Senin, 14 Jumadil Awwal 1446 H / 31 Januari 2011 13:00 wib
11.406 views
Perangi Islam, AS Rangkul Kelompok Modernis, Tradisionalis dan Sufi
Isu-isu tentang intoleransi, kekerasan fisik, radikalisme agama, dan deradikalisasi yang digulirkan oleh berbagai LSM liberal, ternyata agenda kampanye anti syariat Islam, adudomba antar kelompok Islam (devide et impera), pelemahan, dan penyesatan akidah.
Hal itu diungkap Direktur An Nasr Institute For Strategic Policy, Munarman SH, dalam sebuah diskusi terbatas dengan sejumlah pimpinan ormas Islam di Jakarta, (12/1/2011). Munarman merujuk data rahasia itu dari sebuah dokumen berjudul “Civil Democratic Islam: Partners, Resources, and Strategies,” yang dikeluarkan oleh Rand Corporation, sebuah lembaga riset di AS. Dokumen itu menjabarkan sejumlah strategi untuk menghantam kelompok Muslim fundamentalis.
Munarman juga membeberkan aktor utama, bahasan, agenda, alur isu dan program serta strategi antek-antek AS dan Zionis Yahudi yang selama ini mendiskreditkan kelompok Islam dengan berbagai stigmatisasi, seperti fundamentalis, radikal, intoleran, dan terorisme.
Ada beberapa NGO yang sering mengangkat pokok bahasan soal toleransi, intoleransi, pluralisme, moderasi, radikalisasi agama, terorisme, dan demokrasi. Sebut saja seperti Setara Institute, Moderate Muslim Society (MMS), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), dan Rand Corporation. Keempat NGO ini selalu kompak dalam mengangkat isu yang sama tentang topic tersebut.
BNPT misalnya sering mengangkat pokok bahasan tentang Darul Islam (DI), Negara Islam Indonesia (NII), Jamaah Islamiyah (JI), terorisme, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sedangkan Setara Institute, MMS, dan LSM liberal lainnya kerap mengangkat isu tentang intoleransi, kekerasan fisik, radikalisme agama.
Agenda yang mereka gulirkan merupakan satu paket dalam rangka mengkampanyekan anti syariat Islam dan anti formalisasi syariat, membenturkan kelompok Islam (devide et impera), pelemahan, penyesatan dan penghapusan akidah, anti jihad, membelokkan jihad, memusnahkan jihad, pengakuan dan memuliakan agama lain benar, persamaan agama dan kontrol atas Islam dan umat Islam.
Belakangan, program bersama itu disebut-sebut sebagai program deradikalisasi. Sasaran bidiknya adalah ormas Islam, majelis taklim, para kiai dan ustadz/ustadzah, berbagai institusi perguruan tinggi, dan masyarakat. Untuk jangka panjang, program deradikalisasi yang dikembangkan oleh BNPT bekerjasama dengan LSM liberal, bisa menghasilkan pola pandang yang bisa melemahkan dan merapuhkan akidah umat Islam. Sehingga yang muncul adalah pimpinan ormas Islam, ustadz, kiai, mahasiswa, dan masyarakat Muslim yang anti syariat Islam, anti jihad, bersikap plural, sekuler dan liberal. Bahkan bukan tidak mungkin, murtad dengan sendirinya.
Adapun proses alur isu dan program yang digulirkan, bermula dari Zionis international, US Government, NGO International (seperti USAID, Asia Foundation dsb), LSM local, hingga kepada Rezim Pemerintah/BNPT.
Perlu juga diketahui, sumber rekrutmen antek-antek AS dan Zionis Yahudi itu biasanya merangkul intelektual dan akademisi muslim yang liberal dan sekuler, ulama muda yang moderat, komunitas-komunitas aktivis, kelompok-kelompok perempuan yang terlibat dalam kampanye kesetaraan, penulis dan jurnalis moderat.
Munarman juga membeberkan actor utama yang selama ini mengebiri Islam dan kelompok Islam di dunia internasional. Dari Rand Corporation terdapat actor utama, seperti: Angel Rabasa, Cheryl Bernard, Lowell H. Schwartz, Peter Sickle, Kim Cragin. Kemudian ada Ross Johnson dari CIA, Steven Cook dari Council on Foreign Religion, Micahel Whine dari British Jews, lalu ada J. Scott Carpenter dan Alberto Fernandez dari US State Secretary (Deplu AS). Aktor utama ini dikendalikan oleh kekuatan Zionis Internasional.
Lebih jauh Munarman juga membongkar alokasi dana untuk menyudutkan Islam di belahan dunia. Dari Smith Richardson Foundation disebarkan melalui NGO internasional lainnya, seperti NDI (National Democracy Institute), NED (National Endowment For Democracy), IRI (International Republican Institute), Asia Foundation, USAID, CSID (Center For The Study of Islam and Democracy).
Dana internasional (founding agency) itu kemudian dialokasi lagi kepada LSM-LSM local di Tanah Air atau yang disebut antek-antek local. Sebut saja seperti: Setara Institute (Hendardi, Bonar TN, Azyumardi Azra), Moderate Muslim Society/MMS (Zuhairi Misrawi), Yayasan Fahmina Cirebon, Maarif Institute, Wahid Institute, ICIP, Satgas BOM (Gorries Merre dan Petrus Gplose), BTPT (Ansyad Mbai), JIL (Ulil Absar Abdalla), Media (Kompas, Tempo, Jawa Pos).
Ada beberapa strategi dan taktik yang direkomendasikan Rand Corporation untuk kemudian diteruskan kepada LSM local berpaham Sepilis. Strategi itu, meliputi:
- Melawan interpretasi mereka tentang Islam dan menampakkan ketidakakuratannya
- Mengungkap hubungan mereka dengan kelompok dan tindakan yang illegal.
- Mempublikasikan konsekuensi tindak kekerasan mereka.
- Mendemonstrasikan ketidakmampuan mereka dalam memimpin untuk meraih pembangunan yang positif bagi negara dan komunitas mereka.
- Menyebarkan pesan khususnya kepada generasi muda, penduduk tradisionalis yang saleh, kelompok minoritas di Barat dan kepada perempuan.
- Mencegah memperlihatkan penghormatan dan kekaguman terhadap kekerasan kaum fundamentalis ekstremis dan teroris.
- Menstigma mereka sebagai pihak perusak dan pengecut dan bukan sebagai pahlawan.
- Mendorong para jurnalis untuk menginvestigasi isu-isu korupsi, sikap hipokrit dan tindakan amoral kelompok fundamentalis dan teroris
MAKAR JAHAT ANTEK-ANTEK AS
Untuk mendukung kelompok modernis guna melawan kaum fundamentalis, di antaranya: mempublikasikan dan mendistribusikan hasil kerja mereka dengan biaya yang disubsidi. Mendorong mereka menulis untuk massa dan untuk pemuda memasukkan pandangan-pandangan mereka ke dalam kurikulum pendidikan Islam
Kemudian, memberikan mereka platform public, menyediakan opini dan sikap mereka terhadap pertanyaan-pertanyaan fundamental tentang agama sebagai tandingan kaum fundamentalis dan tradisionalis yang memiliki website, rumah produksi, sekolah, institute dan berbagai kendaraan lain dengan tujuan untuk menghambat pemikiran kaum fundamentalis dan tradisionalis.
Selanjutnya, memposisikan sekularisme dan modernisme sebagai pilihan counterculture bagi pemuda muslim yang belum terpengaruh. Memfasilitasi dan mendorong kesadaran terhadap budaya dan sejarah pra-Islam dan yang tidak islami melalui media dan kurikulum di negara-negara yang relevan. Membantu pembangunan organisasi sipil yang independen untuk mempromosikan budaya sipil dan mendorong penduduk lokal untuk mendidik diri mereka tentang proses politik dan mengartikulasikan pandangan-pandangan mereka.
Adapun, strategi untuk kaum tradisionalis adalah sebagai berikut: Mempublikasikan kritik terhadap kekerasan fundamentalis dan kaum ekstremis, mendorong munculnya pertentangan antara tradisionalis dan fundamentalis, menghambat aliansi antara kaum tradisionalis dan fundamentalis, mendorong kerjasama antara kelompok modernis dan tradisionalis yang lebih dekat dengan kelompok modernis, mendidik kelompok tradisionalis untuk memberikan bekal kepada mereka agar dapat berdebat melawan kelompok fundamentalis karena kelompok fundamentalis dianggap sering memiliki retorika yang lebih superior.
Selanjutnya, meningkatkan citra dan profil kelompok modernis di institusi tradisionalis, membedakan berbagai aliran tradisional dan mendorong mereka agar memiliki persamaan dengan kelompok modernis, mendorong popularitas dan penerimaan kelompok Sufi.
Sementara itu strategi untuk melawan kelompok fundamentalis, meliputi: Melawan interpretasi mereka tentang Islam dan menampakkan ketidakakuratannya, mengungkap hubungan mereka dengan kelompok dan tindakan yang illegal, mempublikasikan konsekuensi tindak kekerasan mereka, mendemonstrasikan ketidakmampuan mereka dalam memimpin untuk meraih pembangunan yang positif bagi negara dan komunitas mereka.
Lalu, menyebarkan pesan khususnya kepada generasi muda, penduduk tradisionalis yang saleh, kelompok minoritas di Barat dan kepada perempuan, mencegah memperlihatkan penghormatan dan kekaguman terhadap kekerasan kaum fundamentalis ekstremis dan teroris, menstigma mereka sebagai pihak perusak dan pengecut dan bukan sebagai pahlawan, mendorong para jurnalis untuk menginvestigasi isu-isu korupsi, sikap hipokrit dan tindakan amoral kelompok fundamentalis dan teroris, mendorong perpecahan di antara kelompok fundamentalis. [desastian]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!