Selasa, 2 Jumadil Akhir 1446 H / 27 April 2010 14:30 wib
19.400 views
Prinsip Islam (38) : Hakikat Iman dan Tingkatannya
Kita meyakini bahwa iman adalah perkataan, perbuatan, dan i'tiqad (keyakinan hati). Bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.
Pada prinsipnya, iman adalah membenarkan kabar berita dan tunduk kepada syari'at. karena itu, barangsiapa yang dalam hatinya tidak ada pembenaran dan sikap tunduk, maka bukan sebagai seorang muslim.
Penyempurna iman yang wajib adalah dengan melaksanakan perkara-perkara wajib dan meninggalkan perkara-perkara haram. Sedangkan penyempurnanya yang bersifat sunnah adalah dengan melaksanakan amalan-amalan sunnah dan meninggalkan yang makruh serta menjaga diri dari yang syubhat.
Orang-orang yang memisahkan amal dalam hakikat iman dan membatasinya pada pembenaran saja, mereka itu orang yang batil (sesat). Sebabnya, karena iman tidak akan terwujud dengan hanya meyakini kebenaran ajaran yang disampaikan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Banyak orang yang memiliki keyakinan seperti ini tapi tidak lantas menjadi orang beriman.
Terwujudnya iman harus terkumpul dua hal: keyakinan terhadap kebenaran dan adanya kecintaan dan ketundukan dalam hati.
Demikian pula orang-orang yang memasukkan setiap amal sebagai pokok iman adalah batil dan berlebihan (ekstrim). Syari'at telah menglasifikasikan macam-macam amal. Sebagiannya terkait langsung dengan pokok iman; apabila tidak ada (dilanggar) maka hilanglah iman. Sebagiannya lagi hanya terkait dengan kesempurnaan iman; apabila amal itu lemah, lemahlah iman dan berkurang kesempurnaannya. Ketiadaannya tidak meniadakan iman.
Allah Ta'ala berfirman:
فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ
"Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir." (QS. Al Nisa': 59)
Ayat tersebut menunjukkan bahwa orang yang tidak mau mengembalikan urusannya kepada Allah dan Rasul-Nya tidak termasuk orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir. Di dalamnya terdapat bukti jelas bahwa iman tidak terakui hanya dengan membenarkan kabar berita saja. Iman bukan ucapan semata, tapi harus disertai dengan ketundukan kepada syari'at dan mengikuti Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan menjalankan ketetapannya.
Iman bukan ucapan semata, tapi harus disertai dengan ketundukan kepada syari'at dan mengikuti Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan menjalankan ketetapannya.
Allah Ta'ala berfirman
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
"Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya." (QS. Al Nisa': 65)
Allah Ta'ala bersumpah dengan Diri-Nya yang Mahamulia dan Maha suci, bahwa seseorang tidaklah beriman sehingga dia menjadikan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sebagai hakim dalam semua urusannya. Apa yang diputuskannya maka itulah kebenaran yang wajib ditaati lahir dan batin. Hal ini juga menguatkan bahwa iman tidak tegak hanya dengan membenarkan kabar berita semata, tapi harus juga dengan menjadikan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sebagai hakim dan tidak berberat hati (harus legowo) terhadap keputusannya. Kalau sudah seperti ini, maka tergaklah keimanan.
Allah Ta'ala berfirman,
وَيَقُولُونَ آَمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالرَّسُولِ وَأَطَعْنَا ثُمَّ يَتَوَلَّى فَرِيقٌ مِنْهُمْ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ وَمَا أُولَئِكَ بِالْمُؤْمِنِينَ
"Dan mereka berkata: "Kami telah beriman kepada Allah dan rasul, dan kami menaati (keduanya)." Kemudian sebagian dari mereka berpaling sesudah itu, sekali-kali mereka itu bukanlah orang-orang yang beriman." (QS. Al Nuur: 47)
Ayat ini meniadakan iman dari kaum munafikin yang mengaku beriman dengan lisannya kemudian perbuatannya menyalahi konsekuensi ucapan mereka, yaitu mereka berpaling dari hukum Allah dan Rasul-Nya.
Allah Ta'ala bengabarkan tentang kaum Yahudi yang menolak hukum Taurat,
وَكَيْفَ يُحَكِّمُونَكَ وَعِنْدَهُمُ التَّوْرَاةُ فِيهَا حُكْمُ اللَّهِ ثُمَّ يَتَوَلَّوْنَ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ وَمَا أُولَئِكَ بِالْمُؤْمِنِينَ
"Dan bagaimanakah mereka mengangkatmu menjadi hakim mereka, padahal mereka mempunyai Taurat yang di dalamnya (ada) hukum Allah, kemudian mereka berpaling sesudah itu (dari putusanmu)? Dan mereka sungguh-sungguh bukan orang yang beriman." (QS. Al Maidah: 43)
Mereka itu bukan orang-orang beriman kepada Taurat karena tidak patuh kepada ketetapan hukumnya. Mereka juga tidak beriman kepadamu (hai Muhammad) karena mereka tidak mau mengikuti al-haq (kebenaran Islam) yang engkau bawa.
Allah Ta'ala berfirman,
وَلِيَعْلَمَ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَيُؤْمِنُوا بِهِ فَتُخْبِتَ لَهُ قُلُوبُهُمْ وَإِنَّ اللَّهَ لَهَادِ الَّذِينَ آَمَنُوا إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
"Dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu, meyakini bahwasanya Al-Qur'an itulah yang hak dari Tuhanmu lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya, dan sesungguhnya Allah adalah Pemberi petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus." (QS. Al Hajj: 54)
Hidayah tidak terakui kecuali dengan ilmu, pembenaran, ketundukan dan ketaatan.
Allah memberitahukan bahwa pembenaran terhadap khabar (pesan Islam) semata tidak menjadikan seseorang beriman. Allah Ta'ala berfirman:
وَجَحَدُوا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَا أَنْفُسُهُمْ ظُلْمًا وَعُلُوًّا فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُفْسِدِينَ
"Dan mereka mengingkarinya karena kedzaliman dan kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini (kebenaran)-nya. Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan." (QS. Al-Naml: 14)
Walaupun pembicaraan ayat ini tertuju kepada kaum Fir'aun, namun sekaligus sebagai ancaman bagi orang-orang yang mendustakan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Mereka lebih layak ditimpa musibah sebagaimana yang menimpa kaum Fir'aun, karena hujjah dan bukti yang dibawa beliau lebih kuat daripada hujjah dan bukti yang dibawa para nabi dan rasul sebelumnya.
Allah T'ala berfirman:
الَّذِينَ آَتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءَهُمْ وَإِنَّ فَرِيقًا مِنْهُمْ لَيَكْتُمُونَ الْحَقَّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
"Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebahagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 146)
Pengenalan hati semata tidak dikatakan iman jika perkataan lisan dan perbuatan menyelisihinya. Karenanya, para ulama ahli kitab dari kalangan Yahudi mengenal kebenaran risalah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam sebagaimana mereka mengenal anak-anak mereka sendiri, tapi mereka menyembunyikan kebenaran tersebut dan menentangnya sehingga mereka merugi di dunia dan akhirat. Semua itu menunjukkan bahwa ilmu (pengetahuan) dan menyampaikan pengetahuan tersebut tidak menjadikan seseorang beriman sehingga mengucapkan kalimat iman dengan bentuk pernyataan untuk komitmen dan patuh.
Seandainya iman hanya sekedar keyakinan dalam hati niscaya Iblis, Fir'aun beserta kaumnya, dan orang-orang Yahudi yang mengenal Nabi Muhammad sebagaimana mereka mengenal anak kandung mereka sendiri sebagai mukminin mushaddiqin (orang-orang beriman yang membenarkan keimanan mereka). Mustahil, orang berakal akan mengucapkan kalimat semacam ini.
Lebih dari itu, bila ada orang yang berkata kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, "aku tahu engkau adalah benar, tapi aku tidak mau mengikutimu sebaliknya aku akan memusuhimu, membencimu, dan menyalahi perintahmu," lalu dikatakan sebagai orang beriman yang sempurna imannya, karena sudah mengikrarkan kebenaran dengan lisannya. Kalimat semacam ini tidak akan pernah keluar dari mulut seseorang yang masih sehat akalnya.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ أَبَى قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنْ يَأْبَى قَالَ مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى
"Setiap umatku akan masuk surga kecuali orang yang enggan (tidak mau)? Para sahabat bertanya, "Ya Rasulallah, siapa orang yang enggan itu?" beliau menjawab, "Siapa yang mentaatiku akan pasti masuk surga sedangkan orang yang durhaka kepadaku benar-benar telah enggan (masuk surga)." (HR. Bukhari)
Maka siapa yang menolak untuk mengikuti Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan membelakangi petunjuk kebenaran yang beliau bawa, maka menjadi ahli neraka, walau dia meyakini kebenaran risalah beliau dalam hatinya.
Maka siapa yang menolak untuk mengikuti Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan membelakangi petunjuk kebenaran yang beliau bawa, maka menjadi ahli neraka, walau dia meyakini kebenaran risalah beliau dalam hatinya.
Dari Abu Hurairah radliyallah 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah ditanya, "amal apa yang paling utama?" Beliau menjawab, "Iman kepada Allah dan Rasul-Nya." Kemudian ditanya lagi, "kemudian apa?" Beliau menjawab, "Jihad fi sabilillah." Beliau ditanya lagi, "kemudian apa?" Beliau menjawab, "haji mabrur." (HR. Al-Bukhari). Dan beliau shallallahu 'alaihi wasallam memberi judul hadits dengan, "Bab orang yang berkata, sesungguhnya iman adalah amal." Beliau menjelaskan dalam hadits ini bahwa iman adalah amal yang paling utama. Dan dalam hadits ini terdapat bantahan terhadap orang yang tidak memasukkan amal dalam pengertian iman.
Dan dalam hadits delegasi Abdul Qais yang diriwayatkan Muslim bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan mereka untuk beriman kepada Allah semata, lalu berliau bersabda: "Tahukah kalian apa itu iman kepada Allah?" mereka menjawab, "Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu." Beliau bersabda,
شَهَادَةُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامُ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءُ الزَّكَاةِ وَصَوْمُ رَمَضَانَ وَأَنْ تُؤَدُّوا خُمُسًا مِنْ الْمَغْنَمِ
"Bersaksi bahwa tidak ada Ilah (yang berhak disembah) kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, puasa Ramadlan, dan hendaknya kalian menyerahkan 1/5 dari harta ghanimah."
Allah Ta'ala juga telah mengisyaratkan tentang bertambahnya iman dan perbedaan tingkatannya. Allah berfirman:
هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ السَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ الْمُؤْمِنِينَ لِيَزْدَادُوا إِيمَانًا مَعَ إِيمَانِهِمْ
"Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada)." (QS. Al Fath: 4)
وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آَيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
". . Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhan-lah mereka bertawakal." (QS. Al-Anfal: 2)
وَإِذَا مَا أُنْزِلَتْ سُورَةٌ فَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ أَيُّكُمْ زَادَتْهُ هَذِهِ إِيمَانًا فَأَمَّا الَّذِينَ آَمَنُوا فَزَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَهُمْ يَسْتَبْشِرُونَ
"Dan apabila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata: "Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turunnya) surat ini?" Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, sedang mereka merasa gembira." (QS. Al Taubah: 124)
Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dalam hadits syafa'ah:
"Maka dikeluarkanlah dari neraka orang yang dalam hatinya masih ada iman seberat gandum. Lalu dileluarkan juga dari neraka orang yang dalam hatinya masih ada iman seberat dzarrah dan biji sawi. Lalu dikeluarkan juga dari neraka orang yang dalam hatinya masih ada iman yang lebih ringan daripada biji sawi." (Muttafaq alaih)
Kemudian Allah menjelaskan bahwa takdzib (mendustakan ayat-ayat Allah) termasuk bab kekufuran dan pembatal iman. Allah Ta'ala berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآَيَاتِنَا وَاسْتَكْبَرُوا عَنْهَا لَا تُفَتَّحُ لَهُمْ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَلَا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى يَلِجَ الْجَمَلُ فِي سَمِّ الْخِيَاطِ وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُجْرِمِينَ
"Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum." (QS. Al A'raaf: 40)
"Bahkan orang-orang kafir itu mendustakan (nya)." (QS. Al Insyiqaq: 22)
Dan yang serupa dengan takdzib adalah sikap menolak dan enggan melaksanakan perintah Allah. Barangsiapa yang menolak hukum Allah dan menolak untuk tunduk patuh terhadap risalah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, maka sungguh telah batal imannya. Dia telah keluar dari agama sebagaimana yang telah diterangkan dalam nash-nash yang telah lalu.
(PurWD/voa-islam.com)
Bersambung . . . . Insya Allah
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!