Jum'at, 4 Jumadil Akhir 1446 H / 10 Februari 2023 17:15 wib
22.097 views
Menjadikan Al-Qur’an Sebagai Mata Pencaharian
Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasullillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Al-Qur’an adalah kitabullah yang diturunkan kepada Rasulullah Muhammad –Shallallahu 'Alaihi Wasallam- melalui Jibril –‘Alaihis Salam- yang sampai kepada kita secara mutawattir. Berisikan petunjuk bagi umat manusia secara umum dan orang-orang beriman secara khusus agar berjalan di atas jalan lurus. Yaitu jalan yang menghantarkan kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.
Syaikh Wahbah Az-Zuhaili mendefinisikan Al-Qur’an -dalam tafsirnya- sebagai berikut,
هو كلام اللّه المعجز ، المنزّل على النّبي محمد صلّى اللّه عليه وسلم، باللفظ العربي، المكتوب في المصاحف، المتعبّد بتلاوته، المنقول بالتواتر، المبدوء بسورة الفاتحة، المختوم بسورة الناس
“Al-Qur’an adalah firman Allah yang merupakan mukjizat, diturunkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, dengan lafazh Bahasa Arab, tertulis di dalam mushaf, membacanya adalah ibadah, dinukil secara mutawatir, diawali surat Al-Fatihah danditutup dengan surat Annas.” (Tafsir Al-Munir: I/13)
Sebagai kalamullah yang harus diimani, maka wajib.bagi umat Islam mengagungkan Al-Qur’an.
أجمع المسلمون على وجوب تعظيم القرآن العزيز على الإطلاق وتنزيهه وصيانته
“Kaum muslimin ijma’ (sepakat) atas wajibnya mengagungkan Al-Qur’an yang mulia secara mutlak, menyucikan dan menjaganya.” (At-Tibyan fii Adabi Hamalatil Qur’an, hal. 164)
Al-Qur’an sebagai Kitab Allah memiliki kemuliaan yangtinggi. Saat berinteraksi dan mengamalkannya –hendaknya- dalam kondisi paling baik dan sikap paling mulia. Demikian pula niatan saat berinteraksi dan membaca Al-Qur’an harus mengharapkan balasan tertinggi dan teragung di sisi Allah. Janganlah, membaca dan melantunkannya hanya untuk mengharapkan upah dan bayaran dunia yang hina.
Di antara adab saat membaca Al-Qur’an adalah tidak menjadikan Al-Qur’an sebagai sumber pendapatan, mencari nafkah atau mata pencaharian. Keterangan ini sebagaimana disebutkan dalam kitab At-Tibyan fii Adabi Hamalatil Qur’an,
ومن أهم ما يؤمر به أن يحذر كل الحذر من اتخاذ القرآن معيشة يكتسب بها فقد جاء عن عبد الرحمن بن شبيل رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم اقرؤوا القرآن ولا تأكلوا به ولا تجفوا عنه ولا تغلوا فيه
“Dia antara perkara paling penting yang diperintahkan supaya menjadi perhatian bagi penghafal Al-Qur’an ialah supaya menghindarkan diri dari menjadikan Al-Qur’an sebagai sumber penghasilan atau mata pencaharian dalam kehidupannya. Diriwayatkan dari Abdurrahman bin Syibil Radhiyallahu 'Anhu, beliau berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: “Bacalah Al-Qur’an, tetapi jangan menggunakannya untuk mencari makan, jangan menjauhinya dan jangan pula berlebihan.” (HR. Ahmad).
Diriwayatkan dari Jabi Radhiyallahu 'Anhu, dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam:
اقرؤوا القرآن من قبل أن يأتي قوم يقيمونه إقامة القدح يتعجلونه ولا يتأجلونه
“Bacalah Al-Qur’an sebelum datang suatu kaum yang menegakkannya seperti menegakkan anak panah, mereka terburu-buru dan tidak mengharapkan hasilnya di masa depan.”
Imam Abu Dawud meriwayatkan semakna dengannya, dari jalur riwayat Sahal bin Sa’ad yang maknanya, artinya mereka mengharapkan upahnya dengan segera berupa uang atau ketenaran dan sebagainya. (At-Tibyan fii Adabi Hamalatil Qur’an, hal. 56)
[Baca: Kritik Saweran Qari'ah]
Jika menjadikan bacaan Al-Qur’an sebagai mata pencaharian saja dilarang, apalagi menjadikannya sebagai obyek saweran. Para qari bukanlah biduan, bukan pula pelaku hiburan yang menjadikan jasa lantunan suaranya sebagai obyek mengais pendapatan. Wallahu A’lam. [PurWD/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!