Rabu, 12 Rabiul Akhir 1446 H / 23 Maret 2022 20:24 wib
38.380 views
Menceraikan Istri dalam Kondisi Hamil, Bolehkah?
Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam- keluarga dan para sahabatnya.
Seorang laki-laki menceraikan istrinya yang sedang hamil. Usia kandungannya sudah 8 bulan. Ia diberi tahu bahwa cerainya tersebut tidak sah. Benarkah keyakinan itu?
Pertanyaan tersebut dibahas dalam islamway.net dan dijawab ulama pakar fiqih Syaikh Prof Khalid Khalid bin Ali Al-Musyaiqih, bahwa menceriakan istri yang sedang hamil bukan cerai bid’ah, tetapi cerai syar’i (sah menurut syariat); walaupun ia telah menggaulinya sebelum menjatuhkan talaknya.
Beliau mendasarkan kepada hadits Muslim, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda kepada Abdillah bin Umar saat ia menceraikan istrinya yang sedang haid,
راجعها ثم امسكها حتى تطهر، ثم تحيض ثم تطهر ثم طلقها إن شئت طاهراً قبل أن تمسها أو حاملا
“Rujuklah kepada istrimu yang sudah kamu cerai itu. Tetaplah bersamanya sampai dia suci dari haid, lalu haid kembali kemudian suci lagi. Setelah itu silahkan kalau kamu mau mencerainya: bisa saat istri suci sebelum kamu gauli, atau saat dia hamil."
Ini sesuai dengan kesepakatan para ulama, bahwa boleh mencerai istri dalam kondisi hamil. Adapun anggapan yang tersebar di tengah masyarakat awam, bahwa wanita hamil tidak sah dicerai, adalah anggapan yang keliru.
Syaikh Ibnu Bazz rahimahullah, juga heran dengan pemahaman yang tersebar di kalangan orang awam ini. Yaitu wanita yang sedang hamil tidak boleh diceraikan dan cerainya tidak sah. “Aku tidak tahu darimana keyakinan ini sampai ke mereka,”tambahnya.
Menurut beliau, pandangan ini tidak bersumber dari ulama dan tidak memiliki dasar dalil. Bahkan, kesepakatan para ulama yang tidak ada khilaf di dalamnya, wanita hamil boleh diceraikan.
Masa ‘iddah wanita hamil yang dicerai sehingga ia melahirkan bayinya. Ini didasarkan kepada firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,
وَاُولَاتُ الْاَحْمَالِ اَجَلُهُنَّ اَنْ يَّضَعْنَ حَمْلَهُنَّ
“Sedangkan perempuan-perempuan yang hamil, waktu idah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya.” (QS. Al-Thalaq: 4)
Suaminya tadi boleh merujuknya (mengembalikan istri kepada pernikahannya) selama ia masih di masa ‘iddahnya; belum melahirkan. Ini berlaku pada talaq pertama dan kedua. Ia boleh merujuknya tanpa akad nikah baru.
Ibnu Abbas Radhiyallahu 'Anhuma berkata, “apabila seorang laki-laki menceraikan istrinya dengan talaq pertama atau kedua, sedangkan sitrinya dalam kondisi hamil, maka ia berhak untuk meruju’nya selama belum melahirkan. Inilah maksud firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,
وَلَا يَحِلُّ لَهُنَّ أَنْ يَكْتُمْنَ مَا خَلَقَ اللَّهُ فِي أَرْحَامِهِنَّ إِنْ كُنَّ يُؤْمِنَّ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ
“Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat.” (QS. Al-Baqarah: 228)
Bagi wanita yang dicerai dengan talaq raj’i tidak boleh keluar dari rumah suaminya dan tidak boleh pula diusir darinya sehingga selesai masa ‘iddahnya. Ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,
لَا تُخْرِجُوهُنَّ مِن بُيُوتِهِنَّ وَلَا يَخْرُجْنَ إِلَّا أَن يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ
“Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumahnya dan janganlah (diizinkan) keluar kecuali jika mereka mengerjakan perbuatan keji yang jelas.” (QS. Al-Thalaq: 1)
Seorang wanita yang dicerai pertama atau kedua dan masih berada di masa ‘Iddahnya ia tetap berada di rumah suaminya. Diharapkan keduanya bisa kembali lagi kepada perkawinannya. Wallahu A’lam. [PurWD/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!