Rabu, 1 Sya'ban 1446 H / 20 April 2011 08:01 wib
2.397 views
Dukung Muslim, Sherif New York Kebanjiran Penggemar
NEW YORK (Berita SuaraMedia) – Tiga wanita muda, semuanya memakai jilbab, berkumpul di luar ruang kuliah TriBeca dalam antisipasi yang penuh semangat. Bukan aktor atau bintang pop yang mereka tunggu-tunggu. Obyek antusiasme mereka adalah Sherif Lee Baca, yang datang ke kota itu hanya untuk satu malam.
Mungkin bukan hal yang biasa bagi seorang penegak hukum di mana pun untuk memiliki penggemar, apalagi yang berada di sebuah benua jauh dari yurisdiksinya. Tapi seperti itulah kehidupan kepala petugas penegak hukum Los Angeles sejak dukungan terbukanya pada Muslim Amerika menjadikannya perhatian nasional.
"Aku hanya ingin bertemu denganmu dan berterima kasih," ujar seorang wanita muda setelah bertemu dengan Baca di luar janji wicara tentang outreach Muslim. "Kau memberi kami suara."
Baca, seorang mantan tentara cadangan Marinir dan pendukung Partai Republik, telah kebal dengan sindiran yang membuat politisi lain menjauhkan diri dari kaum Muslim pasca 11 September. Dia melawan pendekatan garis keras penegak hukum berupa pemeriksaan keamanan dan pengawasan demi outreach dan kerjasama.
Kredensial tata hukumnya membuat dia menjadi sekutu yang sangat menarik bagi advokat Muslim. Memberikannya kesempatan untuk berbicara di acara-acara televisi nasional, termasuk The Colbert Report dan undangan ke balai Kongres. Pada lebih dari satu kesempatan, dia menjadi satu-satunya penegak hukum yang bersedia bergabung dengan legislator Republikan tentang isu tersebut.
Di New York, di mana Baca memaparkan keuntungan penggapaian Muslim pada sebuah panel tentang keamanan nasional, sang sherif tampak terdorong semangatnya oleh penerimaan yang hangat. "Apa kau lihat gadis-gadis itu? Apa mereka tampak seperti teroris bagimu?" ujarnya tentang para wanita Muslim yang menyapanya. "Mereka bukan teroris. Aku tahu masyarakatku."
Peristiwa 11 September segera membawa Baca ke arah yang tidak biasa. Ketika banyak politisi memilih pendekatan sepanjang lengan pada kaum Muslim, Baca memilih Al-Qur'an. Di dalam sedan berwarna hitam yang mengantarkannya dari satu janji ke janji lain, dia membaca kitab suci itu dari depan hingga belakang, menghafalkan kalimat-kalimat.
Beberapa hari setelah serangan 9/11, Baca bertemu dengan pemimpin Muslim setempat, menjanjikan mereka perlindungan. Menanggapi laporan bahwa pemilik toko keturunan Pakistan diganggu, Baca memerintahkan deputinya untuk pergi menemui mereka dan menawarkan dukungan.
Empatinya pada minoritas yang diburu , ujarnya, bukan berakar pada pengalaman bersama seperti orang Meksiko Amerika tapi pada masa kecil yang tidak biasa.
Anak dari seorang tukang jahit yang harus merawat ketiga anaknya, Baca dikirim untuk tinggal bersama kakek-neneknya yang sudah pensiun di LA timur. Pamannya yang memiliki keterbelakangan mental masih tinggal di rumah.
Karena tidak memiliki mobil Leroy yang saat itu berusia 7 tahun bersama paman dan neneknya bepergian ke kota dengan bus. Perjalanan itu memiliki dampak panjang.
"Orang-orang akan mencemooh pamanku, menertawakannya, mengolok-oloknya, dan aku yakin itu salah," ujar Baca. "Kami tidak mengganggu siapa-siapa. Lalu kenapa tidak tinggalkan saja kami sendiri? Apa itu permintaan yang terlalu banyak?"
Afinitasnya untuk komunitas minoritas mendatangkan keuntungan politik. Kandidat lama untuk sherif di tahun 1998, Baca menjadi kreatif dalam kampanyenya, menyentuh kelompok etnis yang diabaikan oleh kandidat lain. (rin/lat) www.suaramedia.com
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!
