Senin, 25 Jumadil Awwal 1446 H / 22 Juli 2019 06:31 wib
6.459 views
Kekeringan Bukan Sekadar Fenomena Alam
ANCAMAN kekeringan bukanlah sekedar fenomena alam tetapi sesungguhnya ada yang salah dengan paradigma pembangunan. Pembangunan yang dilakukan pemerintah dengan mengambil kebijakan insfratuktur dalam pembangunanya ternyata memberikan dampak negatif bagi kesinambungan alam. Seperti yang dilansir dalam sindonews.com Jumat, 5 Juli 2019 bahwa Jawa, Bali dan Nusa Tenggara harus bersiap-siap menghadapi kekeringan yang akan terjadi terbilang panjang dan ekstrim. Peringatan itu disampaikan badan meteorologi klimatologi dan geofisika (BMKG) berdasarkan hasil monitoring hari tanpa hujan (hth) hingga tanggal 30 Juni 2019.
Beberapa daerah di Jawa yang berpotensi mengalami kekeringan antara lain Sumedang, Gunungkidul, Magetan, Ngawi, Bojonegoro,Gresik, Tuban, Pasuruan dan Pamekasan. Pantauan di lapangan kekeringan sudah terasa di sejumlah daerah di Jawa Barat,Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta,Sulawesi Tengah meliputi Morowali, Banggai, dan Tojo Una Una, Papua di yahukimo pegunungan Bintang Asmat, Mimika, Jayawijaya, Nabire, dan Panai.
Masyarakat dihimbau agar waspada dan berhati-hati terhadap kekeringan yang bisa berdampak pada sektor pertanian dengan sistem tadah hujan, waspada atas pengurangan ketersediaan air tanah, kelangkaan air bersih dan peningkatan potensi kemudahan terjadinya kebakaran.
Sementara itu Jawa Barat kelabakan menghadapi kekeringan yang mengancam, pasalnya hampir sekitar 47% jaringan irigasi di provinsi Jawa Barat mengalami kerusakan, mulai dari rusak ringan, sedang, hingga berat. Kondisi tersebut mengakibatkan pasokan air untuk lahan pertanian khususnya sawah terhambat, kondisi tersebut dikhawatirkan mengganggu produksi padi akibat gagal panen.
Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum (PUPR) dan Kementerian Pertanian mengaku sudah mengantisipasi ancaman kekeringan semisal menyiapkan sumur-sumur dan mobil-mobil tangki dan membekali kelompok tani dengan pompa pompa. Kementan telah mengalokasikan sekitar 200 ribuan pompa tidak hanya itu guna mengantisipasi kekeringan pemerintah juga selama 3 tahun terakhir telah banyak membangun infrastruktur air sebanyak 3000.000 hektar infrastruktur air telah dibangun selama 3 tahun dan diharapkan dapat meminimalisasi dampak kekeringan di areal pertanian.
Pemerintah sudah melakukan berbagai tindakan untuk mengatasi dan mencegah dampak yang lebih buruk akibat kekeringan akan tetapi semuanya hanya tambal sulam dan belum efektif. Pemerintah belum bisa menyelesaikan akar masalahnya yang menyebabkanmengapa sampai terjadi kekeringan dan kelangkaan air bersih, padahal Indonesia dikelilingi laut dan samudera. Hal ini bisa jadi akibat penebangan hutan yang besar-besaran dan alih fungsi lahan di pegunungan,yang seharusnya menjadi penyerapan air, malah dibangun berbagai jenis pariwisata seperti pembangunan vila -vila, alih fungsi lahan inilah yang menyebabkan berkurangnya sumber mata air.
Selain itu aktivitas penambangan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan asing di berbagai wilayah negeri turut menjadi pemicu minimnya air, padahal daerah sekitar penambangan tersebut merupakan pusat resapan air.Kondisi ini tentunya akan semakin parah tatkala pemerintah membuka seluas-luasnya investasi asing untuk mengelola sumber daya alam kita.
Dari gambaran di atas nampak bahwa upaya yang dilakukan oleh pemerintah hanya dapat mengurai permukaan masalah saja tidak sampai akar permasalahan sebenarnya. Pemerintah mempunyai peranan yang cukup besar dalam meminimalisir penyebab dan dampak dari kekeringan, akan tetapi tanggung jawab negara sebagai pihak yang mempunyai kewajiban untuk melindungi dan menyediakan layanan dasar seperti air bagi rakyat nya telah hilang dan dialihkan peranan tersebut kepada pihak swasta yang mana pemerintah menerapkan kebijakan pembangunan sekuler kapitalistik dimana pemerintah hanya berperan sebagai regulator dan pelaksananya dilimpahkan kepada individu-individu swata yang cenderung hanya mementingkan diri sendiri, rakus dan merusak.
Kejadian seperti ini telah digambarkan oleh Allah Subhanahuwata'ala dalam Q.S Al-A'raf : 96 "Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertaqwa pasti kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi tetapi ternyata mereka mendustakan ayat-ayat kami maka siksa mereka Sesuai dengan yang telah mereka kerjakan."
Dari penjelasan ayat di atas jika suatu Negeri beriman dan bertakwa, maka Allah akan melimpahkan berkah dari langit dan bumi berupa hujan dan tumbuh-tumbuhan yang subur. Jika bersyukur Allah akan tambah nikmat namun jika kufur atas nikmatnya bahkan mendustakan atau mengingkarinya maka tunggu azab dari Allah yang sesuai dengan yang mereka kerjakan. Hujan adalah nikmat dari Allah, nikmat Allah tidak akan diangkat kecuali disebabkan dosa manusianya itu sendiri.
Nikmat itu akan kembali dengan Taubat dan taat, jadi jelas solusi dari bencana ini adalah kembali kepada Allah dengan tunduk dan patuh pada hukum hukum Allah, Taubat dan taat pada syariat Allah kembali pada hukum-hukum Allah bukan pada hukum manusia terlebih dengan menyerahkan pengelolaannya kepada pihak swasta. Tidak lupa perbanyak istighfar karena Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam memerintahkan kepada kita saat terjadi kemarau dan paceklik panjang beliau melakukan salat Istisqo yaitu salat yang dilakukan untuk meminta hujan yang dalam pelaksanaannya menampakan ketundukan diri kehinaan kesengsaraan dan sangat butuh kepada Allah.*
Halimah
Ibu rumah tangga tinggal di Bandung, Jawa Barat
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!