai dipandang sebab kasus ini. terlihat mempolitisasi kepentingan politiknya demi mendapatkan suara rakyat dalam pemilihan suara pemilu 2019. Namun dari penghujung cerita singkat kasus ini dapat disimpulkan bahwa pemimpin tentu lah ketika berjanji haruslah menepati janji, bila ia tak menepati janji-janji manisnya tentulah dia memiliki sikap munafik.
Bila ia memiliki sikap seperti itu pantas saja negeri ini rakyatnya sengsara sebab sering dikibuli, bahkan aset-aset milik rakyat pun ia berani gadaikan kepada asing aseng. Maka jelas pemimpin seperti ini tak pantas dipilih kembali!
Tidakkah kita rindu akan seorang pemimpin yang dia amanah dan adil seperti Umar bi Khattab? Ia sangat takut tak dapat membahagiakan dan mensejahterakan rakyatnya.
Ia takut bila kebijakannya bisa mendzolimi rakyatnya dan ia begitu takut bila ada seekor keledai terperosok di jalan yang berlubang sebab ia belum segera memperbaiki infratruktur di dalam negera islam.
Semua hal tersebut tercermin sebab daripada islam yang telah mengajari bagaimana seorang pemimpin itu harus berlaku. Waallahu’alam bishowab. [syahid/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!