Rabu, 16 Jumadil Awwal 1446 H / 25 Agutus 2010 23:07 wib
22.040 views
Menjawab Hujatan Pendeta terhadap Puasa Ramadhan
PUASA Ramadhan adalah ibadah yang sangat penting dan istimewa, bahkan menjadi salah satu rukun Islam. Maka tak heran jika kalangan Kristen pun menjadikan puasa Ramadhan sebagai objek untuk melemahkan aqidah. Yayasan misionaris di Jakarta yang memakai nama Islam “Jalan Al-Rahmat,” menerbitkan buku saku (booklet) berjudul Apa yang Harus Kita Lakukan Supaya Pasti Selamat tulisan Iskandar Jadeed. Buku ini juga diterbitkan dalam bahasa Sunda berjudul Naon Anu Kudu Dipilampah Ku Sim Kuring Sangkan Salamet oleh yayasan Bewara Kabagjaan Bandung.
Setelah menguraikan panjang-lebar tentang makna keselamatan dan pengampunan, Iskandar menyindir puasa sebagai salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, tapi sama sekali tidak mendatangkan pengampunan (maghfirah) Ilahi bahkan tidak berarti sama sekali bagi Allah. Iskandar menulis:
“Berpuasa adalah suatu bentuk merendahkan diri yang disertai penyesalan yang mendalam di dalam roh dan jiwa. Meskipun demikian tak mencukupi untuk meniadakan pemberontakan yang pernah dilancarkan terhadap Allah berkenaan dengan dosa-dosa yang pernah dibuatnya. Sebab itu berpuasa tidak melimpahkan suatu pengampunan ke atas orang yang berdosa itu.
Pengalaman menunjukkan bahwa mereka yang berpuasa dengan tujuan meraih rahmat Allah, pada hakikatnya tidak melakukan sesuatupun pekerjaan bagi Allah atau sesama manusia. Bahkan tidak patut menerima imbalan bagi puasanya.” (hlm. 35).
...Iskandar Jadeed menyebut puasa sama sekali tidak mendatangkan pengampunan Ilahi bahkan tidak berarti sama sekali bagi Allah. Menurutnya, satu-satunya cara untuk meraih keselamatan adalah percaya kepada Yesus Kristus sebagai tuhan dan juruselamat...
Setelah menihilkan puasa, amal shalih, doa dan sembahyang (shalat) sebagai upaya yang tidak akan mencapai kepada keselamatan di akhirat, Iskandar menutup uraiannya bahwa satu-satunya cara untuk meraih keselamatan adalah percaya kepada Yesus Kristus sebagai tuhan dan juruselamat. Kesimpulan ini didasarkan pada ayat Injil:
“Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum” (Markus 16:16).
Dilihat dari sisi manapun, uraian Iskandar Jadeed ini salah total dan bertentangan dengan kitab suci. Dari sisi Alkitab (Bibel), Injil Markus 16:16 tidak boleh diyakini apalagi diamalkan, karena status ayat ini adalah ayat palsu, berdasarkan pendapat para ilmuwan Kristen sendiri. Robert W Funk, Roy W Hoover dan The Jesus Seminar, sama sekali tidak memuat Markus 16:9-20 dalam The Five Gospels dan tidak komentar apapun.
Sementara itu New York International Bible Society memuat utuh Markus 16:9-20 dalam The Holy Bible New International Version (halaman 780). Tetapi, di bawah ayat 8 diberi garis tegas yang memisahkan ayat 8 dengan ayat 9-20. Di bawah garis tersebut ditulis peringatan yang berbunyi: “The two most reliable early manuscripts do not have Mark 16:9-20.” (Dua manuskrip yang paling tua (codex Sinaiticus dan codex Vaticanus) tidak memiliki Markus 16:9-20).
Di Indonesia, pengakuan kepalsuan Injil Markus 16:9-20 masih bisa dijumpai dalam Alkitab terbitan Katolik tahun 1977/1978 dengan komentar sebagai berikut: “Bagian akhir Markus, ay. 9-20, berceritera mengenai penampakan-penampakan Yesus. Ini memang termasuk ke dalam Kitab Suci, tetapi agaknya tidak termasuk Injil Markus yang asli” (Lembaga Biblika Indonesia, Kitab Suci Perjanjian Baru, hlm. 133).
...Dalam kacamata Al-Qur’an, puasa adalah amal ibadah yang diridhai Allah SWT dengan ampunan dan pahala yang besar...
Dalam kacamata Al-Qur’an, puasa adalah amal ibadah yang diridhai Allah SWT dengan ampunan dan pahala yang besar:
“.... Laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar” (Qs Al-Ahzab 35).
“Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan hanya mengharapkan pahala, maka Allah akan mengampuni dosa-dosa yang terdahulu” (HR Bukhari dan Muslim).
Allah mengistimewakan puasa dengan menyiapkan pintu sorga khusus untuk ahli puasa: “Sesungguhnya di surga itu ada satu pintu yang dinamakan Ar-Royyan. Ahli puasa akan memasukinya melalui pintu itu pada hari kiamat, tidak seorang pun selain mereka memasuki melalui pintu tersebut, tidak ada orang selain mereka yang memasukinya" (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Puasa adalah perisai dari api neraka, sesuai degan sabda Rasulullah SAW:
“Puasa adalah perisai. Seorang hamba berperisai dengannya dari api neraka” (HR Ahmad).
“Tidaklah seorang hamba yang Puasa di jalan Allah kecuali akan Allah jauhkan dia dari neraka sejauh tujuh puluh musim” (HR Bukhari dan Muslim).
Shaum (puasa) adalah ibadah sepanjang masa
Menurut Iskandar Jadeed, orang yang berpuasa untuk meraih rahmat Allah, pada hakeketnya tidak melakukan sesuatupun pekerjaan bagi Allah atau sesama manusia. Benarkah tuduhan ini, bahwa puasa adalah amalan yang sia-sia (tak berarti) bagi Allah maupun manusia?
Pernyataan ini bertolak belakang dengan prinsip agama para Nabi Allah, baik menurut Al-Qur'an maupun Alkitab (Bibel).
Menurut Al-Qur'an, puasa adalah amal ibadah tertua yang sudah disyariatkan umat terdahulu, jauh sebelum diwajibkan kepada umat Muhammad SAW, seperti disebutkan Allah SWT: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (Qs. Al-Baqarah 183).
Firman Allah “kama kutiba ‘alal-ladzina min qablikum” ini menunjukkan bahwa ibadah puasa telah dilakukan oleh orang-orang beriman sebelum Nabi Muhammad SAW. Ketika menjelaskan ayat ini, Tafsir Ibnu Katsir menyebutkan bahwa sejak Nabi Nuh hingga Nabi Isa puasa wajib dilakukan tiga hari setiap bulannya.
Jauh sebelumnya, Nabi Adam telah diperintahkan untuk berpuasa tidak memakan buah khuldi (Qs. Al-Baqarah 35). Maryam bunda Nabi Isa pun berpuasa hingga tidak bicara kepada siapapun (Qs. Maryam 26). Nabi Musa bersama kaumnya berpuasa empat puluh hari. Nabi Isa pun berpuasa. Nabi Daud berpuasa selang-seling (sehari berpuasa dan sehari berikutnya berbuka). Nabi Muhammad sebelum diangkat menjadi Rasul telah mengamalkan puasa tiga hari setiap bulan dan turut mengamalkan puasa Asyura yang jatuh pada hari ke 10 bulan Muharram bersama masyarakat Quraisy yang lain.
...Menurut Injil, puasa adalah identitas ketakwaan, kesalehan dan kepatuhan kepada Tuhan. Hana, seorang nabi perempuan tidak pernah meninggalkan ibadah puasa dalam rangka mendekatkan diri (taqarrub) kepada Tuhan (Lukas 2:36-37)...
Pernyataan Iskandar Jadeed itu juga bertentangan dengan prinsip puasa dalam Injil. Menurut Injil, puasa adalah identitas ketakwaan, kesalehan dan kepatuhan kepada Tuhan. Hana, seorang nabi perempuan tidak pernah meninggalkan ibadah puasa dalam rangka mendekatkan diri (taqarrub) kepada Tuhan (Lukas 2:36-37). Yesus menginstruksikan para muridnya untuk berdoa dan berpuasa untuk mengusir setan yang merasuki manusia (Matius 17:21). Orang Farisi pada masa Yesus melakukan Senin-Kamis setiap pekan (Lukas 18:12). Yesus juga menekankan puasa yang harus dikerjakan dengan ikhlas karena Allah semata, tanpa riya’ sedikit pun (Matius 6:16-18).
Pernyataan Iskandar Jadeed juga bertolak belakang dengan kitab Taurat yang secara jelas mencatat puasa wajib yang diamalkan oleh Nabi Musa dengan syariat yang berat, yaitu berhenti total dari segala aktivitas. Bila dilanggar, sangsinya adalah dilenyapkan dan dibinasakan oleh Tuhan. Ketetapan ini berlaku sepanjang masa, selama-lamanya!
“Inilah yang harus menjadi ketetapan untuk selama-lamanya bagi kamu, yakni pada bulan yang ketujuh, pada tanggal sepuluh bulan itu kamu harus merendahkan diri dengan berpuasa dan janganlah kamu melakukan sesuatu pekerjaan, baik orang Israel asli maupun orang asing yang tinggal di tengah-tengahmu…Hari itu harus menjadi sabat, hari perhentian penuh, bagimu dan kamu harus merendahkan diri dengan berpuasa. Itulah suatu ketetapan untuk selama-lamanya” (Imamat 16: 29-31; bdk. Bilangan 29: 7).
"Akan tetapi pada tanggal sepuluh bulan yang ketujuh itu ada hari Pendamaian; kamu harus mengadakan pertemuan kudus dan harus merendahkan diri dengan berpuasa dan mempersembahkan korban api-apian kepada Tuhan. Pada hari itu janganlah kamu melakukan sesuatu pekerjaan; itulah hari Pendamaian untuk mengadakan pendamaian bagimu di hadapan Tuhan, Allahmu. Karena setiap orang yang pada hari itu tidak merendahkan diri dengan berpuasa, haruslah dilenyapkan dari antara orang-orang sebangsanya. Setiap orang yang melakukan sesuatu pekerjaan pada hari itu, orang itu akan Kubinasakan dari tengah-tengah bangsanya" (Imamat 23: 27-30).
Nabi-nabi yang lain pun berpuasa dengan syariat sesuai dengan situasi yang berlangsung. Puasa pada masa Samuel untuk bertaubat kepada Tuhan (I Samuel 7:6) dan berkabung (I Samuel 31:13; II Samuel 1:12). Nabi Daud berpuasa sampai badannya kurus kehabisan lemak (Mazmur 109:24); Nehemia berpuasa ketika berkabung (Nehemia 1:4), Daniel juga berpuasa (Daniel 9:3), Yoel berpuasa bersama penduduk negerinya (Yoel 1:14), Yunus berpuasa (Yunus 3:5), Zakharia diperintah Tuhan untuk berpuasa (Zakharia 7:5), warga Yerusalem berpuasa pada bulan kesembilan (Yeremia 36:9), dll.
...Semua nabi Allah berpuasa dengan syariat sesuai dengan situasi yang berlangsung. Puasa bukan amalan yang sia-sia di hadapan Tuhan. Bahkan puasa adalah ibadah yang istimewa karena telah diwajibkan Tuhan kepada semua nabi-Nya...
Nabi Musa dan Yesus sama-sama berpuasa jasmani dan rohani selama 40 hari 40 malam nonstop. Musa berpuasa tidak makan dan tidak minum selama 40 hari 40 malam pada saat menerima Sepuluh Firman (The Ten Commandments): “Dan Musa ada di sana bersama-sama dengan Tuhan empat puluh hari empat puluh malam lamanya, tidak makan roti dan tidak minum air, dan ia menuliskan pada loh itu segala perkataan perjanjian, yakni Kesepuluh Firman” (Keluaran 34:28).
Sementara Yesus berpuasa 40 hari 40 malam hingga kelaparan pada saat dicobai iblis di padang gurun” “Dan setelah berpuasa empat puluh hari dan empat puluh malam, akhirnya laparlah Yesus” (Matius 4:2).
Beberapa kalangan Kristen saat ini masih mempertahankan puasa dengan ritual yang berbeda-beda. Kristen Ortodoks Syria (KOS) berpuasa “shaumil kabir” selama 40 hari berturut-turut pada tiap tahun sekitar bulan April, tanpa makan sahur. Puasa KOS lainnya adalah puasa Rabu dan Jum’at dalam rangka mengenang kesengsaraan Kristus.
Puasa menurut Katolik, sebagai contoh peraturan yang dibuat oleh keuskupan Surabaya tahun 2004 yang ditandatangani oleh Romo Julius Haryanto CM. Berdasarkan Kitab Hukum Kanonik (Kanon No. 1249-1253) dan Statuta Keuskupan Regio Jawa No. 111, maka ditetapkan: Semua orang Katolik yang berusia 18 tahun sampai awal tahun ke-60 wajib berpuasa pada hari Rabu Abu dan Jumat Agung. Dalam arti yuridis, puasa orang Katolik ini berarti makan kenyang hanya sekali sehari.
...Jika puasa adalah amal yang sia-sia seperti tuduhan misionaris Iskandar Jadeed, untuk apa Musa dan Yesus berlapar-lapar dalam puasa empat puluh hari empat puluh malam?...
Dengan demikian, jelaslah bahwa shaum (puasa) bukan amalan yang sia-sia di hadapan Tuhan. Bahkan puasa adalah ibadah yang istimewa karena telah diwajibkan Tuhan kepada semua nabi-Nya. Jika puasa adalah amal yang sia-sia seperti tuduhan misionaris Iskandar Jadeed, untuk apa Musa dan Yesus berlapar-lapar dalam puasa empat puluh hari empat puluh malam? [A. Ahmad Hizbullah MAG/Suara Islam]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!