Senin, 8 Jumadil Akhir 1446 H / 11 November 2024 17:17 wib
7.736 views
Dunia untuk Dunia, Jangan!!!
Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Seorang mukmin meyakini bahwa jin dan manusia diciptakan untuk beribadah kepada Allah semata. Allah tempatkan manusia di bumi dan menjalani kehidupan di dunia ini untuk diuji; siapa yang paling baik amalnya. Siapa yang paling zuhud terhadap dunia dan paling cinta kepada akhira?
Seorang mukmin juga meyakini bahwa kehidupan dunia ini adalah sementara. Di dalamnya mereka beramal. Kemudian, pasti akan berpindah kepada kehidupan akhirat dan mendapat balasan atas amal-amalnya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
اِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى الْاَرْضِ زِيْنَةً لَّهَا لِنَبْلُوَهُمْ اَيُّهُمْ اَحْسَنُ عَمَلًا
“Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di atas bumi sebagai perhiasan baginya agar Kami menguji mereka siapakah di antaranya yang lebih baik perbuatannya.” (QS. Al-Kahfi: 7)
Orang-orang yang memahami hakikat dunia merasa cukup mengambil bagian dunia sekadar sebagai bekal ke akhirat. Sebagaimana seorang musafir yang mengambil bekal ke tempat tujuannya. Seperti sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam,
مَا لِي وَلِلدُّنْيَا مَا أَنَا فِي الدُّنْيَا إِلَّا كَرَاكِبٍ اسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا
“Apa urusanku dengan dunia, aku di dunia tidak lain seperti pengendara yang bernaung di bawah pohon setelah itu pergi dan meninggalkannya.” (HR. Al-Tirmidziy,Ibnu Majah, Ahmad, Ibnu HIbban dan lainnya)
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam menasihati Ibnu Umar Radhiyallahu 'Anhuma,
كُنْ في الدُّنيا كأنَّك غريبٌ أو كعابرِ سبيلٍ
“Jadilah engkau di dunia seperti orang asing atau musafir.” (HR. Al-Bukhari)
Orang asing adalah seseorang yang berada di negeri orang; jauh dari tempat tinggal, kebun, keluarga, dan kawan-kawannya. Dengan ini ia akan fokus terhadap tujuannya. Demikianlah ia, fokus menyiapkan keuntungan yang akan di bawa ke kampung halamannya (akhirat).
Sedangkan orang yang sedang dalam perjalanan, saat ia singgah ke satu persinggahan, ia hanya mencukupkan diri kepada bekal untuk perjalanannya. Ia pastikan cukup bekal yang menyampaikan ke tujuannya.
Maksudnya adalah seorang mukmin menjadikan dunia sebagai negeri beramal dan beribadah untuk mendapatkan balasannya di akhirat. Sebab, negeri akhirat adalah negeri abadi. Sementara dunia adalah negeri yang fana, pasti lenyap dalam waktu cepat atau lambat. Ia tidak akan habiskan waktu dan kesempatannya untuk bersenang-senang dan berleha-leha dengan kenikmatan duniawi.
Demikian seorang mukmin, selalu menghadirkan dalam hatinya kehidupannya di dunia ini seperti orang asing atau musafir. Di hadapan kenikmatan dunia, ia selalu ingat misi, tujuan, dan hajatnya. Yaitu untuk beribadah kepada Allah dan beramal shalih agar sampai kepada akhirat dalam kondisi terbaik.
Karenanya, ia jadikan kehidupan dunia yang dijalaninya dan kenikmatan dunia yang diraihnya untuk akhiratnya. Penting kita catat bahwa kesempatan meraih keberuntungan besar di akhirat adalah dengan beramal di dunia.
Al-Hasan al-Bashri rahimahullah berkata,
نعمت الدار الدنيا كانت للمؤمن، ذلك أنه عمل قليلاً وأخذ زادًا منها إلى الجنة، وبئست الدار كانت للكافر والمنافق، وذلك أنه ضيع لياليه وكان زاده منها إلى النار
“Betapa indahnya dunia ini bagi seorang mukmin; karena ia beramal sedikit saja dan mengambil bekalnya dari dunia menuju surga. Dan betapa buruknya dunia ini bagi orang kafir dan munafik; karena mereka menyia-nyiakan malam-malamnya dan dunia menjadi bekal mereka menuju neraka.” (Jaami’ Al-Ulul wal Hikam: 360)
Yahya bin Mu’adz berkata,”bagaimana aku tidak mencintaai dunia? Sedangkan makanan pokokku ada di sana yang dengannya aku bisa hidup, berbuat kebajikan dan bisa sampai ke surga.
Sa’id bin Jubair menjalaskan bahwa kenikmatan dunia yang menipu adalah kenikmatan yang melalaikan dirimua dari mencari akhirat. Sedangkan kenikmatan dunia yang tidak melalaikanmu dari mencari akhirat itu bukan “mata’ul ghurur” (kesenangan menipu), tetapi kesenangan yang akan menghantarkan kepada kesenangan yang lebih baik.”
Abu Shafwan al-Ra’iniy rahimahullah, ketika ditanya “apa yang dimaksud dengan dunia yang dicela oleh Allah dalam Al-Qur’an dan bagi orang berakal untuk menjauhinya?”
Beliau menjawab,
كُلُّ مَا أَصَبْتَ مِنَ الدُّنْيَا تُرِيدُ بِهِ الدُّنْيَا فَهُوَ مَذْمُومٌ، وَكُلُّ مَا أَصَبْتَ فِيهَا تُرِيدُ بِهِ الْآخِرَةَ فَلَيْسَ مِنْهَا
“Segala yang engkau dapatkan di dunia untuk dunia, itulah yang tercela. Dan sedala yang engkau dapatkan di dunia untuk akhirat maka itu tidak tercela.”
Karenanya, saat kita masih hidup di dunia dan mendapat karunia Allah dari kenikmatan dunia hendaknya jangan habis hanya untuk memuaskan kesenangan duniawi, tapi hendaknya kita jadikan sebagai bekal untuk kehidupan akhirat. Wallahu a’lam. Wallahu a’lam. [PurWD/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!