Rabu, 3 Jumadil Awwal 1446 H / 26 Agutus 2009 05:00 wib
6.235 views
Derita Muslim Rohingnya
PBB mendeskrebsikan para minoritas Muslim Rohingnya yang sebagian besar tinggal di wilayah orang-orang Budha Myanmar sebagai penduduk paling teraniaya di dunia.
Mereka kebanyakan hidup di wilayah barat Rakhine State dimana mereka sangat dibatasi untuk bepergian keluar Myanmar oleh Junta Militer Myanmar. Mereka ditolak menjadi warga negara, tidak punya pasport dan tidak mendapatkan hak untuk mempunyai tanah sendiri. Melaksanakan ibadah agama mereka bisa berujung pada pembunuhan. Dan larangan yang paling menghinakan bagi mereka adalah, mereka dilarang menikah di Myanmar.
Diperkirakan ada 750,000 orang Rohingya yang tinggal di Myanmar dan beberapa ratus ribu lainnya hidup di sekitar Bangladesh. Orang Rohingnya juga tidak boleh mendapatkan pekerjaan di sektor-sektor formal. Mereka adalah penduduk paling miskin yang tinggal di negara paling miskin didunia.
Dan juga, disetiap tahun, ribuan dari mereka berusaha melarikan diri, melakukan perjalanan paling berbahaya menyeberangi perbatasan Bangladesh, Thailand, India dan Indonesia, dan mereka hanya menggunakan kapal boat kecil biasa.
Cerita ini tidak pernah terdengar sebelumnya. Myanmar adalah sebuah negara dengan para polisi paranoid, sama dengan Korea Utara, mereka menolak semua akses jurnalis asing. Akses satu-satunya adalah dengan menjadi pekerja Hak Asasi Manusia dan jurnalis yang hanya bisa beroperasi di camp pengungsian Rohingya dan pusat-pusat penjara yang tersebar di beberapa daerah, itupun masih sangat dibatasi aksesnya.
Yang menjadi headline berita awal tahun ini adalah, diketahuinya keadaan buruk mereka oleh media internasional ketika ratusan pengungsi Muslim Rohingnya ditemukan di daerah pantai Indonesia dan pantai India dengan perahu-perahu kecil tanpa mesin mereka - dan kebanyakan dari mereka sudah sekarat.
"Ada lebih banyak lagi dari mereka yang tidak ditemukan, mereka hilang di laut", kata Chris Lewa, kata seorang Ahli di Rohingnya yang sedang menjalankan Proyek Arakan, sebuah kelompok hak asasi manusia milik pribadi. "Namun in ijuga sulit untuk mengetahui jumlah pasti orang-orang tersebut, karena aksesnya sangat sulit".
Berdasarkan wawancara dengan para pengungsi yang selamat tersebut, mereka sebelumnya pernah ditahan di penjara disebuah pulau di Thailand sebelum militer Thailand menggiring mereka ke enam buah kapal boat, menarik mereka ke tengah laut dengan sedikit makanan dan air minum, dan ditinggalkan terapung pada kapal tanpa motor, terombang-ambing di tengah laut. Beberapa pekan setelahnya mereka ditemukan oleh para nelayan Indonesia asal Aceh dan penjaga pantai India. Ada 300 orang dari sekitar 1,200 orang sebelumnya hilang tenggelam ditengah laut.
Perdana Menteri Thailand memberikan perintah mengusir mereka, karena dianggap angka orang-orang Rohingnya yang menyeberang ke Thailand semakin banyak dalam beberapa tahun ini.
"Kami tidak punya air minum. tidak ada makanan selama tiga pekan. Lebih dari 20 orang dari kami meninggal diatas kapal dan harus kami buang ke laut. Kami terapung-apung selama tiga pekan itu, tidur saling bertumpukan dengan yang lain", kata Alamsyah, salah satu dari 200 pengungsi Muslim Rohingnya yang ditemukan dipantai Idi Rayeuk tanggal 2 Februari lalu. "Tempat pengungsian ini tidak bagus, tapi paling tidak disini saya bisa beribadah dan berdoa. Di Myanmar, jika saya beribadah, maka saya akan mati dibunuh".
Alamshah harus banyak berdoa sekarang, ia mengalami banyak penyakit mulai dari Tuberculosis. Ia dan 197 orang lainnya tinggal di tenda-tenda basah, dengan lantai berlumpur di belakang rumah-rumah sebuah desa penduduk dengan masa depan yang tak jelas.
Pekan ini, PBB dan organisasi Migrasi Internasional akhirnya memulai wawancara dengan para pengungsi tersebut untuk menentukan apakah mereka termasuk pengungsi karena masalah politik sehingga memerlukan bantuan keamanan atau mereka termasuk imigran karena masalah ekonomi sehingga harus dikembalikan ke Myanmar. Akhirnya, ini nanti akan menjadi keputusan pemerintah Indonesia untuk menentukan nasib para pengungsi Muslim yang teraniaya tersebut.
Pemimpin-pemimpin regional lain, termasuk dari Myanmar, saat ini berada di resor pulau Bali untuk mendiskusikan masalah migran dan khususnya masalah Rohingnya ini - namun hanya sedikit yang diperkirakan akan hadir di pertemuan tersebut. Myanmar pernah menyatakan, akan membawa kembali para pengungsi Rohingnya itu ke Myanmar jika mereka bisa dibuktikan berasal dari Myanmar, tidak mudah bagi para pengungsi itu sebab jika mereka asli dari Myanmar pun, mereka tidak pernah punya kartu kewarganegaraan.
Proses pembicaraan tersebut bisa berlangsung berbulan-bulan dan sementara itu orang-orang ini akan khawatir lagi dengan perjalanan berbahaya mereka yang hanya akan membawa mereka kembali ke tempat dimana awal keputus-asaan mereka dimulai, yaitu Myanmar.
"saya harus pergi, atau saya harus tinggal disini, tapi yang pasti kami tidak mau kembali ke Myanmar. Disana tidak ada pekerjaan, orang-orang Budha membunuhi kami. Mereka mengambil saudara-saudara perempuan kami dan mereka akan membunuh kami jika kami menolak menyerahkan saudari-saudari kami"
Awal pekan ini, tujuh orang pengungsi sudah melarikan diri dari tempat pengungsian. Namun mereka kemudian ditangkap lagi oleh tentara Indonesia, ketika ditanya mereka menjawab, "saya harus pergi, atau saya harus tinggal disini, tapi yang pasti kami tidak mau kembali ke Myanmar. Disana tidak ada pekerjaan, orang-orang Budha membunuhi kami. Mereka mengambil saudara-saudara perempuan kami dan mereka akan membunuh kami jika kami menolak menyerahkan saudari-saudari kami" kata Nurul Lah, 20 tahun, ia bisa sedikit berbicara bahasa Inggris yang ia pelajari selama di pengungsian. "Hal tersebut sangat berbahaya bagi saya".
Di camp Idi Rayeuk, mereka bebas beribadah, sholat dan pada siang hari mereka bisa berolahraga volly. Namun persediaan makanan dan kesehatan lainnya semakin menipis, dan itu adalah kebutuhan pokok.
Namun di pengungsian ini mereka jadi punya harapan hidup. "Disini mereka memberi kami sedikit uang dan mereka memberi kami pakaian, makanan dan beberapa kebutuhan lain", kata Nurul. "Di Myanmar? - tidak ada apa-apa disana". (aa/dbs)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!